TIMES JATIM, SURABAYA – Sebanyak 200 siswa inklusi dan atipikal dari TK sampai SD se-Kota Surabaya berkumpul di lapangan rektorat Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Sabtu (1/11/2025) pagi. Mereka nampak bersemangat menggoreskan tinta cat berwarna-warni diatas canvas untuk mengekspresikan isi hatinya.
Melalui kegiatan Art Therapy besutan Fakultas Psikologi, kegiatan tersebut menunjukkan komitmen kuat Unesa terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) dan inklusi sosial.
Wakil Rektor 3 Unesa, Dr Bambang Sigit Widodo menjelaskan bahwa seluruh aktivitas kampus saat ini diorientasikan untuk mendukung SDGs, khususnya SDGs 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan) dan SDGs 4 (Pendidikan Berkualitas).
"Saat ini Unesa berada di peringkat 601 plus pada Times Higher Education (THE) Impact Ranking. Kami ditargetkan oleh kementerian untuk bisa masuk ke 401 dunia pada tahun 2026. Kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat, termasuk yang dilakukan Fakultas Psikologi ini, bertujuan menguatkan quality education dan well-being yang menjadi indikator penting SDGs kami," ungkapnya.
Kegiatan ini, menurutnya, adalah bukti bahwa Unesa menjunjung tinggi aspek kemanusiaan dan kesetaraan.
"Kegiatan ini melibatkan adik-adik kita dari kelompok inklusi. Ini menunjukkan bahwa kita itu setara. Dengan hadirnya teman-teman di psikologi ini, harapannya adik-adik kita dari kelompok inklusi tadi bisa kita berikan ruang sepenuhnya untuk melakukan hal-hal yang produktif," ujarnya.
Pelepasan balon sebagai tanda diresmikannya PSTKA Unesa. (Foto: Siti Nur Faizah/TIMES Indonesia)
Sementara itu, Dekan Fakultas Psikologi, Dr Diana Rahmasari menyebut, Art Therapy yang menggabungkan menggabungkan anak disabilitas dengan atipikal bertujuan untuk menumbuhkan empati dan semangat kolaborasi.
"Kesehatan mental itu adalah kebersamaan, empati, dan kolaborasi. Kami ingin anak-anak yang atipikal ini punya empati pada teman-temannya yang kondisinya disabilitas," tuturnya.
Media art (seni), kata Diana, digunakan sebagai salah satu saluran utama terapi untuk mengekspresikan emosi. Pilihan warna dalam lukisan seringkali mencerminkan kondisi emosi psikologis anak.
"Seni menjadi sebuah media terapi untuk mengekspresikan emosi, bakat, dan minat. Emosi negatif seperti kecemasan dan kesedihan dikeluarkan melalui warna, dan kemudian akan memperkuat emosi positif yang berujung pada well-being dan keceriaan," terangnya.
Tak hanya itu, dalam kesempatan yang sama, Fakultas Psikologi Unesa juga meluncurkan Pusat Studi Tumbuh Kembang Anak (PSTKA) yang merupakan bentuk komitmen Unesa untuk optimalisasi tumbuh kembang anak.
"PSTKA ini memberikan layanan kepada sivitas akademika dan masyarakat umum. Kami menyediakan layanan daycare yang tidak sekadar penitipan, tetapi juga layanan konsultasi tumbuh kembang anak, pemeriksaan kesehatan anak baik fisik maupun psikologis, serta konsultasi parenting," jelas Diana.
Lebih lanjut, layanan daycare ini bekerja berbasis keilmuan dan teori psikologi yang diimplementasikan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
"Harapannya, bisa membantu menciptakan insan-insan berkualitas, sehingga Unesa bisa berkontribusi untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045," pungkas Dekan Psikologi. (*)
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |