TIMES JATIM, BATU – Komunitas Bantengan Bocil di Desa Bumiaji, Kota Batu, menjadi ruang edukasi budaya bagi anak-anak, dengan pendekatan kreatif dan lintas generasi.
Komunitas yang terbentuk pada 2023 ini diprakarsai oleh Anjani Sekar Arum, pelestari budaya yang dikenal sebagai “Ibunya Bantengan.”
Ia mengubah citra mistis kesenian Bantengan menjadi sarana pendidikan karakter, pemberdayaan ekonomi, dan promosi budaya lokal.
Bantengan Bocil, Wujud Edukasi Seni Berbasis Tradisi
Komunitas Bantengan Bocil berdiri sebagai wadah bagi anak-anak untuk belajar dan menampilkan kesenian Bantengan dalam format yang aman dan mendidik. Melalui pelatihan rutin, anak-anak diajarkan gerakan tari, filosofi Bantengan, dan nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan keberanian.
“Dalam Bantengan Bocil ini, kita tidak hanya ingin melestarikan, tetapi juga meregenerasi pelestari budaya serta mengenalkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda,” ujar Anjani Sekar Arum saat menjadi pembicara dalam Lomba Foto Astra dan Anugerah Pewarta Astra 2025, Sabtu (5/7/2025).
Bantengan sendiri adalah seni pertunjukan rakyat yang berkembang sejak 1960-an di Malang Raya. Pertunjukan ini meniru gerakan banteng sebagai simbol kekuatan dan semangat kanuragan. Melalui Bantengan Bocil, simbol tersebut diterjemahkan dalam konteks pendidikan anak.
Transformasi Budaya dan Citra Kesenian
Seorang anak memerankan harimau dalam atraksi Bocil Bantengan yang disaksikan warga sekitar. Kegiatan ini rutin digelar sebagai bentuk pelestarian budaya lokal yang ramah anak. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
Anjani, yang merupakan putri dari pendiri Bantengan Nuswantara, Agus Tobron, membawa semangat baru dalam pelestarian tradisi ini. Ia menolak pendekatan yang membiarkan Bantengan terjebak dalam stigma mistis dan memilih membingkainya dalam narasi edukatif.
“Kami ingin menghapus anggapan bahwa Bantengan itu identik dengan kesurupan atau populer disebut dengan mberot. Lewat pendekatan edukatif, kami menjadikan ini media ekspresi anak-anak,” tambahnya.
Selain pertunjukan, komunitas ini juga mengembangkan karya batik dengan motif Bantengan. Anak-anak dilibatkan dalam proses membatik sebagai bagian dari program pelatihan keterampilan sekaligus pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Viral di Media Sosial dan Diminati Anak Muda
Per Juli 2025, tagar #Bantengan telah digunakan lebih dari 362.000 kali di TikTok, 107.000 kali di Facebook, dan 30.000 kali di Instagram. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesenian tradisional ini telah menyesuaikan diri dengan dinamika zaman.
Pertunjukan Bantengan kini digelar rutin di berbagai wilayah Kabupaten Malang sejak Agustus 2023. Anak-anak bahkan rela berlatih hingga larut malam untuk mengikuti latihan tari dan koreografi.
Kreativitas Anak yang Menjadi Daya Tarik Wisata
Bantengan Bocil bukan hanya wadah pembelajaran seni, tetapi juga menjadi daya tarik wisata lokal. Pertunjukan budaya yang digelar komunitas ini menarik minat pengunjung dari luar kota dan mendukung ekosistem pariwisata di Desa Sejahtera Astra Bumiaji.
Aktivitas seni ini berdampak pada sektor UMKM, pelaku wisata, serta pengrajin lokal. Motif batik Bantengan yang dibuat oleh anak-anak menjadi produk ekonomi kreatif yang diminati wisatawan. Hal ini memperkuat posisi Bantengan sebagai identitas budaya sekaligus potensi ekonomi.
Masa Depan Tradisi di Tangan Anak Muda
Apa yang dilakukan Anjani Sekar Arum bersama komunitas Bantengan Bocil adalah bentuk rebranding budaya secara sistematis. Ia memosisikan kesenian Bantengan sebagai media edukatif dan ekspresi kreatif anak-anak.
Kehadiran komunitas ini memberikan alternatif positif di tengah dominasi konten digital pasif. Anak-anak tidak hanya belajar seni, tetapi juga mengembangkan keterampilan motorik, sosial, dan keberanian tampil di ruang publik.
Dengan pendekatan edukatif dan berbasis komunitas, Bantengan Bocil membuktikan bahwa kesenian lokal tetap relevan di era digital. Kota Batu kini tak hanya dikenal karena buah apelnya, tetapi juga karena anak-anak penjaga budaya yang menari di bawah semangat Bantengan. (*)
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |