TIMES JATIM – Permasalahan terkait pelayanan kesehatan di Kota Pahlawan masih menjadi sorotan DPRD Surabaya. Salah satunya akses BPJS Kesehatan yang belum banyak bermitra dengan Rumah Sakit (RS) Swasta.
Anggota Komisi D, dr. Michael Leksodimulyo mengatakan, banyak RS Swasta besar memiliki keinginan untuk bermitra, namun terhambat oleh persyaratan BPJS yang dianggap rumit.
"Salah satunya implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang menyebutkan adanya persyaratan detail terkait kamar kelas 3, termasuk ventilasi, yang dikhawatirkan dapat membuat banyak rumah sakit mitra BPJS saat ini mengundurkan diri karena ketidaksesuaian fasilitas," ungkapnya usai menggelar pertemuan dengan BPJS Kesehatan Cabang Surabaya dan RS Swasta setempat, Kamis (8/5/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa Kepala BPJS Kesehatan Surabaya mengakui belum memiliki regulasi yang tepat terkait KRIS.
"Jika KRIS ini diberlakukan, banyak rumah sakit mitra BPJS bisa mengundurkan diri dan banyak pasien ditolak karena ketersediaan kamar yang tidak sesuai," jelasnya.
Oleh karena itu, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menekankan adanya kebijakan BPJS Kesehatan yang fleksibel dengan mempertimbangkan kemampuan rumah sakit, agar masyarakat dapat segera mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan terdekat.
"Dalam pertemuan tadi disepakati bahwa kasus-kasus gawat darurat wajib ditangani dan biayanya ditanggung oleh BPJS, terlepas dari status kerja sama rumah sakit," ungkap Michael.
Lebih lanjut, kalau masih ada RS Swasta yang menolak masyarakat dengan alasan tidak bekerjasama dengan BPJS, pihaknya akan turun tangan menuntut pertanggungjawaban kepada BPJS.
"Kami akan menampung keluhan itu dan menuntut pertanggungjawaban kepada BPJS. Datang saja ke Komisi D atau menghubungi hotline kami di 08510678910," terangnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Hernina Agustin Arifin menjelaskan bahwa setiap rumah sakit yang ingin bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus melalui proses kredensialing atau penilaian.
"Kerja sama hanya dapat dilakukan jika rumah sakit memenuhi standar yang ditetapkan BPJS demi menjaga mutu pelayanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," jelasnya.
Tak hanya itu, Hernina juga menegaskan bahwa saat ini tidak ada kewajiban bagi RS Swasta untuk menjadi mitra BPJS. Kendati demikian, ia menyebut sudah ada 61 rumah sakit dan klinik utama yang bekerja sama dengan JKN di Surabaya.
Meski begitu, lanjutnya, terkait kasus gawat darurat, Hernina memastikan bahwa rumah sakit yang belum bekerja sama pun wajib melayani dan dapat mengajukan klaim ke BPJS.
"Jadi jangan khawatir untuk akses pelayanan di Kota Surabaya ini," ujarnya.
Ia menjelaskan prosedur JKN, dimana kasus non-gawat darurat harus melalui rujukan dari faskes primer dan tidak langsung ke UGD. Namun, untuk kasus gawat darurat, pasien dapat langsung menuju UGD rumah sakit mana pun, baik yang bekerja sama maupun tidak.
"Jika pasien gawat darurat dirawat inap di rumah sakit yang tidak bekerja sama, setelah kondisi stabil dan dapat dipindahkan, pasien akan dirujuk ke rumah sakit mitra BPJS untuk penanganan rawat inap yang ditanggung JKN," terangnya.
"Biaya penanganan di UGD untuk kasus gawat darurat tetap ditanggung BPJS, meskipun rumah sakit tersebut belum bermitra," kata Hernina. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |