TIMES JATIM, BOGOR – Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan tindakan anarkis beberapa siswa yang mengeroyok salah seorang gurunya di ruang kelas. Dalam video yang tersebar luas di jagat maya memperlihatkan seorang siswa memukul sang guru sementara dua lainnya memegang tangannya.
Kejadikan tersebut mencerminkan bahwa dunia pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Penganiayaan terhadap guru menjadi hal yang wajar bagi siswa di era kemajuan teknologi ini mengingat tindakan serupa sering kali terjadi sebelumnya. Tentu saja ini sangat memilukan dan menambah catatan buruk bagi dunia pendidikan kita.
Para pelajar yang diharapkan menjadi penerus bangsa kini sedang menghadapi tantangan serius dalam hal menjunjung tinggi nilai-nilai karakter. Nilai-nilai moral sudah mulai luntur di kalangan generasi muda.
Hal ini tampak dari berbagai perilaku negatif seperti penggunaan narkoba, minum-minuman keras, judi online, seks bebas, penipuan, tawuran antarpelajar, mengambil barang orang tua tanpa izin, hilangnya rasa hormat terhadap yang lebih tua dan berbagai tindakan lain yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur pendidikan itu sendiri.
Karena itu, maraknya kasus penganiayaan yang dilakukan murid terhadap gurunya harus menjadi perhatian serius dari berbagai pihak dan tentu saja perlu dicarikan solusinya. Jangan sampai kasus serupa terjadi di kemudian hari. Jika ini terus terulang, maka akan berdampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Aktor Pendidikan Karakter
Kita semua sepakat bahwa pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun karakter generasi penerus bangsa. Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir, dunia pendidikan Indonesia mengalami persoalan serius terutama dalam hal pendidikan karakter. Berbagai tindakan kekerasan yang melibatkan pelajar menjadi bukti kegagalan pendidikan kita dalam membangun akhlak atau karakter siswa.
Kemerosotan moral di kalangan generasi muda tak bisa dianggap remeh. Dalam konteks ini, paling tidak ada dua aktor penting dalam pembentukan karakter anak.
Pertama, orang tua. Keluarga menjadi sekolah pertama bagi anak dan dari sanalah akan lahir generasi bangsa yang unggul dan berakhlak mulia. Dengan ungkapan lain, kehidupan keluarga sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam mendidik anak-anaknya.
Dalam hal ini, Apria Sanri (2023) menegaskan, keluarga merupakan penanggung jawab utama terhadap pendidikan anak, baik pendidikan akhlak maupun kepribadiannya.
Penanaman karakter dalam keluarga harus dilakukan dengan penuh keteladanan. Orang tua perlu memberikan contoh-contoh baik di rumah. Misalnya, di rumah anak-anak harus dibiasakan dan diajak shalat berjamaah, mengaji, meminta maaf jika salah, orang tua tidak memukul anak saat melakukan kesalahan dan mengajari mereka untuk menghormati orang yang lebih tua.
Kedua, peran guru. Sebagaimana orang tua, guru juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik karakter siswa. Guru merupakan orang tua kedua yang berperan sebagai teladan dan fasilitator dalam pembentukan karakter.
Menurut Jamal Wahab (2022), guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar. Guru adalah orang tua siswa dalam lingkungan sekolah. Maka peran guru begitu berarti dalam membentuk kepribadian peserta didik di luar dari pengaruh lingkungannya.
Penanaman karkter di sekolah dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Pembentukan karakter dapat dikembangkan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan (uswah) dan pengkondisian di mana semua itu dikaitkan dengan pendidikan karakter dalam pembelajaran.
Dengan demikian, orang tua dan guru merupakan aktor utama dalam pendidikan karakter. Keduanya perlu berjamaah dalam mendidik dan menanamkan nilai-nilai karakter sehingga di masa mendatang akan lahir generasi-generasi bangsa yang cerdas, berwawasan luas dan berakhlak mulia.
***
*) Oleh : Azwar Anas, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |