TIMES JATIM, SURABAYA – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Komisariat Daerah III, yang meliputi Jawa Timur, Bali, dan NTB, mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis atau program MBG.
Desakan ini mencuat setelah muncul berbagai persoalan di lapangan, mulai dari kasus keracunan siswa hingga membengkaknya anggaran yang dikhawatirkan menekan sektor penting lain.
Ketua PMKRI KOMDA III, Olimpius Kurniawan atau akrab disapa Popin Kurniawan, menegaskan program yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan gizi anak bangsa justru menimbulkan polemik serius.
“Keracunan yang menimpa siswa akibat menu MBG adalah bukti nyata kelalaian pemerintah. Ini menyangkut nyawa generasi penerus bangsa, bukan sekadar proyek politik. Anggaran Jumbo, Kasus Keracunan Jadi Sorotan,” tegas Popin saat dikonfirmasi, Rabu (3/9/2025).
Kasus keracunan tercatat di berbagai daerah seperti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, hingga Sulawesi Tenggara.
Puluhan siswa dilaporkan mual dan muntah usai menyantap menu MBG. Bahkan, pengawasan BPOM menemukan makanan basi yang sempat disalurkan ke sekolah-sekolah. Hal ini memunculkan tanda tanya besar soal standar keamanan pangan dalam program nasional tersebut.
Selain soal teknis, PMKRI menyoroti anggaran jumbo program MBG. Pemerintah mengalokasikan Rp71 triliun pada APBN 2025, namun anggarannya diperkirakan bisa membengkak hingga Rp171 triliun. Bahkan, rencana penerapan penuh program ini pada 2026 disebut bakal menelan biaya hingga Rp335 triliun.
“Dana sebesar itu jelas berpotensi mengorbankan sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, maupun perlindungan sosial. Pemerintah harus berhitung cermat, jangan hanya mengejar popularitas, tetapi memastikan manfaat nyata bagi rakyat,” ujar mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga itu.
Menurut PMKRI, dana besar yang digelontorkan tidak sebanding dengan capaian di lapangan. Program ini dinilai lebih condong pada pencitraan politik ketimbang solusi konkret terhadap persoalan gizi dan stunting, khususnya di kawasan Indonesia Timur yang masih mencatat angka stunting tinggi.
“Karena itu, PMKRI mendorong pemerintah membuka ruang partisipasi lebih luas bagi masyarakat sipil, akademisi, hingga organisasi mahasiswa dalam proses evaluasi. Dengan begitu, pengawasan dapat lebih transparan sekaligus mencegah potensi penyalahgunaan anggaran,” ungkapnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PMKRI KOMDA III Desak Evaluasi Total Program MBG
Pewarta | : Rohmadi |
Editor | : Deasy Mayasari |