https://jatim.times.co.id/
Kopi TIMES

Menunggu Putusan MK Antara Proporsional Terbuka Atau Tertutup

Rabu, 31 Mei 2023 - 13:03
Menunggu Putusan MK Antara Proporsional Terbuka Atau Tertutup Basriadi, Komisioner Bawaslu Kabupaten Lombok Barat.

TIMES JATIM, LOMBOK – Publik saat ini sedang menunggu informasi penting terkait putusan sidang judisial review undang-undang 07 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (pemilu) di Mahkamah Konstitusi. Permohonan uji materi ini difokuskan pada pasal 168 ayat (2) yang mengatur tentang “pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”. 

Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Artinya pemilu sudah semakin dekat, kurang lebih 10 bulan. Ini merupakan waktu yang sangat singkat bagi para caleg untuk mempersiapkan diri berkompetisi pada pemilu tahun 2024.

Sekarang banyak caleg yang telah mempersiapkan diri dan mendapat persetujuan dari partai mereka, hanya saja belum mendapatkan nomor urut dari partainya.

Sedikit berbeda dengan pemilu pada tahun 2019 lalu, para caleg sedang menahan diri untuk melakukan manufer-manufer terbaik mereka untuk pemenangan yang biasanya dilakukan secara masif. Ini terjadi karena belum ada kepastian mengenai sistem pemilu 2024 mendatang. Sistem pemilihan umum itu sendiri merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara untuk memilih/mencoblos para wakil rakyat. 

Setidaknya ada dua fungsi sistem pemilihan umum menjadi unsur yang sangat penting bagi para caleg dan/atau peserta pemilu, kemudian nantinya dijadikan dasar persiapan untuk berkompetisi. Pertama, sebagai prosedur dan mekanisme konversi suara pemilih (votes) menjadi kursi (seats) penyelenggara negara Lembaga legislatif dan/atau Lembaga eksekutif baik pada tingkat nasional maupun lokal.

Kedua, untuk membangun instrumen dengan tujuan membangun sistem politik yang demokratis, yaitu melalui konsekuensi setiap unsur sistem pemilihan umum terhadap berbagai aspek sistem politik demokrasi. 

Sistem pemilihan umum di dunia dapat dibagi menjadi tiga sistem, yaitu:

1.    Sistem pluralitas/mayoritas, dalam sistem ini wilayah negara dibagi menjadi beberapa distrik yang biasanya berdasarkan jumlah penduduk. Setiap distrik diwakili oleh satu orang wakil yang nantinya kandidat pememilik suara terbanyak akan mengambil seluruh suara yang diperoleh.

2.    Sistem proporsional, dalam sistem ini proporsi kursi yang dimenangkan oleh partai politik dalam sebuah daerah pemilihan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut.

3.    Sistem campuran, merupakan perpaduan penetapan antara sistem proporsional dengan pluralitas/mayoritas.

Di Indonesia, menggunakan sistem proporsional yang kemudian sistem tersebut dapat diklasifikasi menjadi dua bentuk, yaitu:
sistem proporsional terbuka, adalah sistem dimana para pemilih itu memilih secara langsung wakil-wakil legislatifnya dengan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Sistem ini memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di kursi legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat mengontrol orang yang dipilihnya, dengan tingkat kesetaraan calon itu memungkinkan hadirnya kader yang tumbuh dan besar dari bawah dan menang karena adanya dukungan masa.

Sedangkan sistem proporsional tertutup pemilih hanya memilih partainya saja, dengan penetapan calon terpilih ditentukan oleh partai politik berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2, memiliki derajat keterwakilan yang lebih kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk dilegislatif. Pilihan partai belum tentu pilihan rakyat serta tingkat kesetaraan calon yang mengakar keatas karena kedekatan dengan elit parpol, bukan karena dukungan massa.

Namun kedua sistem pemilu tersebut memiliki kelebihan masing-masing yang juga sangat penting untuk dipertimbangkan. Dari proporsional terbuka, dapat mendorong kandidat bersaing dalam mobilisasi dukungan masa untuk kemenangan, terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan calon yang dipilih dan terbangunnya kedekatan antar pemilih.

Sedangkan kelebihan dari proporsional tertutup adalah memudahkan dalam pemenuhhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya dan mampu meminimalisir peraktik politik uang di masyarakat.

Gugatan yang menyangkut sistem pemilu proporsional terbuka yang memang sudah digunakan dalam beberapa periode pelaksanaan pemilihan umum sebelumnya, sebanyak empat kali sejak era reformasi kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Gugatan uji materil UU pemilu soal sistem proporsional terbuka ini Kembali diajukan ke Mk pada akhir November 2022 yang diajukan oleh beberapa politisi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Para pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.

Terkait dengan gugatan di MK, delapan dari partai politik  di DPR menyatakan sikap menolak pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Kedelapan parpol itu yakni PKB, Nasdem, demokrat, Golkar, PPP, PKS, PAN, dan Gerindra.

Kedelapan partai politik tersebut menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka yang saat ini diterapkan di pemilu Indonesia saat ini merupakan sebuah kemajuan demokrasi sehingga tidak seharusnya diganti. Sementara parpol yang mendukung  diberlakukannya kembali sistem proporsional tertutup diantaranya PDI Perjuangan dan PBB.

Berdasarkan catatan yang ada, sistem pemilu proporsional terbuka sesungguhnya telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008. Oleh karenanya, dengan munculnya uji materil terhadap undang-undang nomor 07 tahun 2017 tentang pemilu yang mempersoalkan sistem pemilu proporsional terbuka dinilai akan menjadi contoh yang kurang baik bagi hukum di Indonesia karena tidak sejalan dengan asas hukum “nebis in idem” yang artinya “ perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkakuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, itu tidak dapat diperiksa Kembali untuk kedua kalinya. 

Terkait dengan pengujian undang-undang dapat kita temui dalam pasal 60 ayat (1) UU No. 8 tahun 2011 yaitu perubahan atas UU No. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi, yaitu “terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau  bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian Kembali.

Gugatan judisial review tersebut, kemudian memunculkan satu hal yang sangat krusial menjadi penyebab ketidak pastian pemilu 2024 atau kita sebut saja “dobel cakramnya para caleg” Yaitu pro dan kontranya sistem pemilu proporsional terbuka. Ketidak pastian pemilu ini menjadi dilema bagi caleg karena mau mudur kena maju juga kena, akhirnya menunggu adalah tindakan yang paling aman bagi caleg baru meski menunggu itu hal yang sangat membosankan dan tentu tidak mengenakkan. Tapi bagi caleg incumbent yang telah menjabat dan pernah mendapatkan nomor urut satu atau dua, mereka mungkin saja akan siap dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup.

Akan tetapi apapun yang menjadi isi putusan MK nanti, hendaknya para pihak menerima dengan lapang dada, sebab para hakim di MK tentu sudah mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya demi kepentingan bersama dan keberlangsungan negara untuk masa depan yang lebih baik. Pada akhirnya kepastian itu adalah kunci gerbang memasuki taman pemilu yang lebih indah dari biasanya, dijalankan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Selain itu juga, apapun sistem yang akan dipakai pada pemilu 2024, peserta pemilu terutama partai politik yang menjadi peserta pemilihan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab./kota harus tetap berkomitmen untuk menolak praktek poltik uang dan politisasi sara untuk menarik simpati publik.

Karena kita berharap bahwa pergantian sistem pemilu tidak hanya mengeser praktek money politik yang awalnya melibatkan masyarakat secara langsung menjadi pelakunya hanya pengurus partai politik, tetapi partai politik harus benar-benar berkomitmen disemua ruang terbuka atau ruang sempit untuk menjadikan partai politik sebagai basis awal untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat untuk menolak politik uang dan politisasi SARA.

***

*) Oleh: Basriadi, Komisioner Bawaslu Kabupaten Lombok Barat.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.