TIMES JATIM, MALANG – KH Abdul Hakim Hidayat atau Gus Hakim resmi dikukuhkan jadi ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PW RMI NU) Jawa Timur. Pengukuhanya berlangsung dalam acara Raker dan Pelantikan yang digelar di Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh Kota Malang, Sabtu (4/1/2025).
Acara ini dirangkaikan dengan Rapat Kerja (Raker) yang turut dihadiri oleh sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pengurus pesantren dari berbagai wilayah di Jawa Timur.
Pelantikan Gus Hakim sebagai Ketua PW RMI NU Jatim ini menjadi tonggak penting bagi penguatan peran pesantren di tengah berbagai tantangan yang semakin kompleks. Sebagai organisasi yang bernaung di bawah PWNU Jawa Timur, RMI memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dan membina pesantren, yang tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan moral bangsa.
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur Bidang Pesantren, Dr. Taufik Djalil yang hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa kepengurusan baru ini memiliki sejumlah fokus utama yang harus segera direalisasikan.
Menurutnya, RMI NU Jatim perlu memberikan perhatian besar pada penguatan pesantren di bidang kesehatan, ekonomi, dan wawasan kebangsaan, sekaligus menangani isu-isu sensitif seperti radikalisme dan kekerasan di pesantren.
“Fokus yang harus diambil oleh PW RMI NU Jatim ke depan adalah mengawal pesantren-pesantren di Jawa Timur, baik di bidang kesehatan, ekonomi, penguatan ahlus-ahlus jamaah, maupun wawasan kebangsaan. Selain itu, isu-isu yang berhubungan dengan radikalisme dan kekerasan di pesantren juga menjadi perhatian utama,” tegas Dr. Taufik dalam pidatonya.
Ia menambahkan bahwa pendekatan persuasif akan menjadi strategi utama dalam menangani isu-isu sensitif seperti kekerasan di pesantren. Menurutnya, pengurus pesantren perlu memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi dalam mendidik santri, dan pendekatan edukatif harus menjadi prioritas.
“Kami akan mengadakan pembinaan khusus bagi pengurus pesantren, terutama yang berbasis NU, untuk menggantikan kekerasan dengan langkah-langkah yang lebih edukatif dan humanis,” lanjutnya.
Sebagai Ketua PW RMI NU Jatim yang baru, Gus Hakim mengungkapkan komitmennya untuk menjadikan lembaga ini sebagai wadah solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi pesantren di Jawa Timur. Dia menekankan pentingnya menjaga pesantren sebagai pusat pendidikan adab dan moral yang menjadi harapan bangsa.
“Pesantren adalah harapan kita semua sebagai tempat pendidikan moral, adab, dan spiritual. Namun, kita prihatin melihat masih adanya kasus-kasus kekerasan di pesantren, yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik,” ujar Gus Hakim.
Putra Sulung KH Hasyim Muzadi ini juga menyampaikan bahwa tantangan pesantren saat ini semakin kompleks, terutama dengan berkembangnya isu-isu global yang berdampak langsung pada kehidupan pesantren.
Oleh karena itu, PW RMI NU Jatim harus hadir sebagai jembatan antara pesantren dan pemerintah, serta sebagai penggerak perubahan yang mampu menciptakan pesantren yang lebih kuat dan adaptif terhadap perubahan zaman.
“Kita harus prihatin dan berbuat lebih untuk mengatasi tantangan ini. Dengan kepengurusan baru ini, kami berharap dapat menemukan solusi untuk meminimalkan kasus-kasus kekerasan dan memastikan pesantren tetap menjadi tempat yang nyaman bagi para santri,” tambahnya.
Dalam era yang serba digital ini, pesantren dituntut untuk tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, Gus Hakim menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi antara pesantren dan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta.
PW RMI NU Jatim di bawah kepemimpinan Gus Hakim juga berencana mengembangkan program-program baru yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi pesantren. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian pesantren sekaligus memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Selain itu, isu radikalisme juga menjadi perhatian serius bagi RMI NU Jatim. Menurut Gus Hakim, pesantren harus menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan.
“Pesantren harus menjadi benteng moral dan intelektual yang kuat, yang tidak hanya mencetak santri yang berilmu, tetapi juga yang cinta tanah air,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |