https://jatim.times.co.id/
Opini

Cita Rakyat yang Tergadaikan

Selasa, 18 November 2025 - 07:34
Cita Rakyat yang Tergadaikan Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

TIMES JATIM, MALANG – Dalam setiap momentum politik, kita selalu mendengar janji-janji yang menggelegar: pembangunan merata, harga terjangkau, layanan publik tanpa diskriminasi, hingga kesejahteraan yang dapat dinikmati seluruh warga. Namun di balik narasi itu, pertanyaan paling telak justru muncul dari kehidupan sehari-hari rakyat: apakah cita-cita kita benar-benar menjadi prioritas, atau justru tergadaikan oleh kepentingan yang lebih kuat dari suara publik?

Rakyat hari ini tidak menuntut hal yang muluk. Mereka hanya ingin hidup layak: sekolah yang berkualitas, rumah sakit yang mudah dijangkau, pekerjaan yang memberi harapan, dan ruang publik yang aman. Namun perjalanan panjang demokrasi kita memperlihatkan bahwa cita-cita itu sering kali tertunda, bahkan tercecer di antara meja birokrasi, kepentingan elite, dan kesibukan politik yang lebih sibuk membicarakan kekuasaan dibanding kebutuhan rakyat.

Kegagalan menepati aspirasi rakyat bukan sekadar perkara teknis. Ia adalah persoalan moral dan tata kelola. Ketika perencanaan anggaran lebih memprioritaskan proyek-proyek yang dapat dipamerkan tetapi tidak berdampak langsung pada kesejahteraan warga, maka di situlah cita rakyat tergadaikan. 

Ketika diskusi di gedung-gedung pemerintahan lebih sering berfokus pada distribusi jatah dan posisi, bukan pada masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, atau keterjangkauan pangan, maka jelas bahwa demokrasi kehilangan orientasinya.

Dalam banyak kasus, rakyat sering dijadikan retorika pada masa kampanye, tetapi dilupakan ketika kekuasaan telah digenggam. Kita melihat betapa publik masih harus berjuang sendiri menghadapi persoalan harga bahan pokok yang naik, akses kesehatan yang rumit, sekolah yang tidak merata kualitasnya, dan lapangan kerja yang tidak cukup menampung lulusan muda. Rakyat harus menghadapi situasi seolah-olah harapan mereka hanyalah catatan pinggir dari kebijakan.

Padahal, negara seharusnya bekerja sebagai penggerak utama kesejahteraan. Salah satu indikatornya adalah kemampuan pemerintah menurunkan beban hidup masyarakat melalui kebijakan yang menyentuh akar masalah. 

Tetapi yang terjadi adalah fragmentasi kebijakan: program berjalan, tetapi tanpa koordinasi dan tanpa arah yang konsisten. Akibatnya jelas: banyak inisiatif hanya menjadi proyek sementara, tidak pernah membentuk perubahan yang sistematis.

Cita rakyat semakin terasa tergadaikan ketika ruang kritik dipersempit, atau ketika suara warga dianggap sebagai gangguan, bukan masukan. Padahal kritik adalah fondasi demokrasi. Tanpa kritik, kebijakan mudah terseret arus kepentingan sempit. 

Tanpa partisipasi publik, pembangunan berisiko melenceng jauh dari kebutuhan rakyat. Dan jika elite lebih sibuk mempertahankan stabilitas politik daripada memperjuangkan kesejahteraan, maka demokrasi hanyalah panggung bukan rumah bagi rakyat.

Salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan antara apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan. Banyak pejabat berbicara tentang reformasi, tetapi masih nyaman dengan pola lama. Mereka menyampaikan seruan efisiensi, tetapi anggaran kegiatan seremonial tetap tinggi. 

Mereka berbicara tentang pemerataan, tetapi kebijakan justru semakin menguntungkan kelompok tertentu. Bahkan program pembangunan yang diklaim untuk rakyat sering kali hanya menjadi etalase politik.

Di sinilah letak kekecewaan publik. Mereka merasa aspirasi dikutip, tetapi tidak diperjuangkan. Mereka merasa didengar, tetapi tidak dianggap. Mereka disuruh sabar, tetapi tidak diberi solusi. 

Semua ini membuat jarak antara rakyat dan pemimpin semakin lebar. Tidak heran jika ketidakpercayaan publik meningkat: masyarakat merasa masa depan yang dijanjikan tidak pernah tiba.

Namun segala kritik ini bukan untuk meruntuhkan kepercayaan, melainkan untuk membangunkan kesadaran. Kita membutuhkan pejabat yang tidak hanya hadir pada seremoni, tetapi benar-benar membenahi akar persoalan. 

Kita membutuhkan politisi yang berani memperjuangkan anggaran pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar sebelum memikirkan proyek mercusuar. Kita membutuhkan wakil rakyat yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga piawai mendengarkan.

Di sisi lain, rakyat juga harus menyadari bahwa cita-cita mereka hanya dapat diperjuangkan jika mereka aktif mengawal kebijakan. Demokrasi bukan hanya datang ke TPS setiap lima tahun. Demokrasi adalah proses pengawasan harian, proses bertanya, menuntut, mengoreksi, dan memberi arah. Jika rakyat diam, kekuasaan akan mengatur dirinya sendiri. Jika rakyat bersuara, kekuasaan akan kembali pada jalurnya.

Cita rakyat yang tergadaikan masih bisa ditebus. Yang dibutuhkan adalah keberanian keberanian pemimpin untuk jujur mengakui kekurangan, keberanian pejabat untuk menolak kepentingan sempit, dan keberanian publik untuk terus menyuarakan kebenaran. Negara akan kuat jika ia berpihak pada rakyat. Dan rakyat akan kuat jika mereka percaya bahwa negara bekerja untuk mereka.

Kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki arah. Kita masih bisa mempertegas bahwa pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan kesejahteraan adalah fondasi bangsa, bukan retorika politik. 

Kita masih bisa memastikan bahwa cita rakyat bukan hanya slogan, tetapi tujuan bersama. Sebab, demokrasi bukan tentang siapa yang berkuasa, tetapi tentang siapa yang benar-benar diperjuangkan.

Hari ini, kita harus bertanya kembali: apakah cita rakyat menjadi pusat kebijakan, atau masih tergadaikan oleh kepentingan lain? Jawabannya akan menentukan masa depan bangsa. Dan masa depan itu hanya akan cerah jika kita berani mengembalikan politik kepada pemiliknya yang sah: rakyat sendiri.

***

*) Oleh : Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.