TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Keputusan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) untuk menutup kawasan wisata Gunung Bromo pada momen lebaran 2025, menuai banyak penolakan. Salah satunya Himpunan Pengusaha Muda Indonesia atau HIPMI Kabupaten Probolinggo.
Penutupan Wisata Gunung Bromo itu akan dilakukan pada 28 Maret hingga 1 April 2025, tepat saat momen Hari Raya Nyepi dan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya momen libur panjang ini menjadi puncak arus hilir-mudiknya wisatawan lokal hingga mancanegara.
Ketua Umum BPC HIPMI Kabupaten Probolinggo, Mira Permata Sari menilai, kebijakan ini akan merugikan banyak pelaku usaha lokal, terutama di sektor pariwisata, perhotelan, kuliner, dan transportasi.
Menurutnya, libur Idul Fitri merupakan momen puncak bagi para pelaku usaha untuk meraup pendapatan.
“Penutupan Bromo saat Idul Fitri akan berdampak langsung pada pendapatan para pengusaha lokal yang mengandalkan sektor pariwisata. Ini bukan hanya soal bisnis besar, tetapi juga UMKM, pedagang kecil, dan pekerja di sekitar kawasan wisata,” ujarnya.
Mira menegaskan bahwa HIPMI Kabupaten Probolinggo mendukung upaya pelestarian lingkungan dan menghormati perayaan Nyepi. Namun, ia menilai bahwa menutup Bromo saat Idul Fitri adalah kebijakan yang tidak berpihak pada ekonomi masyarakat.
“Kami memahami penutupan saat Nyepi sebagai bentuk penghormatan terhadap adat dan budaya. Tetapi, mengapa kawasan wisata harus ditutup saat Idul Fitri, yang justru menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka?” tambahnya.
HIPMI juga menyoroti kurangnya koordinasi antara BBTNBTS dengan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan sebelum kebijakan ini ditetapkan. Mira menilai bahwa keputusan sepihak seperti ini hanya akan menimbulkan polemik dan merugikan masyarakat.
“Bupati sudah menolak, DPRD juga menolak, lalu mengapa kebijakan ini tetap dipaksakan? Seharusnya ada ruang dialog agar solusi terbaik bisa ditemukan tanpa harus mengorbankan ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Sebagai solusi, HIPMI Kabupaten Probolinggo mengusulkan alternatif seperti pengaturan jam operasional atau sistem shift bagi pekerja, sehingga wisatawan tetap bisa berkunjung tanpa mengabaikan hak pekerja untuk berlibur.
Dengan semakin banyaknya pihak yang menolak kebijakan ini, HIPMI berharap BBTNBTS segera mengevaluasi keputusan tersebut dan mempertimbangkan kepentingan ekonomi masyarakat sebelum menerapkan kebijakan yang berdampak luas. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Rugikan Pengusaha Lokal, HIPMI Probolinggo Tolak Penutupan Bromo Saat Lebaran
Pewarta | : Abdul Jalil |
Editor | : Muhammad Iqbal |