TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Ada yang berbeda di Kantor Satpol PP Kabupaten Probolinggo, Jatim, Senin (2/6/2025) siang itu. Bukan hanya suara percakapan internal atau denting gelas di ruang tamu. Tapi aroma diskusi serius, tentang sesuatu yang semakin meresahkan: miras atau minuman keras.
Tak bisa dipungkiri, peredaran minuman keras di Kabupaten Probolinggo kini sudah sampai di tahap mengkhawatirkan. Sejumlah operasi Satpol PP dalam beberapa pekan terakhir menemukan banyak titik baru yang menjual minuman beralkohol secara ilegal. Ini bukan soal angka semata, tapi soal masa depan generasi dan ketertiban sosial.
Melihat kondisi itu, Kepala Satpol PP Sugeng Wiyanto menilai perlu ada langkah lebih dari sekadar operasi rutin. Maka, pihaknya mengundang mitra diskusi yang cukup dikenal belakangan ini: Tim Sae Law Care (SLC) yang memang dibentuk Pemkab Probolinggo. Tim ini memang sedang naik daun di kalangan birokrat muda dan penggiat hukum daerah karena pendekatan hukumnya yang segar dan aplikatif.
“Kami tidak ingin hanya reaktif, tangkap lalu selesai. Tapi kami ingin bangun sistem yang bisa mencegah sekaligus mengawasi. Karena itu kami butuh teman diskusi, dan SLC sangat tepat dari sisi kajian hukum,” tutur Kasatpol PP Kabupaten Probolinggo Sugeng Wiyanto.
Dalam pertemuan yang berlangsung dinamis itu, berbagai aspek dibedah. Mulai dari celah hukum, regulasi daerah, hingga upaya penindakan dan pencegahan. Dari situ, lahirlah sebuah usulan strategis yang kemudian dibuat draft pengusulan SK ke Bupati. Namanya Tim Terpadu Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol (TP3MB).
Tim ini tidak hanya akan beranggotakan Satpol PP. Tapi juga melibatkan unsur kepolisian, kejaksaan, Dinas Kesehatan, tokoh agama, hingga organisasi kepemudaan. Konsepnya adalah kerja kolaboratif dan responsif berbasis data dan pengawasan lapangan.
Instruksi Bupati pun langsung turun. Sugeng bergerak cepat. Dalam hitungan hari, draft pembentukan TP3MB selesai. Salah satunya berkat keterlibatan Tim SLC yang memberi masukan penting dari aspek legal dan struktur kelembagaan.
“Kami sangat berterima kasih kepada Tim SLC. Dalam waktu singkat, kami bisa rumuskan draft yang matang, dan siap dilaunching hari Kamis mendatang,” ungkap Sugeng dengan wajah optimistis.
Apa yang dilakukan Satpol PP dan SLC ini bisa menjadi model pendekatan baru dalam penanganan masalah sosial. Bukan hanya sekadar penindakan, tapi juga membangun sistem yang melibatkan banyak pihak dan berbasis regulasi kuat.
Tim SLC sendiri menyambut baik kepercayaan ini. Mereka menilai, ketika aparat daerah mau membuka ruang kolaborasi seperti ini, maka hasilnya akan lebih kuat dan berkelanjutan.
“Yang kami lakukan bukan sekadar memberi opini hukum. Tapi ikut merancang sistem agar TP3MB ini punya kekuatan hukum yang jelas, tidak menabrak aturan yang ada, dan bisa dilaksanakan dengan efektif,” ujar Fathul Qorib, salah satu anggota SLC.
Langkah cepat ini tentu patut diapresiasi. Di tengah kondisi darurat miras, Kabupaten Probolinggo tidak memilih diam atau membiarkan. Tapi justru merespons dengan membangun sistem.
Kehadiran TP3MB nanti diharapkan bisa menjadi “mata dan telinga” pemerintah daerah. Bukan hanya menindak, tapi juga mencegah. Mendorong kesadaran warga. Dan tentu, menjamin ruang publik yang aman dan bersih dari pengaruh negatif minuman beralkohol.
Jika semua berjalan sesuai rencana, Kamis mendatang akan menjadi tonggak baru. TP3MB bukan sekadar akronim, tapi ikhtiar bersama untuk menjadikan Kabupaten Probolinggo lebih tertib, lebih sehat, dan tentu saja lebih SAE. (*)
Pewarta | : Abdul Jalil |
Editor | : Muhammad Iqbal |