TIMES JATIM, MALANG – Tebu dari perkebunan rakyat di Kabupaten Malang menjadi komoditi paling bisa diandalkan petani lokal. Beberapa tahun terakhir, hasil produksi tebu rakyat petani Kabupaten Malang terjamin untuk penjualan pascapanennya.
Ketua Umum Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat (PKPTR) Kabupaten Malang, KH Hamim Kholili mengungkapkan, selama beberapa tahun terakhir petani tebu rakyat di Kabupaten Malang banyak diuntungkan.
Ini menyusul dukungan ekosistem pangan pemerintah juga kemitraan off taker (pembelian) yang dipastikan mengambil tebu hasil produksi mereka melalui skema bagi hasil (SBH).
"Produksi pascapanen tebu rakyat sudah mendapatkan kepastian diambil off taker. Bahkan, kami punya Standby buyer, atau pembeli dari jajaran manajemen BUMN Pabrik Gula (PG) untuk mengambil tebu hasil panen dari petani," terang Gus Hamim Kholili, kepada TIMES Indonesia, Kamis (12/12/2024).
Ketua Umum Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat (PKPTR) Kabupaten Malang, KH Hamim Kholili. (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
Standby buyer dari manajemen PG tersebut, menurutnya berkenan membeli gula petani saat tidak ada kesepakatan harga dengan pedagang gula atau ketika pasar penjualan sedang lesu. Dalam waktu 1-2 minggu saja, mereka akan mengambil tebu petani yang belum laku terjual.
Dijelaskan, harga dasar penjualan tebu dari petani sesuai Harga Acuan Produsen (HAP) awalnya hanya Rp 12.500/kilogram, beberapa tahun ini bisa naik mencapai Rp 14.500/kilogram.
Harga eceran tertinggi gula akan naik untuk pasar keluar senilai Rp. 17.500/kilogram. Dan, di daerah luar Jawa seperti kawasan Indonesia Timur, harga eceran gula bisa mencapai Rp 18.500/kilogram.
Kemitraan dengan pihak off taker pascapanen tebu ini, kata Gus Hamim, diupayakan sepenuhnya dari fasilitasi asosiasi kelompok petani yang tergabung berafiliasi dengan KPTR.
"Jadi gula yang dihasilkan dari produksi petani tebu, bisa dijual kepada siapapun calon pembeli juga distributor. Sistemnya melalui penawaran terbuka atau lelang. Jadi, dari 19 perusahaan mitra kami bisa melakukan pembelian dengan penawaran harga sebelumnya," jelasnya.
Dengan dukungan kemitraan off taker ini, lanjutnya, beberapa tahun terakhir harga pascapanen tebu atau gula relatif stabil.
"Komoditi gula yang dihasilkan petani kini lebih terjamin pasarnya dan harganya stabil. Tidak seperti sebelumnya, tidak pasti. Harganya juga kadang turun kemudian naik lagi," ungkap Gus Hamim.
Sebelumnya, dukungan fasilitasi ekosistem pangan untuk gula, juga terus diberikan pemerintah melalui intervensi Badan Pangan Nasional (BPN). Dengan intervensi BPN ini, produksi gula mulai dari tingkatan petani sampai pemasaran dan ketercukupannya lebih terjamin.
Gus Hamim menambahkan, melalui PKPTR yang diketuainya, juga dukungan kemitraan dengan BUMN Pabrik Gula, juga dirasakan banyak membantu petani tebu rakyat. Terutama, dukungan untuk persiapan awal dan proses tanam tebu.
Dimana, menurutnya petani bisa dengan mudah mendapatkan akses pinjaman modal budidaya dari beberapa lembaga perbankan Himbara.
"Jadi, petani tebu rakyat anggota kami tidak kesulitan akses modal awal dari perbankan. Ini karena rekomendasi koperasi (PKPTR) dibutuhkan. Juga, dari PG yang juga mengetahui luasan dan kapasitas produksi tebu petani di sini," tandas Gus Hamim.
Beberapa tahun terakhir, menurutnya produksi tebu di wilayah Kabupaten Malang juga terus meningkat. Tahun ini, sudah hampir 45 ribu hektare lahan ditanami tebu, dengan keberadaan dua Pabrik Gula, yakni PG Krebet Bululawang dan PG Kebonagung Pakisaji Kabupaten Malang. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |