https://jatim.times.co.id/
Opini

Guru dan Krisis Kepercayaan di Ruang Kelas

Rabu, 19 November 2025 - 20:41
Guru dan Krisis Kepercayaan di Ruang Kelas Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

TIMES JATIM, MALANG – Kita sering disuguhi pesan manis tentang keteladanan, pengabdian tanpa batas, dan peran strategis guru dalam mencerdaskan bangsa. Namun begitu kalender kembali berjalan, nasib dan posisi guru kembali tenggelam dalam hiruk-pikuk problem pendidikan yang tak kunjung selesai. 

Ada jurang yang makin lebar antara pujian seremonial dan kenyataan di lapangan: guru hari ini bekerja dalam tekanan yang semakin besar, tetapi dengan penghargaan yang semakin kecil. 

Di titik inilah opini kritis ini perlu ditegaskan bukan untuk meremehkan pengabdian guru, tetapi untuk menunjukkan bahwa krisis pendidikan Indonesia sejatinya adalah krisis kepercayaan terhadap profesi guru itu sendiri.

Kita patut jujur mengakui bahwa masyarakat sering menaruh harapan berlebihan kepada guru, namun pada saat yang sama membatasi ruang gerak mereka dengan kebijakan yang serba birokratis. 

Guru dituntut mendidik dengan nilai, tetapi diukur dengan angka. Mereka dituntut kreatif, tetapi dipagari administrasi. Mereka diminta melahirkan generasi emas, tetapi berjuang dengan sarana yang jauh dari standar emas. 

Bayangkan bagaimana seorang guru harus menghabiskan lebih banyak waktu mengisi aplikasi penilaian dan laporan kegiatan daripada memikirkan strategi pedagogik yang relevan bagi murid-muridnya.

Dalam konteks ini, kita tidak sedang berbicara tentang guru sebagai individu, melainkan sistem yang melingkupi guru yang kian jauh dari akal sehat. Guru bukan robot administrasi. Guru adalah aktor intelektual dan moral yang mestinya diberdayakan, bukan disangkar dalam prosedur. Ketika guru sibuk dengan tumpukan laporan, maka hilanglah ruang refleksi, intuisi, dan kreativitas yang sesungguhnya menjadi napas pendidikan.

Krisis yang sama juga tampak dalam pola rekruitmen guru yang kurang mempertimbangkan kualitas jangka panjang. Banyak sekolah, terutama di daerah 3T, masih kekurangan guru berkualifikasi. Di sisi lain, guru honorer yang mengabdikan diri bertahun-tahun justru terjebak dalam ketidakpastian ekonomi dan status. 

Dalam jangka panjang, hal ini melahirkan ketimpangan kualitas pendidikan yang semakin sulit dijembatani. Tidak mengherankan jika indeks kualitas pendidikan kita stagnan di banyak daerah.

Kita juga perlu menyoroti masalah lain yang lebih subtil, yaitu memudarnya wibawa moral guru di mata sebagian masyarakat. Dalam era digital, opini mengalir dengan sangat cepat. Satu video yang menampilkan guru marah, misalnya, dapat mengundang hujatan nasional dalam hitungan jam. 

Padahal publik jarang melihat konteks, tekanan emosional, atau kondisi kelas yang sebenarnya. Guru pun harus bekerja dalam bayang-bayang kamera ponsel murid. Ketika otoritas moral guru semakin tergerus, maka ruang pendidikan kehilangan satu pilar penting: keteladanan yang dihormati, bukan sekadar dimonitor.

Di sisi lain, sebagian guru juga belum siap menghadapi tantangan zaman. Transformasi digital berjalan cepat, tetapi tidak semua guru dibekali pelatihan memadai. Banyak guru yang masih gagap teknologi, bukan karena tidak mau belajar, tetapi karena tidak pernah dituntun untuk belajar. 

Akibatnya, jurang antara anak yang tumbuh dalam budaya digital dan guru yang bekerja dengan cara-cara konvensional semakin melebar. Ruang kelas akhirnya menjadi arena kesenjangan literasi digital, bukan ruang pembelajaran dua arah yang dinamis.

Namun kritik ini tidak boleh berhenti sebagai keluhan struktural. Ada hal yang jauh lebih fundamental: kita harus mengembalikan guru ke posisi sebagai figur intelektual publik. Selama ini, guru sering ditempatkan sebagai pelaksana kurikulum, bukan perancang gagasan. 

Dalam sejarah bangsa, guru adalah penggerak perubahan. Dari ruang kelas pesantren hingga sekolah rakyat, guru-lah yang menyebarkan semangat kemerdekaan, nasionalisme, dan kesadaran kritis. Bila hari ini guru hanya diperlakukan sebagai petugas administrasi pendidikan, maka kita sebenarnya sedang melumpuhkan salah satu mesin peradaban terpenting.

Pendidikan tidak bisa ditransformasi hanya dengan mengganti kurikulum setiap lima tahun. Pendidikan hanya bisa berubah jika guru berubah, dan guru hanya bisa berubah jika diberi ruang, kepercayaan, dan kesejahteraan. 

Kita perlu ekosistem baru yang menempatkan guru sebagai subjek, bukan objek; sebagai pemikir, bukan tukang; sebagai pemimpin moral, bukan sekadar pengisi absen.

Selain itu, masyarakat perlu merevisi cara memandang guru. Menghormati guru bukan berarti menempatkan mereka di menara gading tanpa kritik. Menghormati guru berarti memastikan mereka memiliki kondisi kerja yang manusiawi, menghargai proses, bukan hanya hasil, dan memahami bahwa mengajar adalah pekerjaan emosional yang memerlukan dukungan, bukan penghakiman. Ketika masyarakat memperlakukan guru sebagai mitra, bukan pelayan, pendidikan akan menemukan napas barunya.

Masa depan pendidikan Indonesia bergantung pada bagaimana kita memperlakukan guru hari ini. Jika guru tetap dibiarkan bekerja dalam ketidakpastian, tekanan administratif, dan minimnya dukungan moral, maka jangan berharap lahirnya generasi berkarakter, merdeka berpikir, dan matang secara sosial. Namun jika kita bisa mengembalikan martabat guru sebagai pilar pengetahuan dan moral bangsa, maka pendidikan tidak lagi menjadi beban, melainkan harapan.

Guru adalah cahaya di ruang kelas. Tetapi cahaya itu tidak akan pernah menyala jika kita terus memadamkannya dengan sistem yang salah. Ini saatnya bangsa ini berhenti memuji guru hanya dalam upacara dan mulai memperjuangkan guru dalam kenyataan.

***

*) Oleh : Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.