TIMES JATIM, JEMBER – Sebagai bagian dari upaya kolaboratif untuk menanggulangi stunting di Indonesia, sebuah kegiatan diseminasi hasil penelitian dan forum pemangku kepentingan bertajuk Model Dukungan Orang Tua Berbasis "Caring" dengan Pola Asuh Anak di Daerah Lokus Stunting sukses diselenggarakan pada 31 Oktober 2024.
Acara ini melibatkan forum pemangku kepentingan yang terdiri dari Camat, Kepala Puskesmas, DPD PPNI Kabupaten Jember, Ketua LPPM, Koordinator Bidan, Koordinator Perawat, Bidan Wilayah, Ahli Gizi Puskesmas, Kepala Desa, dan Dosen.
Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember dengan diketuai oleh Dr. Nikmatur Rohmah, S.Kep., Ns., M.Kes, dan beranggotakan Dr. Ns. Awatiful Azza, M.Kep., Sp.Kep.Mat, serta Ns. Ely Rahmatika Nugrahani, S.Kep., Ns., M.Kep.
Kegiatan ini bertujuan untuk memahami peran penting orangtua dalam mendukung tumbuh kembang anak, khususnya di daerah dengan prevalensi stunting tinggi, melalui pendekatan teori caring milik Jean Watson.
Fokus utama penelitian ini adalah model dukungan orang tua berbasis "caring", yang diharapkan dapat meningkatkan pola asuh anak sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka stunting.
Penelitian ini telah dilakukan sejak Juni - September 2024, yang terdiri dari dua tahap penelitian.
Yaitu tahap satu bertujuan menganalisis model dukungan orangtua berbasis “caring” dengan pola asuh anak di desa lokus stunting.
Sedangkan penelitian tahap dua bertujuan mengungkap isu strategis berdasarkan hasil uji hipotetsis tahap satu.
Forum pemangku kepentingan merupakan bentuk sinergi untuk solusi masalah stunting.
Forum ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan yang memiliki peran langsung dalam penanggulangan stunting, mulai dari pemerintah kecamatan dan desa, dinas kesehatan dalam hal ini kepala puskesmas dan tim, ahli gizi, hingga organisasi keperawatan.
Dalam sambutannya, Ketua LPPM, Dr. Juariyah, M.Si. mengatakan bahwa peran orangtua dalam pengasuhan anak merupakan faktor utama dalam pencegahan stunting.
Menurutnya, penelitian ini sesuai jika dikaitkan dengan masalah stunting.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Dr. Nikmatur Rohmah, S.Kep., Ns., M.Kes selaku ketua tim mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan, dukungan orangtua berpengaruh terhadap pola asuh orangtua sebesar 44,7 persen, dan pola asuh orangtua berpengaruh terhadap pertumbuhan anak sebesar 1,4 persen.
"Hasil menunjukkan bahwa model telah mampu memprediksi dengan cukup baik sehingga dukungan orangtua memiliki pengaruh yang signifikan, tetapi masih ada ruang untuk peningkatan akurasi prediksi,” ungkap Nikmatur.
Selain itu, dalam pemaparan desiminasi hasil penelitian, Dr. Ns. Awatiful Azza, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Mat juga menjelaskan bahwa hasil penelitian tahap dua menunjukkan bahwa peran ayah sedikit lebih besar daripada peran ibu dalam pengasuhan.
Dia mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa dalam pengasuhan anak, ayah telah melampaui peran tradisional yang biasanya hanya berfokus pada aspek ekonomi.
Ayah, lanjutnya, tidak hanya berperan sebagai pengasuh sekunder tetapi juga sering terlibat dalam aktivitas sehari-hari anak seperti menyuapi, bermain, hingga mengurus kesehatan anak ketika sakit.
Menurutnya, hal ini mencerminkan pergeseran budaya pengasuhan yang lebih kolaboratif dan partisipatif antara ayah dan ibu.
"Hasil lain menunjukkan bahwa dalam pengasuhan anak, antara ayah dan ibu setara dalam pembagian peran, terdapat fleksibilitas pengasuhan, dan dalam pengambilan keputusan dilakukan secara bersama," tuturnya.
Awatiful juga mengungkapkan, penemuan lain menunjukkan bahwa ayah dan ibu telah peka dalam menghadapi emosional anak.
"Ibu lebih terlibat dalam aspek stabilitas emosional, sedangkan ayah berperan penting dalam menyediakan kenyamanan fisik dan emosional saat anak menghadapi situasi sulit," paparnya.
Selama sesi diskusi, para pemangku kepentingan memberikan masukan penting mengenai bagaimana implementasi model dukungan orang tua berbasis "caring" dapat diterapkan secara lebih luas.
Salah satu hal yang dibahas adalah perlunya peningkatan kapasitas orangtua, khususnya di daerah-daerah dengan angka stunting yang tinggi, untuk memahami pentingnya pola asuh yang baik.
Kelas pengasuhan kolaboratif merupakan solusi yang diusulkan oleh tim peneliti, dimana kelas ini akan membahas masalah stunting dan pengasuhan yang baik dari segala sektor.
Dalam diskusi tersebut, berbagai solusi untuk memperkuat implementasi model dukungan orang tua berbasis "caring" juga dikemukakan.
Para pemangku kepentingan sepakat untuk dilakukannya Kelas Pengasuhan Kolaboratif yang nantinya dapat disubtitusikan melalui program yang telah ada di Puskesmas.
"Kelas Pengasuhan Kolaboratif merupakan langkah strategis dan tindak lanjut yang tepat dari penelitian ini, sehingga nantinya tim dosen akan membantu dalam meningkatkan pengetahuan orangtua khususnya dalam pengausuhan anak," ujar Ns. Kukuh selaku perawat wilayah.
Pemerintah kecamatan juga menunjukkan komitmennya untuk mendukung keberlanjutan Kelas Pengasuhan Kolaboratif, dengan merancang kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan keluarga di daerah lokus stunting.
Acara ini diakhiri dengan kesepakatan bersama bahwa untuk mengatasi stunting secara efektif, diperlukan pendekatan yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun individu.
Kelas Pengasuhan Kolaboratif merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pola asuh orangtua.
Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk program-program penguatan kapasitas orangtua dalam pola asuh yang berbasis kasih sayang dan perhatian, serta dapat diterapkan secara lebih luas di seluruh daerah lokus stunting di Indonesia.
Melalui sinergi yang solid antara pemangku kepentingan, diharapkan masalah stunting dapat segera teratasi, memberikan kesempatan bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh sehat, cerdas, dan berkualitas di masa depan. (*)
Pewarta | : M Abdul Basid (MG) |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |