TIMES JATIM, BANYUWANGI – Belum habis kegemparan kasus malnutrisi pada anak, hari ini dunia medis kembali disiram kabar duka tentangkeadaan anak bangsa ini.
Tanggal 7, bulan Februari 2023 kemarin, Kemenkes—Kementrian Kesehatan—mengabarkan dalam konferensi persnya tentang kenaikan penyakit gagal ginjal.
Berdasarkan survei data riset Kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 hingga 2018, ada 3,8% atau 739.208 jiwa yang yang terserang, di tahun sebelumnya hanya 2% masih diangka 500-an jiwa dan banyak dari penderita itu adalah anak kecil di bawah 5 tahun.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak-anak dengan gejala seperti diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk, dan jumlah air seni sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil disinyalir mengalami masalah pada ginjalnya.
Orang tua panik, resah, negara tertusuk melihat angka perlonjakan pasien yang hampir setara dengan perlonjakan angka pengangguran. Maka dengan gerakan taktis, perintah mengusut benang itu, mencari titik tumpunya awal densus angka ini. menyadari ada hantu berkeliaran di koridor Kesehatan Indonesia, menjadi momok kesedihan mendalam bagi yang digentayangi. Maka perlahan, benang itu terlihat semakin jelas yang berawal dari hipotesis semata mencuat menjadi kabar nyata.
Mereka awalnya menyangka bahwa biang keladi dari masalah ini adalah vaksin covid-19, tapi tentu tidak mungkin karena perlonjakan ini terjadi pada anak berumur di bawah 5 tahun. Dan tentu saja vaksin tidak digalakkan terhadap mereka. Tim Kesehatan melakukan riset terhadap riwayat obat-obatan yang diminum pasien dari mulai masa sehatnya sampai masa diagnosa.
Akhirnya tertangkap sudah si pelaku. Adalah obat sirup yang menjadi dalang dari perlonjakan penyakit ini. obat yang tentu saja mayoritas pemakainya tentu saja anak-anak yang tidak bisa meminum obat tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya. Hal ini didapat dari sample obat pasien AKI yang diteliti, ternyata di dalamnya terdapat senyawa yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
Maka di detik itu juga Kemenkes melarang penjualan obat dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes, Ahli Epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Pusat Laboratorium Forensik, dan BPOM (Badan Pengawas Obat Dan Makanan) ini tuntas.
Inilah ironinya, obat sirup yang awalnya menciptakan paradigma kebahagiaan terhadap anak karena tidak perlu bersusah payah menelah jenis obat tablet atau kapsul yang cenderung ditakuti anak-anak. Ginjal kembar mereka tidak kuat menerima senyawa dari obat itu, yang kebanyakan diklasifikasi pada obat batuk, pilek dan demam. Sedang mereka—Generasi Muda—adalah masa depan bangsa ini, bagaimana nasib bangsa ini nantinya? Manifestasi obat sirup ini menjadi masalah yang saling terpaut terhadap masa depan bangsa.
Terlepas dari obat sirup dan segala tetek bengeknya, ada yang lebih menakutkan. Dimana disamping anak yang terjangkit penyakit ini, penyakit ini memang sudah pada dasarnya membumi dimanapun, frekuensinya tak terkira. Menjadi penyakit katasropik yang membebani anggaran paling besar soal penyakit tidak menular. Indonesia mengeduk kantong perbendaharaanya sebesar Rp. 1,93 triliun setara dengan subsidi Indonesia terhadap bidang Pendidikan di tahun 2022.
Maka yang perlu anda ketahui bukan hanya sekedar obat sirup yang menjadi pokok penyakit ini. Akan tetapi segala yang menjadi penyebab dari penyakit gagal ginjal ini. banyak faktor penebabnya, terbagi dalam dua kategori yang sudah tetap dan sukar disembuhkan yakni karna faktor genetik, kelahiran premature, dan trauma di daerah abdomen.
Dan yang lainnya karena gaya hidup masing-masing individu, diantaranya banyak mengonsumsi obat pereda nyeri Red:Paracetamol, Amoxilin, Ibuprofen, Aspirin. Narkoba dalam bentuk apapun, dan radang pada ginjal.
Menurut Direktur P2PTM Kemenke RI, Eva Susanti gagal ginjal yang disebabkan gaya hidup masih bisa disembuhkan meski kemungkinannya sangat kecil. “Indonesia saat ini menghadapi bonus demografi, justru pada umur 35 tahun mulai menampakkan orang dengan usia produktif terjadi penyakit ginjal kronis. Ini yang harus kita waspada," tutur Eva dalam konferensi pers Hari Ginjal Sedunia 2023.
Di Hari Ginjal Sedunia tertanggal 7 bulan Maret 2023 kemarin, menunjukan seberapa pentingnya menjaga kesehatan kedua organ kembar ini. Sebab pekerjaannya menyangkut hal yang kredibilitasnya dibutuhkan manusia.
Ya, tentang urusan saring menyaring mineral yang masuk pada tubuh. Bayangkan semua racun tersaring di sana, kotor butuh disayangi. Setidaknya dengan menjaga pola hidup sehat, memakan makanan yang memang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.
Olahraga dan tidur cukup, setidaknya menunjukkan sedikit respek pada ginjal dan semua saudara organ dalam tubuh yang bekerja non-stop memenuhi keinginan manusia. Maka dari itu marilah kita bersama menggalakkan gerakan yang harus dilakuakan demi kesehatan yang kita sendiri penikmatnya, bukan mentri apalagi presiden.
***
*) Oleh: Siti Rahma Nur Fadila, Siswi MA Al Amiriyyah Blokagung dan Pegiat Literasi Darussalam.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |