TIMES JATIM, MALANG – Polemik pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan urusan sipil kembali menuai kritik tajam. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Koordinator Wilayah Jawa Timur menegaskan penolakan terhadap praktik yang dinilai menyalahi prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.
Dalam pernyataan resminya, BEM Nusantara Jatim menilai keterlibatan TNI dalam penanganan unjuk rasa, penggusuran, hingga pengamanan proyek strategis nasional adalah langkah mundur reformasi.
“Konstitusi sudah jelas mengatur TNI sebagai alat pertahanan negara, bukan untuk mengurusi keamanan sipil. Penanganan keamanan dalam negeri adalah ranah Polri sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002,” tegas Koordinator Bem Nusantara Jawa Timur Helvin Rosiyanda Putra, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, pelibatan TNI tanpa dasar hukum yang kuat berpotensi membuka ruang pelanggaran HAM dan menghidupkan kembali praktik militerisme dalam kehidupan sipil.
Empat Tuntutan Utama BEM Nusantara Jatim:
1. Menghentikan segala bentuk pelibatan TNI dalam pengamanan sipil.
2. Mengembalikan TNI ke barak sesuai amanat reformasi 1998.
3. Memperkuat profesionalisme Polri dalam menjalankan fungsi keamanan dalam negeri.
4. Mendesak pemerintah dan DPR meninjau ulang kebijakan yang membuka ruang militerisme di ranah sipil.
BEM Nusantara menegaskan, reformasi 1998 adalah amanah rakyat untuk menciptakan institusi pertahanan dan keamanan yang profesional serta bebas dari campur tangan dalam urusan sipil.
“Keterlibatan militer dalam urusan sipil hanya akan merusak tatanan demokrasi dan memperbesar potensi penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Helvin.
BEM Nusantara Jatim juga mengajak mahasiswa, masyarakat sipil, dan organisasi pro-demokrasi untuk mengawal agenda reformasi sektor keamanan agar tidak kembali mengalami kemunduran. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |