https://jatim.times.co.id/
Opini

Komitmen Menyelamatkan Kekayaan Negara di Usia 80

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 13:56
Komitmen Menyelamatkan Kekayaan Negara di Usia 80 Muhammad Nafis S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.

TIMES JATIM, MALANG – Di usia ke-80 kemerdekaannya, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga dan mengelola kekayaan bangsa. Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato kenegaraan menyambut HUT RI ke-80, menegaskan pentingnya penyelamatan sumber daya negara dari kebocoran, korupsi, dan ketidakadilan ekonomi. 

Pidato tersebut bukan sekadar retorika, melainkan cetak biru aksi nyata yang sejalan dengan semangat kemerdekaan: mewujudkan kedaulatan ekonomi dan keadilan sosial.

Salah satu isu utama yang disoroti adalah fenomena net outflow of national wealth, yaitu kebocoran kekayaan negara yang mengalir ke luar negeri. 

Presiden mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengambil langkah tegas dengan mengamankan APBN sebesar Rp300 triliun dari anggaran yang rawan korupsi, seperti anggaran perjalanan dinas dan alat tulis kantor. 

Dana ini dialihkan ke program-program produktif yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat, seperti bantuan pangan dan pembangunan infrastruktur. 

Selain itu, upaya pengawasan diperkuat melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang berhasil meningkatkan akuntabilitas keuangan negara hingga 97,7% laporan kementerian/lembaga dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian. Namun, tantangan terbesar tetap ada pada konsistensi implementasi. 

Korupsi masih merajalela di tingkat daerah dan BUMN, menunjukkan bahwa pengawasan harus diperkuat hingga ke level birokrasi bawah untuk benar-benar menghentikan kebocoran anggaran.

Presiden juga menegaskan pentingnya kembali ke khittah ekonomi kerakyatan sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945. Pasal ini mengatur bahwa sumber daya strategis harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Langkah konkret yang diambil termasuk penertiban 3,1 juta hektar lahan sawit ilegal dan rencana perluasan penertiban ke sektor pertambangan.

Selain itu, pemerintah membentuk Danantara, lembaga pengelola investasi senilai USD 1 triliun, untuk mempercepat hilirisasi sumber daya alam dan menciptakan lapangan kerja berkualitas. Namun, di lapangan, ketimpangan masih terasa. 

Petani kecil seringkali dirugikan oleh mafia perdagangan, sementara manfaat hilirisasi belum merata. Jika pemerintah tidak tegas menindak kartel dan memastikan distribusi manfaat yang adil, cita-cita keadilan ekonomi hanya akan menjadi wacana.

Di sektor ketahanan pangan, Presiden menyoroti ironi bangsa agraris yang pernah mengalami kelangkaan minyak goreng. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah membuka 2 juta hektar sawah baru di Kalimantan, Sumatera, dan Papua, serta menstabilkan harga gabah di level Rp6.500/kg. 

Kebijakan ini membuahkan hasil: stok beras nasional mencapai 4 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah, dan Indonesia bahkan kembali mengekspor beras setelah puluhan tahun bergantung impor. 

Namun, tantangan infrastruktur dan distribusi masih menghambat, terutama di daerah terpencil. Tanpa perbaikan logistik yang masif, surplus pangan tidak akan dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat.

Program perlindungan sosial juga menjadi fokus pemerintah. Presiden meluncurkan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjangkau 20 juta anak sekolah, ibu hamil, dan balita, serta membangun Sekolah Rakyat untuk anak-anak dari keluarga miskin disertai bantuan renovasi rumah. 

Di sisi penegakan hukum, pemerintah tak segan menyita aset perusahaan yang menimbun kebutuhan pokok. Namun, program MBG masih perlu diperluas cakupannya, mengingat baru 5.800 satuan pelayanan gizi yang terbentuk dari total kebutuhan 270 juta penduduk. Penindakan kartel juga harus konsisten, tidak hanya dilakukan saat momentum politik sedang tinggi.

Di bulan kemerdekaan ini, pidato Presiden Prabowo memberikan harapan baru bagi penyelamatan kekayaan bangsa. Namun, antara retorika dan realitas, masih ada jurang yang harus dijembatani. 

Pertama, konsistensi penegakan hukum mutlak diperlukan. Pemberantasan korupsi dan penertiban lahan harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap konglomerat dan pejabat yang bermain kotor. 

Kedua, pembangunan harus merata, menjangkau daerah tertinggal di luar Jawa dan kota-kota besar. Ketiga, partisipasi publik harus ditingkatkan agar kebijakan tidak hanya bersifat top-down, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam pengawasan.

Penyelamatan kekayaan bangsa bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Di usia 80 tahun Indonesia merdeka, momentum ini harus menjadi titik balik menuju kedaulatan ekonomi yang sesungguhnya. 

Merdeka dari korupsi, merdeka dari ketergantungan impor, dan merdeka dari ketidakadilan hanya dengan kerja nyata, cita-cita ini bisa terwujud.

***

*) Oleh : Muhammad Nafis, S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.