https://jatim.times.co.id/
Berita

Melongok Kampung Pejuang Santri Macari di Kota Batu

Selasa, 22 Oktober 2024 - 22:02
Melongok Kampung Pejuang Santri Macari di Kota Batu Saksi Bisu, Kampung Macari tempat tinggal para pejuang santri di Kota Batu. (FOTO; Muhammad Dhani Rahman/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, BATU – 'Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)'.

tempat-tinggal-para-pejuang-santri-2.jpg

Seruan Hadratusyeikh KH Hasyim Asyari Rois Aam PBNU ini mampu membakar para santri di kampung ini. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa kampung yang letaknya disisi Timur Rumah Dinas Wali Kota Batu di Jl PB Sudirman ini, kampung bersejarah yang mendorong lahirnya hari santri.

Disini banyak santri kusuma bangsa yang gugur dalam perlawanan melawan Belanda saat Revolusi Jihad dikumandangkan KH M Hasyim Asyhari.

Termasuk diantaranya Fadelan dan Abdurrahman. Dua santri dari Kyai Haji Zakaria yang akrab dipanggil KH Macari ini, gugur saat menahan serangan sekutu di Dusun Ngampir, Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Kini makam kedua Pahlawan ini sudah dipindahkan ke TMP Suropati Kota Batu.

tempat-tinggal-para-pejuang-santri-3.jpg

Warga Kota Batu mengenal wilayah ini dengan sebutan Jl Lahor, namun hingga saat ini nama Kyai Macari masih terekam kuat di otak warga asli Kota Batu, hingga kawasan ini juga dikenal dengan sebutan Macari.

Suasana Islami memang terlihat kental di kampung ini. Keseharian selalu terlihat aktivitas anak-anak sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI), terlebih di tengah perkampungan memang berdiri sebuah MI.

Di depannya berdiri sebuah Masjid yang berdiri gagah ditengah ditengah perkampungan. Siapa sangka Masjid kuno yang kini direnovasi modern ini, pernah menjadi kendali utama peperangan melawan Belanda.

Bukan hanya pertempuran membendung pergerakan Belanda ke Kota Batu di wilayah Surabaya dan Pasuruan. Di Kampung Macari sendiri terjadi pertempuran sengit.

Bahkan dalam sebuah pertempuran para santri harus berhadapan dengan sebuah tank. Tentu saja pertempuran berjalan tak seimbang karena para santri menggunakan bambu runcing dan senjata rampasan dari Jepang lawan tank milik sekutu.

Meski demikian, para santri pejuang berhasil melumpuhkan tank ini. Sisa-sisa pertempuran masih bisa dilihat sampai saat ini. Roda tank dipasang di depan Masjid Al Muhlisin.

Sementara badan tank dipergunakan untuk membuat peralatan membuat senjata dan peralatan dapur, sementara rodanya sempat dipergunakan untuk pondasi menara Masjid dan sekarang dipasang di depan Masjid.

Tidak jauh dari Masjid ini ada Embung sumber air yang cukup luas yang dahulu digunakan santri untuk bersih diri.

Ketika resolusi jihad dikumandangkan, bukan hanya santri yang bersemangat untuk berangkat jihad, ada juga guru madrasah yang bergabung.

Kurang lebih ada 40 orang yang berangkat ke medan perang. Santri muda bergabung dengan pasukan Hizbullah sedangkan yang tua bergabung dengan Pasukan Sabilillah.

"Kita pernah melakukan napak tilas jalur yang dilewati para santri saat memenuhi panggilan Jihad. Saat itu almarhum Aboe Bakar (Pahlawan Perang Kemerdekaan) masih hidup, hingga bisa menceritakan apa dan bagaimana kondisi saat itu," ujar Cucu Mbah Macari, Ulul Azmi.

Menurutnya dari penelusuran bersama puluhan prajurit asal Dusun Macari tersebar sejak 22 Oktober 1945. Mereka tersebar di berbagai daerah sebagai bagaian dari pejuang – pejuang yang mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.  

Tidak sedikit warga Macari yang gugur dalam peperangan. Mereka tidak hanya berperang di Kota Batu saja, namun juga di Pasuruan hingga tapal kuda.

Ada tiga pejuang warga Dusun Macari, Desa Pesanggrahan yang meninggal dunia dalam pertempuran di daerah Wilwatikta Pandaan, ketiga pejuang kita adalah Abdoerachman, Fadhelan, dan Koeslem. Selain tiga pejuang itu ada juga nama Salamoen dan Asmari dari Kelurahan Sisir dan Paidi, salah satu pejuang dari Kepanjen, Kabupaten Malang yang ikut tewas dalam pertempuran itu.

Di tempat mereka gugur, pada 1987 dibangun tugu bambu runcing sebagai monumen peringatan di Dusun Ngampir Desa Sumbergedang Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan.

Aboe Bakar sendiri, saat Belanda bergerak menuju ke Kasembon, ia sempat ditarik ke wilayah tapal kuda. Di daerah Asembagus Situbondo, ia bersama pasukannya menyerbu markas Belanda yang dijaga kurang lebih 60 orang dan tertangkap kemudian dipenjara di Lapas Lowokwaru. (*)

Pewarta : Muhammad Dhani Rahman
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.