TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Momentum peringatan Haul dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, yang bersamaan dengan Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama, merupakan peristiwa bersejarah yang menandai perjalanan panjang dua institusi penting dalam sejarah Islam di Indonesia.
Acara yang diadakan di are Pondok Pesantren Nurul Jadid ini bukan sekadar peringatan seremonial, melainkan sebuah pengingat mendalam akan akar sejarah, nilai-nilai perjuangan, serta komitmen terhadap Islam rahmatan lil alamin yang diwariskan oleh para pendiri.
Kedua momen ini menjadi kesempatan untuk merefleksikan perjalanan dan kiprah pesantren serta organisasi terbesar di Indonesia dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
Pondok Pesantren Nurul Jadid, yang berdiri sejak 1948, telah menjadi salah satu mercusuar pendidikan Islam di Indonesia. Dengan mengusung prinsip integrasi antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum, pesantren ini menjadi bukti konkret bagaimana tradisi Islam dapat selaras dengan perkembangan zaman.
Pendirian Pondok Pesantren Nurul Jadid tak lepas dari semangat jihad pendidikan yang dimiliki oleh para pendirinya, seperti KH. Zaini Mun’im dan para masyayikh lainnya. Di tengah masa-masa sulit pasca-kemerdekaan, pendirian pesantren ini menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat akan lembaga pendidikan yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga pemimpin bangsa.
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Nurul Jadid tak hanya dikenal sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga pusat dakwah dan pengabdian masyarakat. Pesantren ini mengembangkan berbagai program pendidikan mulai dari madrasah diniyah hingga perguruan tinggi, serta berbagai program sosial yang menjawab kebutuhan umat.
Salah satu ciri khas dari pesantren ini adalah kemampuannya dalam menjaga nilai-nilai tradisional Islam sekaligus membuka ruang untuk dialog dengan modernitas. Hal ini terlihat dari keberhasilan Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar dan dakwah, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keislaman.
Peringatan haul dan harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid tahun ini juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Haul adalah momentum untuk mengenang jasa dan perjuangan para pendiri pesantren.
Dalam tradisi pesantren, haul bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga ajang untuk meneladani perjuangan para pendahulu, memperkuat ukhuwah islamiyah, dan memperbaharui komitmen terhadap perjuangan keumatan. Di sisi lain, harlah merupakan refleksi atas pencapaian-pencapaian yang telah diraih, sekaligus momentum untuk merumuskan langkah-langkah strategis di masa depan.
Sementara itu, Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama yang diperingati bersamaan dengan acara ini menjadi pengingat atas peran besar NU dalam sejarah Islam dan bangsa Indonesia. Berdiri pada 1926, Nahdlatul Ulama lahir dari kegelisahan para ulama terhadap tantangan zaman, terutama terkait ancaman terhadap tradisi keislaman Ahlussunnah wal Jamaah.
Dengan komitmen terhadap moderasi Islam dan semangat kebangsaan, NU menjadi kekuatan besar yang tidak hanya menjaga tradisi keislaman, tetapi juga memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Peran NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tak bisa dilepaskan dari sejarah panjangnya. Dari perjuangan kemerdekaan hingga penguatan nilai-nilai Pancasila, NU selalu berada di garis depan. NU juga menjadi organisasi yang mampu menjembatani antara tradisi Islam dan realitas sosial modern.
Dalam hal ini, NU telah membuktikan bahwa Islam bukan hanya agama yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan solusi konkret bagi berbagai persoalan kehidupan.
Kedua peringatan ini, haul dan harlah, menjadi simbol kesinambungan perjuangan ulama dan santri dalam menjaga nilai-nilai keislaman, pendidikan, dan kebangsaan.
Dalam konteks ini, Kecamatan Paiton, sebagai tempat berlangsungnya acara, menjadi saksi atas sinergi antara dua kekuatan besar: pesantren sebagai pusat pendidikan Islam dan NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Sinergi ini menjadi simbol bagaimana tradisi pesantren dan NU mampu berjalan beriringan dalam menghadapi tantangan zaman.
Acara ini juga menjadi refleksi atas tantangan yang dihadapi oleh pesantren dan NU di era modern. Di tengah arus globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial yang begitu cepat, pesantren dan NU dituntut untuk mampu beradaptasi tanpa kehilangan identitasnya.
Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana mempertahankan nilai-nilai tradisional yang menjadi akar pesantren dan NU, sembari membuka diri terhadap perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Di sisi lain, peringatan ini juga mengingatkan akan pentingnya pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Pendidikan di pesantren seperti Pondok Pesantren Nurul Jadid harus mampu mencetak generasi yang tidak hanya paham agama, tetapi juga memiliki wawasan luas dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Di sinilah pentingnya inovasi dalam kurikulum pendidikan pesantren, sehingga lulusan pesantren mampu bersaing di dunia global tanpa kehilangan identitas keislamannya.
Peringatan Harlah NU ke-102 juga menjadi pengingat akan peran besar NU dalam menjaga moderasi Islam di Indonesia. Di tengah ancaman radikalisme dan intoleransi, NU memiliki tanggung jawab besar untuk terus menyuarakan Islam yang ramah, inklusif, dan cinta damai.
Dalam hal ini, Pondok Pesantren Nurul Jadid memiliki peran strategis sebagai benteng pertama dalam menanamkan nilai-nilai moderasi Islam kepada generasi muda.
Momentum haul dan harlah ini juga menjadi ajang untuk memperkuat ukhuwah islamiyah, baik di kalangan warga NU maupun masyarakat umum. Peringatan yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat ini menjadi bukti bahwa pesantren dan NU tidak pernah kehilangan relevansinya di tengah masyarakat. Acara ini juga menjadi simbol bagaimana Islam, melalui pesantren dan NU, mampu menjadi perekat sosial yang mempersatukan berbagai lapisan masyarakat.
Selain itu, acara ini juga mengingatkan pentingnya kontribusi nyata pesantren dan NU dalam pembangunan bangsa. Di tengah berbagai tantangan sosial, seperti kemiskinan, ketimpangan pendidikan, dan masalah lingkungan, pesantren dan NU dituntut untuk terus memberikan solusi konkret.
Pondok Pesantren Nurul Jadid, dengan berbagai program pengabdiannya, menjadi contoh bagaimana lembaga pendidikan Islam dapat berkontribusi langsung dalam pemberdayaan masyarakat.
Haul dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid serta Harlah ke-102 NU di Paiton juga menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara pesantren, NU, dan pemerintah. Dalam konteks pembangunan bangsa, kerja sama antara ketiganya menjadi kunci untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada.
Pesantren dan NU, dengan jaringannya yang luas, memiliki potensi besar untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam berbagai program pembangunan, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi.
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis ingin kembali mengatakan bahwa peringatan ini bukan hanya perayaan seremonial, tetapi juga ajang refleksi, konsolidasi, dan inovasi. Haul dan harlah ini menjadi pengingat bahwa pesantren dan NU memiliki tanggung jawab besar untuk terus menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.
Melalui momentum ini, diharapkan lahir generasi baru yang tidak hanya memiliki pemahaman agama yang kuat, tetapi juga mampu memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan dunia. Dengan demikian, pesantren dan NU akan tetap menjadi pilar utama dalam membangun peradaban Islam yang berkemajuan.
Selamat Haul dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid dan Harlah Nahdlatul Ulama ke-102
***
*) Oleh : Abdur Rahmad, Alumnus PP Nurul Jadid dan Pengurus PC PMII Probolinggo.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |