TIMES JATIM, MALANG – Di tengah gelombang digital, banyak guru yang kini tidak hanya berdiri di depan papan tulis, tetapi juga menatap kamera. Mereka merekam, mengunggah, membuat ruang kelas menjadi tempat ngonten di media sosial.
Fenomena ini memancing dua reaksi. Ada yang menilai sebagai kebaruan pedagogis yang segar, namun tak sedikit pula yang melihatnya sebagai potensi distraksi dari tugas utama mendidik.
Prof. Dr. H. Achmad Supriyanto, M.Pd., M.Si., Guru Besar Universitas Negeri Malang, mengatakan bahwa teknologi membuka ruang kreativitas untuk guru, sejatinya harus terus dikembangkan. Ia menegaskan, “konten boleh, asalkan edukatif dan tidak menggusur esensi pendidikan yang sesungguhnya.”
Bagaimana Anda melihat fenomena banyaknya guru yang membuat konten di tengah kegiatan belajar mengajar?
Pada dasarnya guru memiliki tugas yang sangat jelas, yaitu mendidik dan membelajarkan anak-anak agar menjadi pribadi matang, dewasa, dan mampu mengambil keputusan strategis dalam hidupnya.
Fenomena guru menjadi content creator tidak bisa dilepaskan dari kemajuan teknologi. Di satu sisi, ini membuka peluang kreativitas.
Guru memiliki potensi yang harus dikembangkan dan teknologi adalah wadahnya. Jadi, selama konten yang dibuat bersifat edukatif dan mendidik masyarakat, hal ini positif dan perlu diberi ruang.
Apakah ini bisa disebut sebagai bentuk transaksi profesi pendidik?
Saya melihatnya bukan transaksi dalam makna sempit. Guru diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas lain yang bisa menjadi karya kreatif. Selama edukatif, publikasi konten adalah bentuk ekspresi potensi.
Jika konten populer, lalu menghasilkan penghargaan ekonomi, itu hanyalah konsekuensi logis yang tidak menjadi tujuan utama. Fokus utama tetap pendidikan.
Apakah boleh guru membuat konten saat proses belajar berlangsung?
Saat mengajar, fokus harus tetap pada pembelajaran. Jangan sampai terganggu urusan konten. Namun jika pembuatan konten menjadi bagian dari project bersama siswa dalam pembelajaran, itu tidak masalah sepanjang terkontrol dan tidak menghilangkan tujuan utamanya.
Bagaimana dampak psikologis dan sosial terhadap siswa yang dilibatkan dalam konten guru?
Jika konten edukatif dan menyenangkan, tidak ada yang salah. Ini bisa mendorong pengembangan potensi mereka. Yang penting adalah proporsinya. Jangan sampai sisi esensial pembelajaran berkurang.
Di era digital, apakah wajar guru menjadi figur publik di ruang maya?
Boleh saja guru menjadi figur publik, influencer, atau dikenal luas di dunia digital. Tetapi kembali lagi: nilai edukatif harus menjadi hal utama. Jika mencari popularitas semata dan mengabaikan profesionalitas, itu bahaya besar.
Bagaimana membedakan guru yang berinovasi lewat konten, dengan guru yang mengeksploitasi profesinya demi konten?
Kuncinya pada orientasi. Jika konten dibuat demi pembelajaran, itu inovasi. Jika demi popularitas hingga mengorbankan pembelajaran, itu salah arah. Guru wajib menjaga marwah profesi.
Apakah perlu regulasi khusus tentang guru ngonten di kelas?
Sangat perlu. Jangan sampai praktiknya melebar tanpa batas yang jelas. Regulasi harus dibuat, melibatkan pemangku kebijakan hingga kepala sekolah. Mana yang boleh, mana yang tidak semua harus tegas.
Sejauhmana urgensi literasi digital bagi guru?
Ini sangat penting. Guru harus memahami etika publikasi dan perlindungan data siswa. Jangan sampai data sensitif dipublikasikan sembarangan. Profesionalitas harus dijaga meski berada di ruang digital yang serba bebas.
Apakah fenomena ini bisa menjadi ancaman terhadap integritas profesi guru?
Bisa iya, bisa tidak. Jika disalahgunakan iya. Tapi jika dijalankan dengan integritas, kreativitas justru memperlihatkan bahwa profesi guru adalah profesi hebat dengan kontribusi besar.
Di sinilah pentingnya pendampingan, pembinaan, dan diskusi publik tentang etika digital pendidik. Media massa juga punya peran menjembatani dialog itu.
Apa pesan yang ingin di sampaikan untuk para guru yang aktif sebagai content creator?
Guru tidak boleh gagap teknologi. Optimalkan ruang digital sebagai penopang pengembangan profesional. Namun martabat guru sebagai pendidik adalah yang utama.
Jaga etika, seleksi apa yang dipublikasikan. Kita ini agen perubahan sekaligus penjaga masa depan generasi. Semoga kreativitas guru dalam membuat konten dapat membawa pencerahan bagi pendidikan Indonesia.(*)
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |