TIMES JATIM, JOMBANG – Kemampuan berbicara di ruang publik dinilai menjadi salah satu keterampilan kunci bagi generasi muda di era komunikasi terbuka. Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan ‘Diklat Eloquence’ bertema “Seni Berbicara Persuasif dan Membangun Kredibilitas Diri dalam Forum Publik” yang diselenggarakan oleh Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng, Sabtu (13/12/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Aula Perpustakaan Pondok Pesantren Tebuireng itu menghadirkan Rohmadi, M.Pd akademisi dan juga praktisi jurnalis sebagai pemateri utama. Diklat diikuti puluhan mahasiswa yang tampak antusias mengikuti sesi demi sesi pelatihan.
Public Speaking Bukan Sekadar Berani Bicara
Dalam pemaparannya, Rohmadi menegaskan bahwa public speaking bukan hanya soal keberanian berbicara di depan umum, melainkan kemampuan menyampaikan gagasan secara terstruktur, persuasif, dan beretika.
“Banyak orang bisa bicara, tetapi tidak semua mampu meyakinkan. Public speaking itu seni mengelola pesan, emosi, dan kepercayaan audiens,” ujar Rohmadi di hadapan peserta.
Foto bersama pelatihan Public Speaking bersama mahasiswa MPI Unhasy Tebuireng, Sabtu (13/12/2025). (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)
Pemuda yang juga sebagai dosen di STIKES Husada Jombang menjelaskan bahwa kredibilitas seorang pembicara tidak lahir secara instan. Kredibilitas dibangun dari penguasaan materi, kejujuran, konsistensi sikap, serta kemampuan membaca situasi forum.
“Ketika seseorang berbicara dengan data, sikap yang tenang, dan bahasa yang santun, maka kepercayaan audiens akan tumbuh dengan sendirinya,” tambah mantan Aktifis PMII tersebut.
Berbicara Persuasif: Antara Logika dan Etika
Pria yang akrab disapa Mas Rohmadi juga menekankan pentingnya pendekatan persuasif dalam berbicara di ruang publik, khususnya bagi calon pendidik dan pemimpin lembaga pendidikan.
Menurut pria kelahiran Ngawi, 31 Desember tersebut, berbicara persuasif bukan berarti memanipulasi, melainkan mengajak audiens berpikir dan bertindak melalui argumentasi yang logis, empatik, dan beretika.
“Forum publik membutuhkan pembicara yang mampu mengedukasi, bukan menghakimi. Membangun pengaruh harus dimulai dari empati,” jelas Alumnus Pondok Pesantren Syarifatul Ulum Katerban-Ngawi.
Dalam sesi interaktif, Rohmadi juga memberikan contoh konkret teknik vokal, bahasa tubuh, serta pengelolaan rasa gugup saat berbicara di depan banyak orang.
Mahasiswa MPI Disiapkan Jadi Pemimpin yang Komunikatif
Sementara itu, Maulana Charis Chasbulloh, Ketua Pelaksana kegiatan, menyampaikan bahwa Diklat Eloquence ini dirancang sebagai bagian dari upaya penguatan soft skills mahasiswa MPI Unhasy.
“Kami ingin mahasiswa MPI tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kemampuan komunikasi yang kuat. Public speaking adalah bekal penting bagi calon manajer pendidikan,” ujar Maulana.
Pria yang juga Aktifis IMM itu menambahkan, kegiatan ini diharapkan mampu melatih mahasiswa agar percaya diri tampil di forum ilmiah, organisasi, maupun masyarakat luas.
“Lulusan MPI nantinya akan banyak berhadapan dengan publik, baik sebagai pendidik, pengelola lembaga, maupun pemimpin. Karena itu, kemampuan berbicara persuasif dan berintegritas sangat dibutuhkan,” imbuhnya.
Diklat Eloquence berlangsung dinamis dengan sesi diskusi dan praktik langsung. Peserta terlihat aktif mengajukan pertanyaan dan mencoba teknik berbicara yang disampaikan pemateri.
“Semoga kegiatan serupa dapat terus dikembangkan sebagai program berkelanjutan, guna membekali mahasiswa dengan kompetensi komunikasi yang relevan dengan tantangan zaman,” harapnya. (*)
| Pewarta | : Rohmadi |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |