TIMES JATIM, MALANG – Seruan “Aku, Kamu, Kita, Setara!” bergema di lobi Auditorium Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Minggu (16/11/2025). Ruang terbuka di depan Masjid Raden Patah itu menjadi saksi kemeriahan dan kehangatan puluhan anak penyandang disabilitas dan komunitas inklusif dalam ajang Parade Instalasi Batik Titi Rasi, sebuah pameran kolaboratif seni, budaya, dan gerakan ruang setara melalui batik.
Acara ini digagas oleh Yayasan Pejuang Mimpi Indonesia bersama Komunitas Sahabat Langkah Kecil Celina, Putra Putri Kebudayaan Cilik, Paguyuban Kakang Mbakyu Cilik, Lucky Charm Public Speaking Course, serta didukung budayawan lokal seperti Bejo Sandy.
Parade ini menjadi bagian penting dalam rangkaian “Titi Rasi,” sebuah festival yang mengusung tema seni inklusif untuk membuka ruang ekspresi bagi disabilitas.
Menurut Hardian Pramono, salah satu penggagas acara, ide awal Parade Titi Rasi berasal dari keinginan seniman Bambang Sarasno untuk menghadirkan pameran seni budaya yang menyatu dengan dialog dan pertunjukan, terutama yang melibatkan kaum disabilitas.

“Ruang inklusif itu bukan sekadar jargon, tapi tindakan nyata. Lewat batik, musik, tari, dan dialog, kami ingin menunjukkan bahwa seni adalah medium penyatu,” ujar Hardian.
Sri Rahayu (49), pendiri Yayasan Pejuang Mimpi Indonesia sekaligus ibu dari Faiz, penyandang Down Syndrome, menyampaikan bahwa acara ini adalah bentuk kampanye untuk membangun kesadaran bahwa mimpi tidak memiliki batas.
“Siapa pun berhak meraih mimpi, apapun kondisinya. Keterbatasan bukan halangan untuk bahagia dan berkarya,” ujarnya.
Acara dimulai dengan tarian “Grebeg Sabrang” yang dibawakan oleh Jesika Ramdani Saka, lalu disusul penampilan lagu “Jangan Menyerah” oleh anak-anak disabilitas berbagai ragam, seperti tunanetra, grahita, tunarungu, dan down syndrome, yang mengundang haru para pengunjung.
Di tengah kegiatan, digelar workshop membatik dan Shibori yang mengajak anak-anak disabilitas serta tamu undangan berkreasi bersama. Puspa Celina Cahaya dan sahabatnya dari Komunitas Sahabat Langkah Kecil memandu sesi membatik sambil menyanyi dan bercerita.

Tak kalah memikat adalah penampilan Puspa Zoey yang memukau dengan boneka lucunya, sesi permainan harpa mulut bersama Mbah Bejo, hingga aksi pesulap cilik dari Lucky Charm dan pertunjukan Little Star Kakang Mbakyu Cilik Kota Malang.
Acara ditutup dengan kolaborasi tarian dolanan “Blarak,” tari Ksatria, dan paduan suara oleh orang tua istimewa. Para pendamping, sahabat difabel, dan pengunjung terlihat membaur tanpa sekat dalam coretan warna batik dan alunan musik. Inilah, kata penyelenggara, esensi kegiatan inklusif: menyatukan melalui seni. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Imadudin Muhammad |