TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Kota Probolinggo benar-benar bersolek di usia ke-666 tahun. Bukan semakin renta, justru semakin bersemangat menegaskan identitas budayanya. Ribuan warga tumpah ruah di jalanan utama menyaksikan Pawai Budaya yang digelar meriah.

Pawai budaya yang memamerkan ragam seni Nusantara ini jadi bukti nyata Kota Probolinggo tengah meneguhkan jati dirinya di peta budaya Indonesia, usai sukses menggelar Batik in Motion 2025.

Sebanyak 38 kontingen dari seluruh OPD dan organisasi tampil atraktif. Jalur dari Kantor Pemkot, Jalan Gatot Subroto, hingga finis di Jalan A. Yani berubah menjadi panggung pesta rakyat. Warga luar kota pun ikut berjubel menyaksikan.

Wali Kota Probolinggo, Dokter Aminuddin, menjelaskan pawai kali ini mengusung empat tema utama yakni Budaya Tak Benda, Batik Probolinggo, Kepahlawanan, dan Harmoni Nusantara.

Replika Burung karuda dari Klobot jagung. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

“Empat tema ini sengaja kami angkat untuk mengenalkan potensi budaya, baik milik Kota Probolinggo maupun Indonesia. Semua ini adalah perjalanan panjang selama 666 tahun kota ini,” ujar Dokter Aminuddin.

Dari sekian banyak kontingen, penampilan Kelurahan Sumber Wetan, Kecamatan Kedopok, sukses mencuri perhatian ribuan penonton.

Mereka tak hanya menyajikan sendratari petani, tapi juga menampilkan kreativitas dengan klobot jagung. Kulit jagung itu didaur ulang menjadi busana artistik dan bahkan ogoh-ogoh Burung Garuda raksasa.

Sorak-sorai penonton makin membakar semangat peserta. Suasana semakin terasa sebagai ajang kebanggaan bersama.

Dokter Aminuddin menegaskan, Pawai Budaya bukan hanya perayaan, tapi juga motor penggerak ekonomi kreatif. Ia mengaitkan kegiatan ini dengan program andalan Probolinggo Bersolek.

“Bersolek, huruf ‘S’ di tengah artinya sejahtera. Jadi kegiatan positif seperti ini kami harapkan bisa bersinergi dengan Probolinggo Bersolek, dan pada akhirnya membuat warga semakin sejahtera,” tegasnya.

Pawai Budaya Hari Jadi ke-666 ini sekaligus menjadi pernyataan bahwa Kota Probolinggo dengan sejarah panjangnya tengah merangkai identitas baru lewat seni, budaya, dan kebersamaan. (*)