https://jatim.times.co.id/
Opini

Peta Jalan OPOP Naik Kelas

Sabtu, 13 September 2025 - 14:35
Peta Jalan OPOP Naik Kelas H. Mohammad Ghofirin, S.Pd., M.Pd., Sekretaris OPOP Jatim dan Dosen UNUSA.

TIMES JATIM, SURABAYA – Program One Pesantren One Product (OPOP) hadir sebagai salah satu inovasi penting dalam menggerakkan kemandirian ekonomi berbasis pesantren. Konsep ini bertujuan agar setiap pesantren memiliki produk unggulan yang bernilai ekonomi, dikembangkan secara profesional melalui Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP), dan dikelola dengan semangat kewirausahaan berbasis nilai keislaman.

OPOP dikembangkan melalui tiga pilar, yaitu Pesantrenpreneur, Santripreneur dan Sosiopereneur. Pilar Pesantrenpreneur menekankan pada penguatan kelembagaan ekonomi pesantren melalui BUMP. Pilar Santripreneur berfokus pada pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan santri. 

Sedangkan Pilar Sosiopreneur menekankan pada program pemberdayaan alumni pesantren yang disinergikan dengan masyarakat. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk ekosistem ekonomi pesantren yang berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan.

OPOP dirancang bukan sekadar untuk membangun usaha di lingkungan pesantren, melainkan untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang kuat, berdaya saing, dan berkelanjutan. Untuk mewujudkannya, OPOP Jatim menekankan pada lima aspek utama yang menjadi fondasi pengembangan, yaitu:

Pertama, Kelembagaan. Aspek kelembagaan menekankan pentingnya penguatan BUMP. Penguatan kelembagaan ini mencakup legalitas usaha, tata kelola yang profesional, manajemen keuangan yang akuntabel, serta sistem organisasi yang solid. 

Dengan kelembagaan yang kuat, pesantren mampu menjadi entitas ekonomi formal yang dipercaya oleh pemerintah, swasta, maupun lembaga keuangan.

Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM). Aspek kelembagaan menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM pengelola BUMP. Melalui pelatihan, pendampingan, dan program sertifikasi profesi, SDM pesantren dibekali dengan kompetensi manajerial, kewirausahaan, keterampilan digital, dan inovasi produk.

Ketiga,bProduk Unggulan. Aspek produk unggulan menekankan pentingnya BUMP mampu menghasilkan produk yang unggul, berdaya saing, dan inovatif. Setiap pesantren didorong untuk memiliki produk khas yang berakar pada potensi lokal, namun dikembangkan sesuai standar pasar modern. 

Mulai dari pangan, herbal, fashion muslim, hingga kerajinan, semua diarahkan agar memiliki nilai tambah, kualitas terjamin, legalitas resmi, dan daya saing tinggi.

Keempat, Akses Pasar dan Digitalisasi. Akses pasar menjadi aspek kunci agar produk pesantren tidak hanya berhenti di lingkungan lokal, tetapi mampu menembus pasar nasional dan global. Akses pasar dilakukan melalui expo, misi dagang, platform digital, marketplace nasional, ritel modern, hingga jalur ekspor.

Kelima, Permodalan. Permodalan menjadi aspek vital dalam keberlanjutan usaha pesantren. Melalui BUMP, pesantren difasilitasi untuk mendapatkan akses pembiayaan syariah, kredit usaha rakyat (KUR), dana bergulir, maupun kolaborasi dengan lembaga keuangan dan investor. Aspek ini memastikan bahwa usaha pesantren tidak berhenti karena keterbatasan modal, melainkan mampu naik kelas secara bertahap.

Tahapan OPOP naik kelas disusun secara sistematis, dan berkelanjutan. Naik kelas bukan hanya soal meningkatkan omzet, tetapi juga mencakup transformasi kelembagaan, penguatan SDM, digitalisasi, perluasan pasar, hingga dampak sosial yang lebih luas.

Peta Jalan OPOP naik kelas disusun dalam tiga tahapan: jangka pendek (0–1 tahun), menengah (2–3 tahun), dan panjang (4–5 tahun). Jangka pendek berfokus pada fondasi dan kelembagaan, jangka menengah berfokus pada penguatan kapasitas dan perluasan pasar, sedangkan jangka Panjang berfokus pada ekspansi global dan keberlanjutan.

Pertama, Tahap Jangka Pendek (0–1 Tahun). Pada tahap awal, fokus utama adalah membangun dasar kelembagaan yang kokoh. Banyak BUMP pesantren masih berjalan secara tradisional, sehingga legalitas usaha, administrasi, dan tata kelola perlu diperkuat. 

Langkah pertama adalah memastikan setiap BUMP memiliki Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum, memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), izin usaha, serta sertifikasi dasar produk seperti PIRT, halal, dan merek dagang. Legalitas ini penting agar produk pesantren dapat diterima oleh pasar yang lebih luas, termasuk ritel modern dan lembaga perbankan.

Selain itu, pencatatan keuangan sederhana mulai diperkenalkan agar usaha menjadi bankable. Pada tahap ini, pesantren juga perlu fokus pada produk unggulan yang spesifik dan memiliki potensi pasar jelas. 

Tidak perlu banyak jenis produk sekaligus, cukup satu atau dua produk yang dikelola serius dengan perbaikan kemasan dan branding sederhana. Dari sisi SDM, pelatihan dasar kewirausahaan, literasi keuangan, dan digital marketing diberikan kepada pengelola BUMP.

Kedua, Tahap Jangka Menengah (2–3 Tahun). Setelah fondasi kelembagaan terbentuk, tahap berikutnya adalah memperkuat kapasitas usaha dan mulai memperluas pasar. 

Pada tahap ini, BUMP diarahkan untuk menerapkan Standard Operating Procedure (SOP) produksi dan layanan, sehingga kualitas produk lebih konsisten. Audit sederhana terhadap laporan keuangan mulai dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan mitra.

Produk unggulan yang sebelumnya hanya dipasarkan di lingkungan lokal mulai didiversifikasi. Misalnya, jika pesantren awalnya hanya menjual produk makanan ringan, maka dapat menambah varian produk baru berbasis tren pasar seperti herbal, fashion muslim, atau pangan sehat. Diversifikasi ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan riset dan pengembangan (R&D), bekerja sama dengan kampus atau lembaga riset.

Dari sisi digitalisasi, pengelola pesantren mulai mengoptimalkan e-commerce dan iklan digital berbayar, sekaligus menggunakan aplikasi manajemen seperti point of sales (POS), akuntansi digital, hingga Customer Relationship Management (CRM) untuk membangun hubungan pelanggan. 

Branding juga diperkuat dengan storytelling: “Produk Pesantren untuk Negeri”, yang menekankan nilai religius, kejujuran, dan keberkahan sebagai pembeda dengan produk lain.

Akses pasar diperluas ke ritel modern, hotel, restoran, dan kafe (Horeka). Produk pesantren juga mulai dipamerkan dalam event nasional seperti expo halal, UMKM fair, dan festival produk pesantren. Dari sisi permodalan, BUMP bisa mengakses pembiayaan syariah, kemitraan dengan BUMN, dan investor lokal untuk mendukung ekspansi usaha.

Selain itu, terbentuk klaster OPOP berbasis wilayah. Misalnya, klaster kopi, klaster batik, klaster herbal, dan seterusnya. Kolaborasi antar pesantren ini akan memperkuat daya saing dan kapasitas produksi kolektif.

Ketiga, Tahap Jangka Panjang (4–5 Tahun)

Tahap jangka panjang merupakan fase di mana OPOP tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada ekspansi global dan keberlanjutan. 

Secara kelembagaan, BUMP sudah harus mengadopsi Good Corporate Governance (GCG). Tim profesional terbentuk dengan pembagian divisi yang jelas: produksi, pemasaran, keuangan, dan riset. 

Pesantren bahkan dapat memiliki R&D Center untuk terus berinovasi. BUMP pesantren harus mulai mengadopsi green business, seperti penggunaan energi ramah lingkungan, dan kemasan eco-friendly.

Produk pesantren diarahkan masuk ke pasar internasional melalui ekspor. Diaspora alumni pesantren di luar negeri dapat dijadikan agen distribusi. Branding kolektif OPOP dapat diposisikan sebagai bagian dari global halal value chain, sehingga produk pesantren memiliki ceruk pasar kuat di Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga Eropa.

Dari sisi pembiayaan, akses modal tidak lagi terbatas pada bank lokal, tetapi juga modal ventura syariah, crowdfunding global, hingga Initial Public Offering (IPO) kecil yang listing di bursa khusus UMKM. Hal ini memungkinkan pesantren memiliki daya saing dengan perusahaan besar.

Apabila Tahapan OPOP Naik Kelas tersebut dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan berkelanjutan. Maka bisnis yang dijalankan oleh Pesantren akan berdampak positif bagi masyarakat sekitar. 

Pesantren akan berkontribusi nyata dalam turut mengurangi angka pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja maupun pemberdayaan komunitas.

Dengan demikian, OPOP dapat menjadi motor penggerak ekonomi pesantren yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan internal pesantren, tetapi juga memberi kontribusi nyata pada pembangunan ekonomi nasional. 

OPOP naik kelas pada akhirnya adalah jalan untuk menjadikan pesantren sebagai pusat keilmuan, pusat dakwah, sekaligus pusat ekonomi umat yang modern, mandiri, dan berdaya saing global.

***

*) Oleh : H. Mohammad Ghofirin, S.Pd., M.Pd., Sekretaris OPOP Jatim dan Dosen UNUSA.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.