https://jatim.times.co.id/
Opini

Korupsi Digitalisasi Pendidikan

Kamis, 29 Mei 2025 - 12:32
Korupsi Digitalisasi Pendidikan Aris Setiawan, M.Pd., Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Urwatul Wutsqo Jombang.

TIMES JATIM, JOMBANG – Dalam beberapa tahun terakhir, wacana digitalisasi pendidikan menggema di berbagai ruang publik. Pemerintah menggelontorkan anggaran besar untuk menopang transformasi pendidikan berbasis teknologi. 

Dari penyediaan perangkat keras dan lunak hingga pelatihan guru, semuanya dibungkus dalam narasi mulia: menyongsong masa depan pendidikan Indonesia yang adaptif terhadap perkembangan zaman. 

Kabar terbaru dari Kejaksaan Agung menyiramkan air keras pada semangat tersebut: dugaan korupsi dalam pengadaan teknologi pendidikan periode 2019–2023 dengan potensi kerugian negara mencapai Rp9,9 triliun.

Sebagai praktisi pendidikan, saya tidak bisa hanya diam menyaksikan bagaimana impian besar itu berubah menjadi ladang bancakan. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan digital ternyata lebih banyak "disedot" oleh segelintir pihak demi kepentingan pribadi. 

Ini bukan hanya soal kerugian materi, tapi juga kerusakan sistemik yang kembali mencederai kepercayaan publik terhadap upaya reformasi pendidikan.

Narasi digitalisasi semestinya menjadi peluang untuk menjembatani kesenjangan pendidikan, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Namun, kenyataannya banyak sekolah yang menerima perangkat teknologi tanpa ada dukungan infrastruktur dasar seperti listrik atau koneksi internet. 

Tak jarang pula perangkat yang dikirimkan tidak sesuai spesifikasi, tidak berfungsi optimal, atau bahkan hanya menjadi barang pajangan di ruang kepala sekolah. Guru-guru yang seharusnya dilatih untuk menggunakan perangkat tersebut secara maksimal, justru dibiarkan kebingungan dengan alat-alat baru yang tak pernah dijelaskan kegunaannya secara konkret.

Lebih tragis lagi, pandemi COVID-19 yang seharusnya menjadi momen introspeksi untuk membenahi sistem pendidikan justru dimanfaatkan sebagai celah pembenaran untuk belanja besar-besaran.

Di tengah kepanikan akan ketertinggalan pembelajaran, pengadaan dilakukan dengan tergesa-gesa, sering kali tanpa kajian kebutuhan yang matang. 

Akibatnya, banyak proyek digitalisasi yang tidak berdampak nyata pada peningkatan kualitas belajar siswa. Yang diuntungkan hanyalah penyedia dan oknum-oknum yang bersekongkol di balik meja.

Ironisnya, praktik semacam ini terus berulang. Setiap rezim punya jargon baru, punya proyek andalan, namun ujungnya tetap sama: pendidikan menjadi ladang empuk untuk meraup keuntungan pribadi. 

Hal ini menandakan ada yang keliru dalam tata kelola anggaran pendidikan kita. Transparansi dan akuntabilitas bukan sekadar jargon, tapi harus diwujudkan dalam sistem pengawasan yang ketat, partisipatif, dan terbuka bagi publik.

Sudah saatnya pengadaan dalam sektor pendidikan tidak hanya dinilai dari serapan anggaran, tetapi dari sejauh mana proyek tersebut berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. 

Pemerintah harus mulai mendengar suara dari lapangan, dari guru, siswa, kepala sekolah, hingga masyarakat. Jangan jadikan digitalisasi sebagai alat pemoles laporan, sementara praktik di lapangan jauh dari ideal.

Kasus ini harus menjadi momentum evaluasi total terhadap proyek-proyek digitalisasi pendidikan. Kita tidak boleh lagi terjebak pada romantisme inovasi yang ternyata hanya kamuflase untuk kepentingan tertentu. Jika tidak ada pembenahan menyeluruh, maka proyek serupa akan terus terulang dengan nama dan bentuk yang berbeda.

Pendidikan adalah hak dasar dan masa depan bangsa. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan dengan sepenuh hati dan pikiran. Korupsi dalam pendidikan bukan hanya kejahatan hukum, tapi juga kejahatan moral terhadap jutaan anak bangsa yang berharap bisa belajar lebih baik.

***

*) Oleh : Aris Setiawan, M.Pd., Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Urwatul Wutsqo Jombang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

_______
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.