TIMES JATIM, KALIMANTAN TIMUR – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen telah menuai perhatian luas dari berbagai kalangan. Keputusan untuk membatalkan kebijakan ini di menit-menit terakhir menimbulkan berbagai pertanyaan, baik dari sisi ekonomi maupun kebijakan fiskal. Apakah ini langkah strategis atau sekadar respons terhadap tekanan publik?
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers terbaru menyatakan bahwa keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi domestik yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi. "Kami ingin memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak menjadi beban tambahan bagi masyarakat dan dunia usaha," ujarnya.
Menurutnya, meskipun rencana PPN 12% bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan tersebut harus tetap sejalan dengan daya beli masyarakat yang saat ini masih rapuh.
Sri Mulyani juga menambahkan bahwa penerimaan pajak hingga triwulan ketiga tahun ini menunjukkan tren positif. Dengan target APBN 2024 sebesar Rp2.463 triliun, penerimaan perpajakan telah mencapai 79,1 persen atau sekitar Rp1.948 triliun.
Angka ini menunjukkan bahwa tanpa menaikkan PPN, penerimaan pajak masih dapat dioptimalkan melalui perbaikan administrasi dan perluasan basis pajak.
Kenaikan tarif PPN memiliki dampak langsung terhadap harga barang dan jasa. Berdasarkan simulasi dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF), penerapan PPN 12 persen diproyeksikan akan meningkatkan inflasi hingga 0,8 persen.
Dengan inflasi yang saat ini berada di level 2,36 persen (year-on-year per November 2024), tambahan ini dapat berpotensi membebani masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Dari sisi dunia usaha, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik keputusan ini. Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani, menyebut bahwa stabilitas tarif PPN di angka 11 persen akan memberikan kepastian bagi pelaku usaha dalam merencanakan strategi bisnis mereka. "Kami memahami kebutuhan negara untuk meningkatkan penerimaan, tetapi stabilitas kebijakan sangat penting untuk menjaga iklim investasi," ungkapnya.
Pembatalan ini menunjukkan tantangan besar dalam konsistensi kebijakan fiskal. Pemerintah perlu menjelaskan secara transparan alasan strategis di balik keputusan ini agar tidak memunculkan persepsi negatif, seperti kurangnya perencanaan atau respons yang terlalu reaktif terhadap tekanan.
Menurut data dari Dana Moneter Internasional (IMF), rasio pajak terhadap PDB Indonesia saat ini berada di kisaran 9,1 persen, jauh di bawah rata-rata negara berkembang yang mencapai 15 persen. Untuk mencapai target pembangunan yang ambisius, termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN), pemerintah harus menemukan cara lain untuk meningkatkan rasio ini tanpa mengganggu stabilitas ekonomi.
Keputusan ini seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi strategi perpajakan secara menyeluruh. Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah meliputi memperluas basis pajak dengan memperbaiki kepatuhan pajak, meningkatkan efektivitas pengawasan pajak melalui adopsi teknologi digital untuk mendeteksi potensi kebocoran pajak, serta memberikan insentif bagi UMKM. Langkah ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperluas kontribusi pajak dari sektor informal.
Pembatalan PPN 12 persen menunjukkan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan dampak ekonomi secara lebih luas. Namun, konsistensi kebijakan tetap menjadi kunci agar kepercayaan publik terhadap pengelolaan fiskal tetap terjaga.
Langkah ke depan adalah bagaimana pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan keberlanjutan ekonomi rakyat.
***
*) Oleh : Rosyid Nurrohman, S.M., M.AB., Dosen Prodi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |