TIMES JATIM, BONDOWOSO – Angin kencang, jalan amblas hingga banjir melanda Bondowoso beberapa hari ini. Namun ternyata penanganan bencana ini tidak dibarengi dengan anggaran yang memadai.
DPRD Kabupaten Bondowoso angkat bicara soal anggaran untuk penanganan bencana ini.
Sekretaris Komisi IV DPRD Bondowoso, Abd Majid dari Fraksi Gerindra menjelaskan bencana alam November hingga Desember sudah sangat terasa.
“Seharusnya sejak awal pemerintah lebih antisipatif terhadap desa rawan bencana. Namun kebijakan harus linier dengan porsi anggaran,” kata dia.
Memang kata dia, secara umum APBD sempit dan terbatas. Namun kewajiban sebagai pejabat pelaksana dan pengelola anggaran untuk memilih penganggaran yang lebih urgen dan wajib dan salah satunya penanganan bencana.
Kekuatan anggaran di BPBD memang sangat sempit karena buat gaji, operasional dan kegiatan. Dia menilai anggaran penanganan bencana di OPD tersebut tidak proporsional.
Dia juga mengungkapkan BPBD Bondowoso mengajukan tambahan anggaran di PAK. Namun sayang tidak disetujui oleh tim anggaran.
“Yang bertanggung jawab Pj bupati dan Plh Sekda untuk bias memilih solusi terbaik,” tegas politisi Gerindra tersebut.
Di sisi lain juga ada persoalan ego sektoral yang belum selesai. Menurutnya, tidak mungkin BPBD berdiri sendiri tanpa kolaborasi dengan OPD lain. Seperti Perkim, PUPR dan Dinsos untuk penanggulangan dan penanganan bencana daerah.
“Artinya tidak menggunakan fungsi kolaborasi. Buktinya tidak ada rapat koordinasi, kalau ada buktinya kirim ke saya sebagai pimpinan komisi IV. Kalau terjadi koordinasi maka segera diantisipasi,” pungkasnya.
Sementara Kalaksa BPBD Bondowoso, Sigit Purnomo menjelaskan, jumlah total anggaran BPBD tahun 2024 sebesar Rp 6,5 miliar. Anggaran itu untuk gaji karyawan, operasional, BBM, kegiatan lainnya hingga penanganan bencana.
Padahal pengajuan anggaran itu sudah berdasarkan kajian kebutuhan. Namun Sigit menyadari bahwa ruang fiskal Pemkab Bondowoso terbatas.
“Saya pastikan pengajuan anggaran sudah dikaji sesuai kebutuhan standar minimal,” jelas dia.
Sigit juga mengaku sudah menyiapkan SK Bupati tentang Satgas Penanggulangan Bencana. Walaupun standar minimum peralatan untuk penanganan bencana alam masih terbilang jauh dari cukup.
"Selain operasional, kita juga membutuhkan tambahan personil karena belum sesuai dengan rasio kebutuhan, sehingga berdampak terhadap kualitas layanan penanganan bencana pada masyarakat,” jelas dia.
Upaya yang telah dilakukan BPBD adalah melakukan koordinasi dengan BNPB agar program dapat linear termasuk dengan BPBD Provinsi Jawa Timur.
BPBD Bondowoso sendiri sudah melakukan mitigasi bencana dengan membentuk desa tanggap bencana dan satuan pendidikan aman bencana serta Jitupasna.
“Semua program tsb bisa dilakukan dengan penggunaan dana CSR, swakelola di masing-masing sekolah dan desa serta Pokok-pokok Pikiran DPRD sesuai Daerah Pilihan,” terang dia.
BPBD sebenarnya juga punya data valid dan menjadi kajian akademis tentang kajian resiko bencana, karena masing-masing kecamatan resiko bencana tidak sama. Seperti kemarin terjadi tanah amblas.
Kajian resiko bencana bisa menjadi rujukan pembangunan fisik oleh dinas teknis dan masyarakat. Sehingga akan meminimalisir potensi terjadinya korban bencana. Oleh karena itu pembangunan fisik harus menyesuaikan dengan Kajian Resiko Bencana (KRB).
"Jangan sampai pembangunan sarana dan prasarana di wilayah yang rawan bencana dengan konstruksi yang tidak standar tahan bencana, sehingga umur manfaatnya tidak bisa panjang dan akan sangat merugikan keuangan daerah,” jelas dia.
Sementara untuk sarana dan prasarana penanggulangan bencana di BPBD secara umum sudah tidak layak karena faktor usia namun tetap dilakukan perawatan secara berkala.
Kemudian untuk Personil Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (TRC- PB) masih membutuhkan tambahan dengan mempertimbangkan rasio kebutuhan dan kualifikasi serta mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tak Ada Anggaran Penanganan Bencana di PAK, DPRD Bondowoso Angkat Bicara
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |