TIMES JATIM, PASURUAN – Jelang hari raya Idul Fitri 1444 H, ribuan guru di Kabupaten Pasuruan bersukacita akan memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR) dari pemerintah.
Namun kegembiraan tersebut harus sirna, karena dibayangi oleh "tarikan" sumbangan iuran untuk pengembangan pembangunan gedung PGRI Kabupaten Pasuruan yang megah.
Tiap guru dimintai kesanggupan sumbangan mencapai Rp. 1,2 juta per-orang, untuk pembangunan ruang reuni dan kolam renang!
Tentu saja sejumlah guru pun keberatan atas "iuran" tersebut, karena momen menjelang hari raya tentu banyak kebutuhan ekstra yang harus dicukupi. Tapi apa daya, mereka tak mampu melawan hierarki dalam organisasi, apalagi bagi para guru yang baru diangkat menjadi ASN dan PPPK serta guru yang mendapat sertifikasi. Sudah menjadi rahasia umum, bila tak sejalan dengan kebijakan Oligarki organisasi maka akan menemui kesulitan dalam pekerjaan.
(P), salah satu guru di Kabupaten Pasuruan mengatakan, bahwa ia dan rekan-rekannya merasa keberatan dengan adanya tarikan sumbangan tersebut. Namun belum apa-apa sudah mendapat tekanan dari pengurus cabang dan kepala sekolahnya. "Waktu rapat penjelasan dari pengurus PGRI kabupaten di tingkat pengurus cabang, mereka tidak menerima alasan apapun dan intinya tetap harus 'nyumbang' semua", jelas (P) yang minta identitasnya disamarkan.
Begitupun dengan pendapat (R), guru SD ini mengatakan bahwa kantor PGRI tidak seharusnya mengedepankan kemewahan semata dan fasilitas seperti kolam renang yang tidak urgensi. Namun, seyogyanya sebagai pusat informasi dan kegiatan guru yang lebih dimaksimalkan dengan kondisi yang ada saat ini.
“Sebagai induk organisasi, seharusnya PGRI harus aktif serta proaktif memperjuangkan kepentingan guru. Tapi ini justru membebani para guru dengan berbagai pungutan pungutan yang tidak masuk akal. Jadi, untuk apa membangun gedung mewah, jika PGRI tidak pernah memperjuangkan nasib anggota" , tegas (R).
Seperti diketahui, karena kebutuhan organisasi dan kurang representatifnya kantor sekretariat PGRI lama yang tidak bisa menampung ribuan guru anggota nya. Maka sejak tahun 2014, PGRI Kabupaten Pasuruan secara mandiri membangun gedung PGRI seluas 3.000 meter persegi, diatas lahan seluas 20.000 meter di Desa Sambirejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan.
Untuk kebutuhan pengadaan lahan dan pembangunan gedung PGRI yang baru itu, dibutuhkan dana awal sebesar Rp. 14 miliar. Dengan rincian: pengadaan atau pembelian lahan seluas 20.000 meter dengan harga satuan per/meter Rp.250 ribu, sebesar Rp. 5 miliar dan pembangunan gedung seluas 3.000 meter sebesar Rp. 9 miliar.
Saat itu, gaji 11.454 guru se-Kabupaten Pasuruan dipotong untuk membeli lahan yang akan dibangun Gedung Graha PGRI yang jauh lebih representatif untuk memenuhi kebutuhan guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di Kabupaten Pasuruan. Untuk 4.454 guru non sertifikasi ditarik iuran secara sukarela, sedangkan 7.000 guru yang sudah bersertifikasi, membayar Rp 2 juta, dengan cara tunai maupun cicilan maksimal sebanyak 40 kali.
Nah, karena dianggap belum representatif dan sesuai. Maka saat ini diadakan "sumbangan wajib" kembali, untuk melanjutkan pembangunan teras depan, membangun ruang reuni bagi para pensiunan guru yang ingin mengadakan kegiatan, serta kolam renang.
Dalam surat pernyataan kesanggupan sumbangan yang diperoleh timesindonesia. Tertulis, sumbangan sebesar Rp. 1,2 juta berdasarkan rekomendasi hasil keputusan konferensi kerja III PGRI Kabupaten Pasuruan pada tanggal 27 Januari 2023. Berdasar hal tersebut, timesindonesia berusaha mengkonfirmasi kepada Ketua PGRI Kabupaten Pasuruan Drs. H.Mustain, M.PD.
Namun pesan lewat aplikasi WA tersebut belum mendapatkan balasan hingga berita ini ditulis, meski telah terlihat telah terbaca.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan Hasbullah, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan PGRI sebagai organisasi independen. "(Itu) diluar Dindik, organisasi sendiri", tandas Hasbullah.(*)
Pewarta | : Robert Ardyan |
Editor | : Imadudin Muhammad |