TIMES JATIM, PACITAN – Jelang Hari Raya Idul Adha, ulama kharismatik asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, menyampaikan kisah menyentuh seputar asal-usul tradisi kurban.
Dalam ngajinya, Gus Baha mengajak umat Islam merenungi kembali makna pengorbanan, kasih sayang, hingga keikhlasan Nabi Ibrahim dalam menerima perintah Allah SWT.
“Saya cerita sedikit tentang sejarah Iduladha. Dulu ada malaikat yang menjelma sebagai manusia dan beliau ini berkomunikasi dengan Nabiullah Ibrahim,” ujar Gus Baha membuka kisahnya dalam sebuah pengajian, ditulis TIMES Indonesia, Senin (2/6/2025).
Tapi, sebelum masuk ke inti cerita, Gus Baha mengingatkan bahwa cara berpikir umat Islam sebagai mukmin harus dimulai dari menyadari asal penciptaan manusia.
Menurutnya, hal itu akan menumbuhkan keyakinan penuh terhadap kekuasaan Allah.
“Kita dari sperma, nyatanya bisa jadi manusia dengan konstruksi yang sempurna. Kalau Nabi Adam dari tanah saja bisa jadi manusia, maka kekuasaan Allah itu tidak terbatas,” ungkap Gus Baha.
Cerita berlanjut saat malaikat yang menjelma sebagai manusia meminta kambing milik Nabi Ibrahim. Permintaan itu disampaikan sambil melantunkan kalimat tasbih yang merdu dan menyentuh hati. Nabi Ibrahim pun memberikannya dengan ikhlas.
“Demi Allah, ini baru kambing, baru hewan. Andaikan anak saya pun kalau demi Allah saya korbankan,” ucap Gus Baha menirukan tekad Nabi Ibrahim.
Ucapan itu kelak benar-benar diuji. Nabi Ibrahim diminta untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail. Meski berat, sebagai bentuk kepatuhan total, perintah itu dijalankan. Namun, Allah hanya menguji kesetiaannya. Ismail pun akhirnya digantikan dengan seekor kambing.
Dari situlah, tradisi kurban dalam Islam bermula. Secara fikih, kurban tidak hanya terbatas pada kambing, tetapi bisa juga dengan sapi, unta, dan hewan ternak lain yang memenuhi syarat.
Tak hanya itu, Gus Baha juga mengisahkan riwayat menarik dari Kitab Hikam yang jarang terdengar.
Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim pernah diangkat ke alam langit dan berdialog langsung dengan Allah.
Di sana, Allah menyampaikan bahwa banyak hamba-Nya yang durhaka. Nabi Ibrahim, kala itu, sempat mengusulkan agar mereka disiksa saja karena telah makan rezeki-Nya tapi berbuat maksiat.
Namun, ketika giliran Nabi Ibrahim diuji untuk menyembelih anaknya sendiri, ia tak sanggup dan mengeluh kepada Allah.
“Ya Allah, ini anak saya, buah hati saya, kenapa Engkau seenaknya saya sembelih?” tutur Gus Baha menirukan keluhan Nabi Ibrahim.
Jawaban Allah pun membuatnya terdiam. “Orang-orang durhaka yang engkau usulkan untuk Aku binasakan itu juga hamba-Ku, dan Aku mencintai mereka karena mereka ciptaan-Ku. Sekarang ketika Aku perintah, engkau tidak terima?” begitu kira-kira respons Allah dalam kisah tersebut.
Sejak saat itu, lanjut Gus Baha, Nabi Ibrahim berubah. Ia menjadi pribadi yang sangat welas asih dan penuh kasih terhadap sesama hamba Allah.
Perubahan sikap itu bahkan diakui oleh Nabi Muhammad SAW ketika memuji sahabat Abu Bakar yang dikenal lembut hatinya.
“Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq begitu lemah lembut pada hamba Allah lainnya, Nabi Muhammad mengatakan bahwa hatinya sehalus Nabi Ibrahim,” jelas Gus Baha.
Penutup dari kisah ini sangat kuat. Gus Baha menyampaikan bahwa Nabi Ibrahim pada akhirnya berdoa kepada Allah agar orang-orang yang mengikuti sunnahnya dijadikan bagian darinya.
Sedangkan yang durhaka, ia berharap Allah tetap mengampuni mereka karena Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
“Sejak saat itu, ajaran agama ini benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin. Kita melihat kesalahan bukan untuk menghakimi, tapi untuk membenahi. Melihat kebodohan bukan untuk menghancurkan, tapi untuk memperbaiki. Dan itulah semangat Millata Ibrahim Hanifa,” tutup Gus Baha. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gus Baha Cerita Ujian Nabi Ibrahim dan Cinta Allah pada Hamba yang Durhaka
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Deasy Mayasari |