https://jatim.times.co.id/
Berita

Halaqah Ulama dan Umaro di Demak Bahas Optimalisasi Peran Pesantren dalam Jaminan Produk Halal

Senin, 26 Agustus 2019 - 23:48
Halaqah Ulama dan Umaro di Demak Bahas Optimalisasi Peran Pesantren dalam Jaminan Produk Halal Halaqah Ulama dan Umaro di Demak saat membahas Optimalisasi Peran Pesantren dalam Jaminan Produk Halal (FOTO: Istimewa)

TIMES JATIM, DEMAK – Guna membahas Optimalisasi Peran Pesantren dalam Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BJPH) kembali mengadakan dialog antara ulama dan umara di Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak Jawa Tengah.

Kegiatan yang digelar pada Sabtu (24/8/2019) ini sukses terselenggara berkat kerjasama antara Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (PMK), bersama Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak.

Halaqah ini hadir untuk mendiskusikan peran pesantren dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) yang akan diberlakukan secara mandatory atau wajib di Indonesia.

Secara khusus, diskusi tersebut mengangkat topik bahasan optimalisasi peran pesantren dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul melalui Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di lingkungan pondok pesantren.

Kegiatan itu dibuka oleh pengasuh Ponpes Futuhiyyah KH Muhammad Hanif Muslich, Lc. Dalam sambutannya, ia menjelaskan payung hukum Jaminan Produk Halal tersebut yakni Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

"Aturan ini perlu disosialisasikan lebih luas lagi kepada masyarakat.Masyarakat dan umat Islam khususnya sangat berharap produk yang kita makan setiap hari adalah produk yang halalan thoyyiban, bahkan halalan thoyyiban dan juga mubarokan." ujar KH Muhammad Hanif Muslich LC.

Dia menegaskan, pentingnya kebutuhan akan jaminan produk halal mengingat kekhawatiran akan kehalalan produk khususnya makanan serta minuman yang beredar di masyarakat.

"Jaminan produk halal sebagai amanat Undang-undang (UU JPH) wajib kita dorong. Sehingga masyarakat kita ini mengkonsumsi produk yang benar-benar halalan thoyyiban dan juga mubarokan.” ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala BPJPH, Sukoso. Menurutnya, lahirnya sertifikasi halal di Indonesia yang memang berangkat dari kebutuhan jaminan halal yang sangat diperlukan oleh masyarakat kala itu.

"Dengan lahirnya UU JPH pada 17 Oktober 2014, maka pemerintah hadir untuk memberikan kepastian hukum jaminan produk halal di Indonesia," jelasnya.

Dikatakannya, bahwa penyelenggaraan JPH bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk dalam kehidupan sehari-hari.

UU JPH itu sendiri sejatinya, dijelaskan oleh Kepala Pusat Sertifikasi dan Registrasi Halal BPJPH Mastuki, merupakan salah satu perwujudan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dalam UUD 1945 yang mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.  

Lebih lanjut, Mastuki menerangkan bahwa di samping bertujuan untuk perlindungan, penyelenggaraan JPH juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.

“Dengan adanya label halal yang menandakan bahwa produk tersebut memenuhi standar halal, maka produk tersebut memiliki nilai tambah. Nilai tambah tersebut penting karena sebagai plus-value tentu memperkuat daya saing produk dalam perdagangan global yang kompetitif sekarang ini”. imbuhnya.

BPJPH sesuai UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal memiliki kewenangan untuk melakukan: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk; d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal; f. melakukan akreditasi terhadap LPH; g. melakukan registrasi Auditor Halal; h. melakukan pengawasan terhadap JPH; i. melakukan pembinaan Auditor Halal; dan j. melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

Pentingnya penyelenggaraan JPH ini menuntut keterlibatan bahnyak pihak. UU JPH sendiri mengamanatkan bahwa penyelenggaraan JPH setidaknya melibatkan BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketiganya memiliki peran vital yang saling berkaitan satu sama lainnya.

“MUI memiliki kewenangan yang sangat penting dalam penyelenggaraan JPH, yaitu dalam hal penetapan fatwa kehalalan produk, sertifkasi auditor halal dan akreditasi LPH.” terangnya.  

Mastuki menjelaskan pula bahwa LPH merupakan lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. LPH dapat didirikan oleh pemerintah atau oleh masyarakat.

Untuk mendirikan LPH, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; b. memiliki akreditasi dari BPJPH; c. memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium. Sedangkan LPH yang didirikan oleh masyarakat, maka LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum.

Terkait dengan hal ini, Mastuki mengatakan bahwa pesantren memiliki potensi yang perlu dioptimalkan guna mendorong terselenggaranya JPH dengan baik.

Dengan sejumlah potensi termasuk SDM yang dimiliki, pesantren dapat mengoptimalkan perannya dengan mendirikan Pusat Kajian Halal dan LPH.

Sejalan hal ini, Kyai Hanif juga berharap agar di Jawa Tengah setidaknya ada sepuluh LPH yang didirikan oleh pesantren.

“Kami berharap setelah ini ada hasil dari pertemuan ini, minimal di Jateng ada sepuluh LPH dari pesantren, dan sepuluh juga LPH di Jatim, mungkin juga ada sepuluh di Jabar.” harapnya. 

Mantan Rektor UIN Malang, Imam Suprayoga juga sepakat dengan hal itu. Menurutnya, pesantren juga memiliki peluang strategis untuk menjadi Pusat Kajian Halal atau Halal Center.

Pesantren dengan posisi dan kiprahnya sebagai rujukan di tengah masyarakat tentu juga dapat berperan dalam pembinaan masyarakat dalam membangun sadar halal atau kesadaran akan pentingnya standar halal dalam kehidupan sehari-hari.  

Imam juga mengatakan bahwa kiprah pesantren dalam JPH dengan mendirikan LPH atau Pusat Kajian Halal merupakan gagasan yang tentu disambut baik oleh para ulama.

“Sangat setuju. Para kyai pasti bisa. Hanya saja kapan dimulai dilaksanakannya. Saya yakin ini akan menjadi hal yang luar biasa dan ummat menjadi lebih mantab dengan hal ini. Apalagi halal memang sudah mendunia. Dan halal membuka lapangan pekerjaan yang sangat luar biasa.” tegasnya.

Sementara itu Assiten Deputi Pembinaan Umat Beragama Kementerian PMK Sahlan Masduki Syamhudi menyatakan bahwa lahirnya UU dan PP JPH (Peraturan Pemerintah Nomor 31 tentang Pelaksanaan UU JPH) adalah momentum bagi pesantren untuk membangun bangsa melalui JPH ini.

Implementasi JPH ini menjadi sangat penting dan strategis. Masa peralihan ini BPJPH menjadi perhatian utama pemerintah. Terkait hal itu ada tantangan besar karena perlu ada ketersediaan LPH dan auditor yang tersertifikasi MUI di setiap kabupaten/kota. Dalam hal ini ulama dan kyai dapat berperan.

Sahlan juga neyatakan bahwa pihaknya berharap agar MUI di pusat atau daerah segera mempublikasikan kisi-kisi muatan standar uji kompetensi calon auditor halal.

"Di samping itu juga menyiapkan asesor, instruktur, untuk memberikan materi pelatihan calon auditor halal dan diklat yang diselenggarakan BPJPH dan MUI yang bekerjasama dengan perguruan tinggi, ormas-ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan lain-lain dan bekerjasama dengan lembaga perguruan tinggi yang memiliki peralatan dan SDM," bebernya gamblang.

Terkait dengan pendirian LPH, Sahlan juga mengatakan agar Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH segera publikasi tentang  persyaratan pendirian LPH dan auditor halal untuk disampaikan kepada K/L terkait dan juga masyarakat termasuk pesantren, serta bersama MUI mengadakan diklat calon auditor halal dengan melibatkan ormas dan perguruan tinggi. (*)

Pewarta : Binar Gumilang
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.