TIMES JATIM, BANYUWANGI – Atas insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya pada, Rabu 2 Juli 2025 di Perairan Selat Bali, pejabat di PT Raputra Jaya perusahaan pemilik kapal, kini mendekam di Lapas Kelas IIA Banyuwangi.
Ialah Delnov Sihombing Nababan yang menjabat sebagai designated persons ashore (DPA) PT Raputra Jaya Cabang Banyuwangi. Diketahui Delnov sudah bermukim di balik jeruji besi sekitar tanggal 26 - 28 Agustus lalu.
"Kemarin sudah diserahkan ke Rumah Tahanan. Saya lupa persisnya kapan, antara tanggal 26 - 28 Agustus kalau tidak salah,” kata Plh Kepala KSOP Kelas III Tanjung Wangi Widodo, saat dikonfirmasi, Senin (1/9/2025).
Penahanan Delnov sebagai tersangka, telah tertuang dalam surat perintah penahanan yang diterbitkan kantor Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tanjung Wangi kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Perhubungan, tertanggal 25 Agustus 2025.
Sementara dalam surat tersebut, juga sudah diterangkan, bahwa penetapan Delnov sebagai tersangka telah dikeluarkan melalui Surat Ketetapan nomor AL.812/05/07/KSOP.TG.WI/2025 yang tertanggal 22 Agustus 2025.
“Ya surat penahanan tersebut benar diterbitkan oleh kami,” jelas Widodo.
Berdasarkan surat tersebut, pertimbangan penahanan Delnov harus dilakukan karena dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
Untuk proses penahanan juga berlangsung selama 20 hari terhitung mulai 25 Agustus hingga 13 September 2025, seperti yang tertera dalam isi surat perintah tersebut.
Delnov yang juga merupakan Wakil Kepala Cabang PT Raputra Jaya Cabang Banyuwangi itu dinilai bertanggung jawab atas insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.
Hal itu juga tertulis dalam surat perintah yang tertulis jelas dan berbunyi “Berdasarkan bukti yang cukup, diduga keras telah melakukan tindak pidana di bidang pelayaran sehubungan dengan perkara kecelakaan KMP TUNU PRATAMA JAYA GT.792 Berbendera Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 Ayat (3) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yaitu setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim yang mengakibatkan kematian seseorang. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |