TIMES JATIM, BANYUWANGI – Bak permadani, hijaunya alam menyegarkan mata, bersanding dengan gaya modern dibalut oleh adat, menjadikan Bandara Internasional Banyuwangi menjadi landasan pesawat terbaik di dunia.

Bagaimana tidak, bandara yang terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, sudah menyabet penghargaan paling bergengsi di dunia yaitu The 2022 Aga Khan Award For Architecture (AKAA) Bidang Arsitektektur. Penghargaan untuk Bandara Internasional Banyuwangi ini diumumkan langsung dari Genawa Swiss pads hari Kamis 22 September 2022.

Dengan Konsep "Green Airport" bandara Internasional Banyuwangi berhasil menyisihkan 463 nominasi bangunan arsitektur terbaik dari berbagai negara dan menyisakan dan hanya 6 pemenang saja.

Beratapkan rumput hijau, Sunroof sebagai penerangan tanpa listrik, dan dengan bangunan bentuk Udeng membuatnya sejuk, ramah lingkungan. Artistik kontemporer kental akan adat Osing, menjadikan ciri khas yang dipadukan secara apik sebagai Icon kota Banyuwangi.

Bandara karya arsitek Andra Matin ini memiliki luas terminal penumpang 7.000 meter persegi, berkapasitas 3 juta penumpang/tahun. Bandara Internasional Banyuwangi memiliki landasan pacu sepanjang  2.250 meter lebar 30 meter dengan ketebalan 40 Pavement Classification Number (PCN) Bandara Banyuwangi sudah masuk ke dalam Bandara Internasional.

Guna memperkuat penerapan Green Airport, bandar udara ini memiliki beberapa program efisiensi dan konservasi energi melalui pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai salah satu sumber energi yang diandalkan. 

Pengaplikasian lebih jauh lagi terdapat program manajemen habitat atau studi biodiversitas sebagai program untuk mengontrol hewan liar yang ada di bandara. Selain itu juga ada program manajemen limbah, mulai pengelolaan limbah cair dan limbah padat dengan metode Sewage Treatment Plant 1 dan 2.

Bandara Internasional Banyuwangi juga mensosialisasikan program Green Airport ke tenant dan penumpang pesawat seperti pengurangan penggunaan sedotan pada tenant restoran, pengurangan penggunaan plastik belanja, dan lainnya.

Terkait upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, beberapa inisiatif yang dilakukan yaitu Green Construction (bangunan ramah lingkungan disertai tanaman), dan Green Procurement (Mengurangi dampak kerusakan lingkungan). Contohnya adalah penerapan mitigasi emisi melalui penggunaan lampu LED, sistem sensor, sistem otomatis gedung, penanaman pohon, tanpa penggunaan AC dan lainnya. Selain itu terdapat alat khusus untuk mencatat gas emisi yang dihasilkan, yaitu melalui Airport Carbon Emission Rating Tools (ACERT).

Bandara Internasional Banyuwangi juga didukung dengan fasilitas stormwater management kawasan di mana berfungsi untuk menangkap, mengumpulkan, mengolah, meresapkan air limpasan hujan untuk digunakan sebagai sumber air alternatif. Hal ini untuk mendukung keperluan operasional bandara. Itulah alasan kenapa ada kolam dan banyak pohon di dalam bandara Internasional Banyuwangi.

Keberadaan Bandara Internasional Banyuwangi saat ini merupakan buah gagasan dari Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik (1991-2000) diperiode akhir masa jabatanya. Persiapan bandara dimulai sejak era kepemimpinan Bupati Samsul Hadi (2000-2005) dan Bupati Ratna Ani Lestari (2005-2010), lalu dibangun dan dioperasikan di era kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas (2010-2021). Kemudian mendapatkan penghargaan terbaik di dunia oleh pemimpin kita saat ini Ipuk Fiestiandani 2022.

Adanya bandara Internasional Banyuwangi ini roda perekonomian Banyuwangi semakin membaik. Pariwisata terus meningkat bahkan hingga internasional. (*)