TIMES JATIM, MALANG – Konsep Bullion Bank, terkait kegiatan usaha bank yang mencakup simpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan emas. Dan Indonesia, sebagai penghasil emas dengan cadangan tinggi, belum optimal pemanfaatannya.
Pada tahun 2024, berdasarkan data Worldtrade Scanner produksi emas di angka 110 metrik ton. Ini menahbiskan Indonesia menempati posisi peringkat 8 penghasil emas terbesar dunia.
Namun, Indonesia selama ini hanya mendapat manfaat terbatas dari emas tersebut, khususnya dalam bentuk cost of manufacturing. Hal ini karena tidak memiliki bullion bank, sehingga potensi emas domestik kurang dimanfaatkan secara optimal.
Ikhtiar Pemerintah mengatur pemanfaatan emas diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion. Dasar dari POJK tersebut adalah UU No. 21 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Lembaga Jasa Keuangan, khususnya perbankan perlu lebih serius merespons POJK yang berlaku pada 18 Oktober 2024 tersebut. Karena regulasi ini menjadi legal standing kehadiran bullion bank, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada fasilitas jasa industri keuangan luar negeri. Emas yang sebelumnya diproses dan diperdagangkan di luar negeri kini dapat dikelola secara domestik, memberikan added value yang lebih besar bagi perekonomian nasional.
Keuntungan lainnya adalah peningkatan likuiditas dan diversifikasi portofolio investasi bank. Bullion bank dapat menjadi alat yang efektif untuk menarik minat investor internasional yang tertarik pada investasi berbasis emas yang stabil. Selain itu, masyarakat juga dapat lebih mudah mengakses produk investasi yang aman dan berkelanjutan.
Tentunya, bullion bank juga memungkinkan penciptaan ekosistem ekonomi berbasis emas yang mencakup berbagai sektor, mulai dari industri tambang hingga perhiasan.
Bullion Bank: Solusi Stagnasi Perbankan Syariah
Dalam Monetary Management in an Islamic Economy, Umer Chapra (1996) menyoroti pentingnya emas dalam sistem ekonomi. Emas bukan hanya sekadar komoditas, tetapi juga instrumen penting dalam mewujudkan sistem ekonomi yang adil, stabil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dan instrumen ini menjadi dasar operasionalisasi perbankan syariah.
Beberapa tahun terakhir, industri perbankan syariah di Indonesia menghadapi tantangan stagnasi, baik dari segi pertumbuhan nasabah maupun diversifikasi produk. Kehadiran bullion bank memiliki peran strategis bagi perbankan syariah dalam menghadapi tantangan tersebut.
Setidaknya ada tiga alasan berkenaan hal tersebut. Pertama, eksistensi akad operasional Perbankan Syariah sangat kompatibel dengan usaha bullion yang berbasis emas. Baik akad profit-sharing, dengan mudharabah dan musharakah; murabahah (jual-beli); ijarah (sewa); dan akad lainnya semisal istisna' (pemesanan barang) dan wakalah (perwakilan).
Kedua, bullion bank menyediakan akses yang lebih aman bagi masyarakat untuk menyimpan emas mereka dibandingkan dengan menyimpannya di rumah. Selain itu, memungkinkan integrasi emas yang disimpan ke dalam sistem perbankan syariah, yang dapat memberikan dampak positif yang lebih besar bagi perekonomian secara keseluruhan.
Ketiga, existing akad yang variatif memungkinkan diversifikasi produk keuangan syariah melalui layanan berbasis emas, seperti simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan, dan berbagai aktivitas lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Peluang bagi perbankan syariah untuk memperkenalkan produk inovatif.
Dengan demikian POJK tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion, sebagai langkah revolusioner dalam memajukan industri perbankan syariah di Indonesia. Bullion bank bukan hanya sebuah inovasi, melainkan juga sebuah jembatan yang dapat membawa perbankan syariah lebih berdaya saing, dengan berbagai potensi yang mampu mengatasi tantangan sekaligus membuka peluang besar dalam sektor ini.
Kehadiran bullion bank tidak hanya bermanfaat bagi individu atau nasabah, tetapi juga memberikan dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional. Pemerintah dapat menghemat devisa negara dengan mengurangi ketergantungan pada bullion bank asing. Bank sentral juga dapat menjaga kestabilan moneter melalui skema likuidasi emas kepada bullion bank domestik.
Keberadaan bullion bank tidak hanya memberikan manfaat bagi individu atau nasabah dengan pilihan produk perbankan syariah variatif, tetapi juga menciptakan dampak makroekonomi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Salah satu manfaat strategisnya adalah penghematan devisa negara, karena ketergantungan pada bullion bank asing dapat dikurangi.
Selain itu, regulator memiliki instrumen tambahan untuk menjaga stabilitas moneter melalui mekanisme likuidasi emas yang terintegrasi dengan bullion bank domestik, sehingga memperkuat ketahanan sistem keuangan nasional.
Rekomendasi
Saat ini market share Perbankan Syariah pada kisaran 7%, angka ini jauh dari the number of jurisdictions. Perbankan Syariah dianggap berperan penting secara sistemis pada sistem dual banking system, jika market share-nya lebih dari 15% dari total aset perbankan.
Untuk mendorong kenaikan market share perbankan syariah agar berperan secara sistemis, setidaknya pada angka 10%, selain terus fokus dengan dinamika pasar yang eksisting.
Perlu adanya ada intervensi struktural untuk menaikkan skala ekonomi usaha bullion, karena sedang menemukan momentumnya. Intervensi struktural yang dimaksud, spin-off, merger, konversi atau pembentukan bank syariah baru.
Sektor perbankan merupakan industri yang highly regulated institutions (Elnahass Dkk., 2022), konteks bullion bank-perbankan syariah perlu memperkuat syarat implementasi regulasi.
Khususnya terkait emas dapat berfungsi sebagai underlying asset pembiayaan proyek atau kontrak serah lindung nilai (forward hedge contract). Hal ini tidak hanya mendukung keberlanjutan sektor tambang, tetapi juga memperkuat peran perbankan syariah dalam mendukung sektor riil.
Terakhir, implementasi bullion bank perlu stakeholder-engagement para pihak untuk meningkatkan kepercayaan dan integrasi teknologi untuk mendukung sistem penyimpanan dan perdagangan berbasis emas oleh perbankan syariah yang efisien dan berkelanjutan.
***
*) Oleh : Abdillah U. Djawahir, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Raden Rahmat, Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |