TIMES JATIM, BANYUWANGI – Banyuwangi yang memiliki kekayaan keragaman budaya, ternyata memiliki rumah adatnya sendiri. Tak sekedar sebagai tempat bernaung, ternyata masyarakat Suku Osing memiliki filosofis yang mendalam dan menarik untuk dikulik.
Ketua Adat Osing Kemiren, Banyuwangi, Suhaimi, menjelaskan, Rumah adat Suku Osing memiliki tiga bentuk bangunan. Uniknya, ketiga bagian tersebut memiliki makna dan filosofi berbeda-beda.
Ketiganya yaitu, Crocogan, Tikel Balung dan Baresan yang kesemuanya jika diluruskan, memilik arti yang berkesinambungan.
"Crocogan punya dua atap, Tikel Balung punya empat atap, dan Baresan beratap tiga. Ketiganya punya arti beda namun saling menyambung," jelasnya, Jumat (10/02/2023).
Bentuk-bentuk rumah Adat Suku Osing Banyuwangi. (Foto : Pokdarwis Desa Kemiren for TIMES Indonesia)
Rumah adat yang pertama adalah Crocogan dalam artian memiliki makna kecocogan, dalam bahasa Indonesia artinya kecocokan. Rumah jenis ini mempunyai dua atap. Maknanya dua insan, laki-laki dan perempuan jika ingin menikah harus punya kecocokan terlebih dahulu.
Posisi rumah Crocogan ini berada didepan digunakan sebagai ruang tamu sesuai dengan urutan perkawinan yaitu saling bertemu dan punya rasa kecocokan.
Setelah Saling bertemu dan memiliki kecocokan antara dua insan laki-laki dan perempuan dilanjut kejenjang yang lebih tinggi yaitu pertunangan. Pertunangan sendiri melibatkan kedua orang tua mempelai yang bila dijumlah ada empat, sesuai dengan rumah adat bentuk Tikel Balung yang memiliki empat atap.
Rumah Tikel Balung sendiri memiliki filosofi disetiap bagian bangunan. Yang pertama soko atau tiang utama yang berjumlah empat, melambangkan kedua orang tua laki-laki dan kedua orang tua perempuan yang saling bertemu untuk membuat komitmen yang serius.
Lalu yang bagian rumah tikel balung selanjutnya ada jait atau balok penghubung antar soko (tiang utama). Jait ini memiliki arti menyambung dengan makna saling bertemunya dua keluarga dalam ikatan perkawinan.
Bagian berikutnya ialah Lambang, bagian yang merupakan balok kayu di atas jait cedak. Lambang memiliki arti ditimbang-timbang atau dipertimbangkan. Mereka yang akan menikah harus mempertimbangkan keseriusan hubungan kedua keluarga dalam jenjang pernikahan.
"Ojok kebimbang atau jangan bimbang artinya sebelum dilaksanakannya pernikahan jangan sampai ada keraguan dalam hati," ungkap Suhaimi yang akrab disapa Imik.
Penjelasan detail struktur rumah adat Suku Osing bentuk Tikel Balung. (Foto : Pokdarwis Desa Kemiren for TIMES Indonesia)
Sebaliknya, terdapat bagian yang dinamakan Penglari, yaitu balok kayu yang berada diatas jait dowo. Penglari memiliki makna jangan meninggalkan weluri.
Weluri artinya pesan orang tua. Artinya sebagai anak yang hendak menikah jangan sampai meninggalkan pesan atau wejangan yang disampaikan oleh orang tua untuk kedua mempelai.
Kemudian, Balok kayu yang berada dibagian atas rumah adat Osing bernama Suwunan, dengan kata dasar nyuwun dalam bahasa Indonesia artinya memikul, orang yang sudah menikah memikul tugas dan tanggung jawabnya sendiri.
Selanjutnya Ander, bagian tersebut merupakan balok kayu vertikal yang menghubungkan lambang, jait dan suwunan. Ander Memiliki arti yakni menjadi calon pasangan suami istri Aja Gemeder atau dalam bahasa Indonesia jangan takut.
Selain Soko utama, juga ada Soko Tepas, Soko ini merupakan tiang tambahan yang menyangga rab atau atap belakang dan rab depan.
Soko Tepas ini menggambarkan sosok kakek dan nenek kedua keluarga yang posisinya berada dibelakang dan di depan. Mengartikan setelah sudah pas dalam perencanaan pernikahan, selanjutnya akan ditanyakan kepada kakek dan nenek, beliau berperan untuk mengawali dan mengakhiri rencana pernikahan tersebut.
Glandar merupakan balok kayu yang menyangga atap depan dan belakang. Glandar memiliki arti calon pengantin jangan melanggar dari apa yang sudah diajarkan oleh orang tua.
Bagian "Dur" sudah tak asing lagi untuk bagian rumah, bagian ini memiliki makna ojo diundur undur atau jangan ditunda-tunda. artinya dalam perencanaan pernikahan jika sudah pas jangan ditunda atau dimundurkan, karena hal tersebut juga akan menimbulkan perkara.
Berikutnya Reng atau usuk memiliki makna reng-rengan atau kira-kira artinya segala sesuatu dapat diperkirakan terlebih dahulu dengan difikirkan secara matang-matang tidak boleh terburu-buru, agar menjadi baik.
Setelah bagian Reng, dilanjut bagian Rab, yakni atap gabungan antara Reng dan kayu balok tarik. memiliki makna jika sudah di reng-reng atau sudah diperkirakan dengan matang-matang barulah Rabi atau menikah
Pelindung rumah atau genteng yang ditopangkan ke bagian Rab memiliki makna abot enteng disonggo bareng artinya susah senang dipikul bersama. Dalam sebuah keluarga ketika dalam keadaan suka maupun duka haruslah diselesaikan dan dipikul bersama.
Dinding rumah Adat Osing menggunakan anyaman dari bambu atau disebut Gedeg memiliki arti sing dedegan dalam bahasa Indonesia artinya tidak rusak. Setelah semua bagian rumah dirangkai dan makna setiap bagian rumah diresapi kedua insan keluarga baru tersebut tidak akan berantakan.
Yang terakhir adalah umah. Umah ini merupakan rancangan rumah adat yang sudah lingkeb atau sudah terpasang dinding bambu (Gedek). Umah memiliki arti gemah yaitu sejahtera, harapanya keluarga baru akan hidup sejahtera.
Bentuk rumah Adat Suku Osing yang terakhir adalah Baresan merupakan rumah adat yang beratap tiga dan berada di belakang biasa digunakan sebagai dapur. Arti kata Baresan sendiri memiliki artinya beres atau selesai. Maknanya segala yang telah dilakukan dalam pernikahan sudah selesai dan berjalan langgeng.(*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |