TIMES JATIM, JAKARTA – Perayaan 1 Abad NU 2023 akan jatuh pada 7 Februari nanti. Pada hari itu, Nahdatul Ulama (NU) memperingati harlah yang terhitung dalam kalender hijriah.
Sebelum merayakan, agar makin cinta pada organisasi yang didirikan oleh Kiai Hasyim Asy'ari itu, warga Nahdliyyin sebaiknya membaca beberapa buku soal NU. Salah satunya yang direkomendasikan adalah buku berjudul: NU, Moderatisme, dan Pluralisme karya Prof Faisal Ismail.
Dalam kata pengantarnya, Prof Faisal Ismail menyampaikan, dalam buku ini, kata "kiaiisme" sering disebut dan bahkan menjadi kata kunci. "Yang saya maksud dengan "kiaiisme" adalah pandangan, ide, pemikiran, tradisi, budaya, dan filsafat hidup kiai," tulisnya dikutip TIMES Indonesia, Minggu (29/1/2023).
Ia mengatakan, kitab-kitab kuning atau pendapat ulama kalam, fiqh, dan tasawuf Abad Pertengahan sering menjadi rujukan gagasan, pemikiran, dan pendapat para kiai dan ulama pesantren. Tradisi dan budaya guyub, kebersamaan, gotong-royong, dan kesederhanaan merupakan ciri khas cara hidup kiai dan ulama pesantren.
"Filsafat dan pandangan hidup toleran, moderatisme, dan pluralisme adalah juga menjadi visi keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan para kiai dan ulama pesantren. Perpaduan antara semua elemen yang melekat pada sosok kiai inilah yang saya maksud dengan kiaiisme tersebut," jelasnya.
Begitu pula, kata "pluralisme" sering disebut dan menjadi wacana penting dalam buku ini. Ia menjelaskan, maksudkan dengan "pluralisme" adalah paham tentang kemajemukan atau ide dan pandangan tentang kebhinekaan.
"Dalam kehidupan kita sebagai masyarakat, komunitas, dan bangsa, pernik- pernik kemajemukan dan pelangi kebhinekaan ini sangat jelas kita rasakan dan kita saksikan bersama," katanya.
Dalam hal kepenganutan agama, misalnya, lanjut dia, ada umat Islam, umat Kristen, umat Hindu, umat Buddha, umat Konghucu, dan lain-lain. Setiap umat beragama di negeri ini mempunyai organisasi keagamaan atau majelis dari tingkat pusat sampai ke daerah.
Dalam hal etnis, ada etnis Jawa, etnis Sunda, etnis Madura, etnis Bali, etnis Sasak, etnis Bugis, etnis Papua, etnis Batak, etnis Minang, dan lain-lain. Dalam hal organisasi politik, ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), PKB, PAN, PKS, NasDem, Gerindra, dan lain-lain. Kemajemukan dan kebhinekaan menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
"Bagaimana NU memandang pluralisme dan menempatkan diri di tengah pluralitas bangsa Indonesia, inilah yang menjadi fokus diskusi dalam buku ini," jelasnya.
Ia menjelaskan, buku karangan ini terdiri atas enam bagian. Bagian pertama memaparkan tentang kiaiisme dalam budaya pesantren. Pada bagian kedua dibahas tentang kiaiisme dalam budaya politik. Diskusi tentang kiaiisme dalam tata krama demokrasi dideskripsikan pada bagian ketiga. Bagian keempat menganalisis tentang Gus- Durisme, intelektualisme, dan kritisisme.
"Beranjak ke paparan selanjutnya, bagian kelima mengulas tentang kialisme, politikisme, dan konstitusionalisme. Terakhir, bagian keenam mengupas tentang NU, moderatisme, dan pluralisme," ujarnya.
Sekilas Tentang Prof Faisal Ismail
Prof Faisal Ismail menamatkan jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Prenduan, Sumenep (1959-seraya belajar di SRN Prenduan pada pagi hari, ia juga belajar di Madrasah Mathlabul Ulum di desa yang sama pada sore hari); Pendidikan Guru Agama Negeri Pamekasan (1963); Pendidikan Hakim Islam Negeri Yogyakarta (1966); Program S-1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN-sekarang: Universitas Islam Negeri/UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (1973); Program Master of Arts (MA) di Department of Middle East Languages and Cultures, Columbia University, New York (1988- tesisnya berjudul "The Nahdlatul Ulama: Its Early History and Religious Ideology"); dan Program Doktor di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Kanada (1995-disertasinya. berjudul "Islam, Politics, and Ideology in Indonesia: A Study of the Process of Muslim Acceptance of the Pancasila".
la memperoleh gelar guru besar (profesor) pada tahun 1997 dan tercatat sebagai doktor dan profesor pertama di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga. Sejak 1977 ia mengajar di fakultasnya.
Sebagai guru besar, ia mengajar pula di Program Pascasarjana (PPs) IAIN/ UIN Sunan Kalijaga; PPs Universitas Islam Indonesia Yogyakarta; PPs Teologia Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (1996-1999); PPs Teologia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (1997-1999); dan PPs IAIN Walisongo Semarang (1999).
Sejak Januari-April 1999, ia mengajar sebagai profesor tamu di almamaternya, Institute of Islamic Studies, McGill University, mengampu mata kuliah "Modern Islamic Development in Indonesia".
Ia menjadi anggota Dewan Guru Besar Kementerian Agama (2002-2006) dengan tugas menilai karya ilmiah dosen STAIN/IAIN/UIN yang mengajukan usulan untuk memperoleh gelar guru besar. Institut Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur, mengangkatnya sebagai penguji luar tesis/ disertasi (2003-2013). International Islamic University Malaysia juga menugasi Prof Faisal Ismail sebagai penguji luar disertasi. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Faizal R Arief |