TIMES JATIM, SURABAYA – PT Granting Jaya selaku pihak pengembang menyatakan bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL) tengah menjalani kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) di kawasan tersebut.
Proyek itu terus mendapatkan sorotan karena penolakan dari kelompok nelayan di Pantai Kenjeran.
Juru bicara PT Granting Jaya, Agung Pramono mengungkapkan bahwa kajian AMDAL membutuhkan waktu cukup lama karena harus mengukur dasar laut.
"Kita sedang proses AMDAL mulai Februari sampai Juli 2025, sementara yang tahun kemarin itu adalah kick off AMDAL atau konsultasi publik pada Juli 2024," terang Agung di Surabaya, Jumat (28/2/2025) petang.
"Nanti bersamaan AMDAL, kita izin proses reklamasi karena reklamasi nggak bisa jalan tanpa AMDAL paling tidak 3-4 bulan karena harus mengecek dasar laut untuk menyusun rencana reklamasi dengan pendekatan ilmiah," ujar Agung menambahkan.
Sebagaimana diketahui, proyek ini akan mereklamasi pantai timur Surabaya seluas 1084 hektare berdasarkan peta persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut. Sementara juga menyasar 100 hektar area eksisting Kenjeran atau wilayah daratan.
Agung Pramono mengatakan bahwa pengembangan kawasan pesisir terpadu SWL telah sesuai keputusan presiden.
Pembangunan SWL diperkirakan akan memakan waktu selama kurang lebih 20 tahun mulai 2024-2044 mulai dari proses perizinan, reklamasi perairan serta pematangan lahan dan pembangunan pulau.
Proporsi fungsi lahan itu ditujukan untuk membangun perumahan, bisnis, perkantoran, fasilitas budaya, fasilitas pendidikan, kawasan industri bebas emisi, fasilitas kesehatan dan utilitas. Akan ada proyek pembangunan empat pulau.
Lahan eksisting dan Pulau A seluas 100 plus 64 hektare bakal dibangun untuk kawasan pariwisata, kawasan perkantoran, kawasan perdagangan, kawasan perhotelan, kawasan ruko, kawasan pendidikan, kawasan rumah sakit, kawasan perhotelan, kawasan ibadah dan equestrian horse club.
Sementara Pulau B berupa Green Fishery Island seluas 120 hektare, Pulau C1-C2 seluas 250 hektare plus 166 hektare, dan Pulau D1-D2 seluas 300 hektare plus 184 hektare.
"Kami sudah memiliki dasar hukum," kata Agung.
Ia melanjutkan, bahwa dasar hukum itu meliputi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2025 tentang perubahan kelima atas peraturan menteri koordinator bidang perekonomian nomor 7 tahun 2021 tentang perubahan daftar proyek strategis nasional tanggal 15 Mei 2024.
Dasar hukum kedua adalah Surat Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Nomor : PK.KPPIP/49/D.VI.M.EKON.KPPIP/05/2024 tentang surat keterangan bahwa PT Granting Jaya sebagai pengelola proyek strategis nasional kawasan pesisir terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL) tanggal 27 Mei 2024.
Dasar hukum ketiga yaitu Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 26082410513500010 tanggal 26 Agustus 2024.
Lalu dasar hukum keempat adalah Surat Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Nomor: PK.KPPIP/103/D.VI.EKON.KPPIP/10/2024 tentang surat keterangan tentang penyesuaian ruang lingkup proyek strategis nasional kawasan pesisir terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL) tanggal 25 Oktober 2024.
Dasar hukum berikutnya adalah Surat dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Nomor : B/4269/STR.02.00.04.05/DJSTRA tentang rekomendasi persetujuan PSN pembangunan kawasan pesisir terpadu Surabaya Waterfront Land tanggal 12 November 2024.
Agung menegaskan, jika Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 26082410513500010 tanggal 26 Agustus 2024 adalah dasar hukum paling penting di tengah gejolak isu pagar laut yang tengah berlangsung di pantai Jakarta.
"Karena ini adalah izin prinsip penguasaan wilayah laut," tegasnya.
Namun demikian, Agung tak menampik ada sejumlah tantangan perkembangan pembangunan wilayah timur seperti pembangunan Makassar New Port dan keterbatasan lahan.
"Ini kondisi faktual di lapangan," tandasnya.
Agung menegaskan jika pembangunan SWL tidak dipungkiri juga berdampak negatif terhadap nelayan.
Bahkan, proyek ini juga mendapat penolakan keras. Ia mengatakan, Granting Jaya telah melakukan 18 kali pertemuan dengan nelayan untuk menjelaskan gambaran blue print proyek secara lebih jelas.
"PSN SWL ini kan harus mampu mendongkrak ekonomi, tujuan pembangunan ini dalam rangka untuk kepentingan masyarakat Surabaya," ujarnya.
Pembangunan SWL dikatakan bertujuan untuk mengoptimalkan, mendayagunakan serta memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Pembangunan ini tentu membutuhkan reklamasi," katanya.
Agung mengatakan, reklamasi di Pantai Timur Surabaya memiliki tujuan utama untuk mengatasi masalah sedimen yang menyebabkan pendangkalan perairan.
Sedimen tersebut menghambat berbagai aktivitas seperti pelayaran, perikanan dan aksesibilitas pesisir. Ia juga menegaskan, beberapa aturan persoalan reklamasi diklaim sudah sesuai jalur (on the track).
"Reklamasi ini bertujuan menciptakan kondisi agar nelayan dapat melaut kapan saja tanpa batasan waktu pasang surut, menata kawasan pesisir secara terpadu," jelasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Proyek Surabaya Waterfront Land Sedang Proses Kajian AMDAL
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |