TIMES JATIM, JAKARTA – Agama dan semua lembaga yang terkait dengannya seperti Kementerian Agama (Kemenag) tidak hanya eksis di wilayah yang abstrak normatif, tetapi secara kongkrit menjadi bagian penting dalam pusaran peradaban Indonesia.
Agama tidak hanya menawarkan konsep dalam isu-isu besar pembangunan, tapi terlibat secara praksis menangani isu-isu tersebut. Terkait isu tentang transformasi sosial dan pengentasan kemiskinan misalnya, agama, khususnya Islam, punya konsep yang kongkrit dan solutif, yaitu konsep keuangan sosial atau filantropi Islam.
Ekosistem filantropi Islam ini telah mapan walau dengan keharusan pengembangan di sana sini. Dalam era dimana semua kebijakan dan kegiatan semakin berbasis data, maka pembenahan sistem pengelolaan data menjadi prasyarat utama kemajuan ekosistem filantropi Islam.
Peran Stategis Data dalam Pembangunan Nasional
Data Keagamaan sangat bervariasi. Data meliputi antara lain: data jumlah penganut agama, data tempat ibadat (lokasi dan kondisinya), data jumlah kitab suci dari setiap agama, data ulama dan pemimpin agama (imam Islam, pastor Katolik, pendeta Protestan, bikkhu Budha, pemangku/pinandita Hindu), data penyuluh agama, data KUA, data perkawinan, data lembaga pendidikan agama dan keagamaan, lembaga diklat, data siswa dan guru di lembaga pendidikan agama dan keagamaan, dan data pegawai di Kemenag.
Selain itu, ada data haji dan umroh yang meliputi jumlah jemaah haji dan umroh, daftar tunggu haji, data jemaah haji reguler dan haji khusus (haji plus dan haji furoda), data biaya dan dana haji, data petugas pengelola haji terdiri dari beberapa tim, di antaranya: Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).
Kemudian data terkait zakat, infak, sedekah (ZIS) dan sosial keagamaan lainnya (DSKL) serta data BAZNAS dan Amil BAZNAS, data Lembaga Amil Zakat (LAZ), data penerima zakat (Mustahik), data wakaf berdasarkan jenis barang (Wakaf tunai, Wakaf tanah, Wakaf bangunan, Wakaf sumber daya air, Wakaf aset keuangan, Wakaf pendidikan, Wakaf sumber daya alam, Wakaf perdagangan) dan masih banyak lagi.
Semua data itu berkontribusi besar bagi pembangunan bidang keagamaan dan pembangunan nasional. Data tentang infrastruktur keagamaan seperti rumah ibadat dan sekolah dapat membantu pemerintah menyusun program pembangunan dan alokasi anggaran secara tepat, adil dan merata.
Data terkait SDM seperti guru, siswa, penyuluh agama dan pegawai Kemenag akan membantu pemerintah mengambil kebijakan dan menyusun program pelatihan, termasuk alokasi anggaran beasiswa bagi siswa yang kurang mampu.
Data terkait ibadah haji dapat membantu pemerintah merancang kebijakaan terkait perbaikan penyelenggaran ibadah haji, mulai dari tahap persiapan hingga tahap pelaksanaannya. Termasuk, upaya menyediakan asrama haji, fasilitas penunjang, tenaga kesehatan, termasuk menetapkan jalur embarkasi pemberangkatan dan pemulangan jemaah.
Data terkait ZIS dan DSKL akan memudahkan pemerintah untuk membuat kebijakan dan koordinasi antar kemterian dan lembaga (K/L) dalam menegentaskan kemiskinan dan pemberdayaan UMKM.
Koordinasi dan kolobarasi antara pengelola ZIS dan DSKL dengan K/L terkait akan mendorong percepatan penyelesaian masalah kemiskinan, pengangguran dan peninngkatan produktivitas, terutama di sektor UMKM sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara sosial-budaya, data penyebaran pemeluk agama, lokasi dan kondisi rumah ibadat, dapat membantu pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat terkait ijin pembangunan rumah ibadah dan program pembinaan moderasi beragama, dialog antaragama, dan kerja sama lintas agama.
Melalui program-program tersebut pemerintah dapat mencegah konflik horisontal berbasis SARA sekaligus menciptakan kohesitas dan harmoni sosial.
Data haji, umroh, wakaf, dan zakat sebagai sumber daya ekonomi potensial State of Global IslamicEconomy (SGIE) 2023 melaporkan potensi ekonomi syariah dan ekosistem filantropi Islam di Indonesia sangat besar, kontribusi sebesar 71 persen terhadap ProdukDomestik Bruto (PDB) nasional.
Laporan tersebut diteguhkan oleh data Kemenkeu yang menyebutkan bahwa potensi perputaran uang dalam ekosistem haji dan umrah diprediksi meningkat dari Rp65 triliun pada 2023 menjadi Rp194 triliun pada 2030.
Sementara itu, wesite bpkh.go.id mengungkapkan dana haji dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada tahun 2003 mencapai Rp166,7 triliun, naik dari Rp166,5 triliun, tahun 2022.
Ekosistem filantropi Islam yang terbentuk oleh ZIS dan DSKL pun memiliki potensi ekonomi yang dahsyat.
Buku Outlook Zakat 2025 menyebutkkan bahwa pengumpulan zakat secara nasional tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp41 triliun, naik dari Rp 33 triliun pada tahun 2023.
Peningkatan ini sejalan dengan penguatan sistem pengelolaan zakat berbasis digital dan kolaborasi yang semakin erat antara BAZNAS, Lembaga Amil Zakat (LAZ), serta pelaku sektor usaha, termasuk BUMN dan BUMD.
Diprediksi pada 5 hingga 10 tahun mendatang kontribusi filantropi Islam dalam pembangunan nasional bisa mencapai di atas Rp100 triliun.
Data Wakaf untuk Pengelolaan Aset Produktif
Kemenag juga sangat berkepetingan dengan data tentang wakaf. Itu sebabnya Kemenag selalu mencatat data wakaf di Indonesia. Data terbaru menyebutkan jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 440.500 titik, dengan luas lebih dari 57.200 hektare.
Pertumbuhan aset wakaf tahunan cukup menjajikan yaitu mencapai 6 persen dengan 4 persen di antaranya dialokasikan untuk wakaf produktif.
Disebutkan pula, potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai Rp194 trilun. Namun, potensi itu belum digali secara optimla karena hingga Oktober 2023 tercatat aset wakaf uang yang baru mencapai Rp2,23 triliun.
Data Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi
Data zakat pun sangat penting bagi Kemenag. Data tersebut membantu Kemenag untuk berkontribusi dalam program nasional mengentaskan kemiskinan dan melakukan pemberdayaan ekonomi, khususnya yang digiatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Di sisi lain zakat dapat berperan dalam mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial. Zakat juga dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Buku Outlook Zakat 2025 juga mengungkapkan sejak BAZNAS didirikan pada tahin 2001, hingga tahun 2022, dana zakat telah didistribsukan kepada 46 juta mustahik. Buku itu juga menyebutkan bahwa pada tahun 2022, BAZNAS dan pengelola zakat lainnya telah membantu 463.154 mustahik fakir miskin.
Selanjutnya, pada tahun 2023, BAZNAS telah mengentaskan kemiskinan sebanyak 577,138 jiwa dengan 321,757 di antaranya berasal dari zona miskin ekstrem. Angka ini memberikan kontribusi sebesar 2,28 persen terhadap pengentasan kemiskinan nasional (Maret 2024) sebesar 25,90 juta jiwa.
Sementara itu, Laznas Mandiri Amal Insani (MAI) mencatat, pada tahun 2023, dana ZIS telah disalurkan kepada 204.705 penerima manfaat tersebar di 29 provinsi dan terdistribusi ke 44.137 yatim dhuafa, 47 bedah rumah dhuafa, 212 ekonomi pesantren, 1.500 pemberdayaan UMKM, 40 pemberdayaan desa serta mendukung melahirkan generasi emas 2045 melalui beasiswa rutin dan non rutin 15.854 siswa (Bdk. SindoNews,18 Agustus 2024).
Tantangan dan Solusi
Tantangan yang dihadapi Kemenag berkenaan dengan data adalah sistem manajemen data yang belum optimal.
Tantangan meliputi kualitas data yang masih rendah akibat pengambilan data dengan metodologi yang tidak tepat, dan tidak lengkap. Juga karena kesalahan entri data, duplikasi data secara tak disengaja karena menginput data yang sama ke dalam format yang berbeda.
Masalah ini terjadi karena komptensi SDM di Kemenag dalam pemanfaatan teknologi digital masih belum optimal. Karena berbagai alasan, masih banyak pegawai di lingkungan Kemenag yang belum terampil menggunakan teknologi digital.
Tantangan berikutnya adalah masalah kepemilikan data. Data yang ada di unit-unit Kemenag melibatkan informasi mengenai umat/warga negara secara individu. Artinya, data pribadi berserakan di seluruh lini layanan publik Kemenag. Sebut saja siswa madrasah, jemaah haji, umrah, nikah yang merujuk ke data pribadi.
Tak mudah mengelola data pribadi yang begitu banyak di setiap satuan kerja Kemenag. Apalagi bila unit kerja, tidak didukung oleh petugas yang berkompeten dan teknologi/perangkat kerja digital terkini. Akibatnya, banyak data yang disimpan dalam USB flash drive yang mudah rusak atau hilang.
Selain itu masih terdapat ketidaksetaraan sistem keamanan antara data center dan sistem penunjang lainnya. Akibatnya sering terjadi software vulnerability yaitu adanya bug karena sistem security yang tidak update, atau dijebol oleh hacker.
Tantangan berikutnya adalah integritas data. Ini adalah masalah yang dapat muncul akibat metodologi pengambilan data yang tidak tepat, kesalahan entri, dan sistem penyimpan data yang tidak standar.
Berikutnya adalah tantangan kecepatan data yang disebabkan perangkat komputer yang tidak perform dan jaringan internet yang lamban. Tantangan ini biasanya berimbas pada pada kualitas data, keamanan, dan pembengkakan biaya.
Selain itu, Kemenag juga berhadapan dengan masalah integrasi data karena sistem satu data belum terwujud. Dampak lanjutan dari berbagai data di atas adalah data Kemenag belum memenuhi prinsip data terbuka dimana data selalu teresdia, diakses, dan digunakan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Lalu, bagaimana solusi untuk berbagai tantangan tersebut?
Solusi yang dapat diambil terkait SDM adalah melakukan perekrutan tenaga yang berkompeten atau melakukan pelatihan bagi yang belum cukup komptensinya.
Selanjutnya, Kemenag perlu melakukan pogram pengadaan perangkat kerja dengan kapasitas dan software yang sesuai dengan kebutuhan untuk pengolaan data, termasuk untuk menjamin keamanan data.
Solusi untuk mengatasi masalah integritas data adalah menerapkan langkah-langkah proaktif seperti menggunakan metode pengambilan yang lebih tepat, memvalidasi data, mencegah kesalahan mengentri data, melindungi data dari aksi kejahatan siber, data meduplikasi data di berbagai server atau lokasi untuk mencegah kerugian total.
Lalu, untuk memastikan data memenuhi prinsip data terbuka, Kemenag perlu segera merampungkan sistem sata data Kemenag dan melengkapinya dengan infrastruktur jaringan (internet) dengan kecepatan yang tinggi.
Jadi, data keagamaan yang dikelola secara optimal dan terintegrasi dalam sistem satu data serta memenuhi prinsip data terbuka akan sangat bermanfaat karena dapat dijadikan sebagai basis pengambilan kebijakan/keputusan untuk memajukan ekonomi dan sosial bangsa Indonesia.
***
*) Oleh : Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, dan Pelaku Industri TI.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |