TIMES JATIM, MALANG – Tim dari Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) mengembangkan sebuah program digitalisasi pohon bernama Digitree. Digitree diklaim hadir sebagai solusi inovatif dengan memanfaatkan teknologi QR Code yang dipasang pada setiap pohon.
Sistem ini disebut untukmendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-15 tentang perlindungan ekosistem daratan, sekaligus mendorong pelestarian lingkungan berbasis digital.
Melalui pemindaian kode tersebut, pengguna dapat mengakses informasi lengkap mengenai pohon, mulai dari taksonomi, morfologi, hingga sejarah dan cerita rakyat yang berkaitan dengan pohon tersebut.
Informasi ini disajikan dalam berbagai format, seperti teks, audio, gambar, dan video, sehingga lebih menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat. Pengembangan DIGITREE melibatkan tim yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan alumni lintas disiplin ilmu.
Tim ini dipimpin oleh Bayu Sutawijaya, S.Kom., M.Kom, dengan anggota di antaranya Susenohaji, SE., M.Si, Erlangga Setyawan, S.P., M.M, Citra Dewi Megawati, S.Sn., MT, Miro Boyke Persijn, Maulana Derifato Achmad, dan Riko Saputra L.
Kolaborasi ini menggabungkan lima keahlian sekaligus, yaitu programming, database, strategi pemasaran dan kebijakan, televisi dan animasi, serta kehutanan.
Susenohaji, salah satu anggota tim, menjelaskan konsep ini terinspirasi dari gagasan aset desa, di mana pohon, budaya, dan sumber daya alam lainnya bisa menjadi sumber pendapatan masyarakat.
“Aset desa ini tidak hanya berupa barang yang menghasilkan uang seperti meja atau kursi, tetapi juga pohon dan kekayaan alam lainnya. Melalui digitalisasi ini, masyarakat bisa membagikan cerita tentang pohon, termasuk taksonomi, sejarah, hingga cerita rakyat yang melekat," ucapnya.
Dengan adanya sistem ini, harapannya, desa wisata bisa berkembang, pengunjung bisa bermalam, dan meningkatkan taraf pendapatan desa secara merata.
Untuk menjaga keberlanjutan sistem, DIGITREE mengusung model Software as a Service (SaaS) berbasis langganan yang memungkinkan desa atau komunitas mendapat pendapatan berkelanjutan. Sistem ini juga membuka peluang bagi sponsor Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung biaya operasional dan pemeliharaan aplikasi.
“Aplikasi harus terus berjalan jika ada dana yang mendukung. Dengan semakin banyak pengunjung, maka pendapatan desa akan meningkat. Ini menjadi instrumen pemerataan, bukan pemusatan kekayaan,” tambah Susenohaji.
DIGITREE pertama kali diimplementasikan di Kota Probolinggo melalui program Matching Fund, dengan digitalisasi sebanyak 2.000 pohon di berbagai lokasi, seperti Alun-Alun, Pendopo, Pantai Cemara, dan Taman Wisata Lingkungan Hidup. Ke depan, sistem ini akan diperluas ke tiga sekolah di Malang serta Kebun Raya Purwodadi melalui kerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam program Riset Kolaboratif Indonesia (RIM).
Selain itu, DIGITREE juga telah diperkenalkan dalam acara Pencanangan Gerakan Anti Green Money Laundering yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
DIGITREE tidak hanya menawarkan teknologi digital, tetapi juga mendukung edukasi lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan. Tim pengembang berharap sistem ini dapat menjadi amal jariyah yang memfasilitasi masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan.
“Tujuan kami di sini bukan hanya sekadar peduli, tetapi juga ingin memfasilitasi orang agar lebih cinta kepada lingkungan. Hal ini juga membuktikan bahwa Vokasi UB tidak hanya diam, tetapi berkontribusi nyata dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pelestarian lingkungan,” pungkas Susenohaji. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |