TIMES JATIM, PACITAN – SMPN 1 Sudimoro, Kabupaten Pacitan, mengembangkan Ekstrakurikuler Batik sebagai upaya melestarikan budaya lokal sekaligus menumbuhkan jiwa kewirausahaan sejak dini di kalangan siswa.
Kegiatan ini rutin digelar dan menjadi salah satu program unggulan sekolah dalam bidang seni dan keterampilan.
Kepala SMPN 1 Sudimoro, Jaka Sumarsana, mengatakan bahwa ekstrakurikuler batik merupakan bentuk komitmen sekolah dalam mendukung potensi seni peserta didik. Menurutnya, batik tidak hanya bernilai estetika, tetapi juga memiliki makna budaya yang kuat bagi masyarakat Pacitan.
Hasil karya Shibori peserta didik SMPN 1 Sudimoro Pacitan pada kegiatan ekstrakurikuler batik. (FOTO: Yuanda Diea for TIMES Indonesia)
“Kami menyediakan wadah agar kreativitas siswa tersalurkan secara positif. Ekstrakurikuler batik ini tidak sekadar menggambar di atas kain, tetapi juga menjadi upaya melestarikan warisan leluhur, mengingat batik merupakan salah satu ciri khas Kabupaten Pacitan,” ujar Jaka, Selasa (23/12/2025).
Kegiatan ekstrakurikuler batik dilaksanakan secara rutin satu kali dalam sepekan. Para siswa dibekali pemahaman dasar tentang proses membatik, mulai dari pembuatan pola, teknik mencanting, pewarnaan, hingga tahap pelorodan atau pelepasan malam.
Selain batik tulis, siswa juga diperkenalkan dengan teknik shibori, yakni seni lipat dan celup yang dikembangkan sebagai variasi karya. Teknik ini dipadukan dengan sentuhan motif lokal untuk memperkaya hasil karya sekaligus memperluas wawasan siswa terhadap ragam teknik membatik.
Proses pewarnaan batik oleh peserta didik SMPN 1 Sudimoro Pacitan pada kegiatan ekstrakurikuler batik. (FOTO: Yuanda Diea/TIMES Indonesia)
Pembina ekstrakurikuler batik, Yuanda Diea, menjelaskan bahwa program tersebut dirancang agar siswa tidak hanya memahami batik sebagai produk budaya, tetapi juga memiliki rasa bangga terhadap karya daerahnya sendiri.
“Fokus utama kami adalah pelestarian budaya. Kami ingin siswa SMP Negeri 1 Sudimoro mengenal, mencintai, dan bangga menggunakan produk batik khas Pacitan,” kata Yuanda.
Hasil karya batik dan shibori siswa kini telah ditetapkan sebagai salah satu produk unggulan sekolah. Pihak sekolah juga memberikan dukungan dalam bentuk fasilitasi produksi serta publikasi karya agar dapat dikenal oleh masyarakat luas.
Salah satu peserta ekstrakurikuler, Alvira Febriana, mengaku kegiatan membatik memberinya pengalaman baru dalam memahami seni. Menurutnya, proses membatik mengajarkan ketekunan, kreativitas, dan keberanian untuk mencoba hal baru.
“Dari membatik saya belajar bahwa setiap karya memiliki proses yang tidak instan dan membutuhkan kesabaran,” ujar Alvira.
Pada momen tertentu, sekolah menggelar bazar ekstrakurikuler batik untuk menampilkan hasil karya siswa kepada publik. Kegiatan ini sekaligus menjadi sarana pembelajaran kewirausahaan dan penguatan kepercayaan diri siswa.
Melalui ekstrakurikuler batik, SMPN 1 Sudimoro berharap dapat mencetak generasi muda yang tidak hanya memiliki keterampilan seni, tetapi juga mampu mengembangkan potensi ekonomi kreatif berbasis budaya lokal. (*)
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |