https://jatim.times.co.id/
Gaya Hidup

Gus Baha Bongkar Rahasia Mi’raj yang Jarang Diceritakan Kiai

Sabtu, 01 Februari 2025 - 03:21
Gus Baha Bongkar Rahasia Mi’raj yang Jarang Diceritakan Kiai Gus Baha saat membacakan sebuah kitab di Pondok Tremas Pacitan beberapa waktu lalu. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PACITANKisah Isra Mi’raj sudah sering kita dengar. Dari mimbar ke mimbar, dari surau ke surau, dari guru mengaji sampai penceramah di televisi. Tapi, rupanya ada sisi lain dari perjalanan agung ini yang jarang dikisahkan. Untunglah ada Gus Baha, ulama yang bukan hanya alim, tetapi juga gemar membongkar detail yang luput dari perhatian banyak orang.

"Alhamdulillah, tadi pagi saya mengaji Kitab Shahih Bukhari, dan sekarang saya ingin melanjutkan mengaji Shahih Muslim, khususnya tentang riwayat mi'raj yang mungkin jarang disebutkan orang," kata Gus Baha, memulai pembahasannya, seperti dalam tayangan YouTube Berbagi Ilmu unggahan setahun lalu. 

Tentu kita semua sudah tahu bahwa dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah SAW bertemu dengan para nabi di berbagai lapisan langit. Tapi tahukah Anda, ada sebuah pertemuan yang menyiratkan kepedihan mendalam?

Nabi Adam dan Tangis di Langit Pertama

Di langit pertama, Rasulullah bertemu dengan Nabi Adam AS. Nah, ini bukan sekadar pertemuan antar-nabi biasa. Ada sebuah adegan yang, kalau direnungkan, bisa bikin bulu kuduk berdiri.

"Ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Malaikat Jibril, 'Siapakah kelompok di kanan Nabi Adam?' Jibril menjawab, 'Kelompok di kanan itu adalah ahli surga,' dan ketika Rasulullah SAW bertanya tentang kelompok di kiri, Jibril menjawab, 'Mereka adalah ahli neraka'," jelas Gus Baha.

Bayangkan bagaimana rasanya menjadi Nabi Adam. Beliau tersenyum saat melihat ke kanan, karena di sanalah anak-cucunya yang dijanjikan surga. Tapi begitu menoleh ke kiri, beliau menangis. Sebab, di sisi itu, berderetlah mereka yang nasibnya kelak di neraka.

Ini bukan kisah tentang Adam yang jatuh dari surga. Ini kisah tentang Adam yang, meski seorang nabi, tetap manusia. Tetap seorang bapak yang hatinya hancur melihat sebagian keturunannya menuju nasib yang kelam.

Pelajaran dari Mbah Moen: Iman kepada Takdir

Gus Baha, seperti biasa, tak membiarkan kita sekadar mendengar kisah. Ada hikmah yang beliau sampaikan, ada pelajaran yang mesti kita cerna.

"Iman itu paling tinggi adalah iman terhadap takdir. Semua yang terjadi sudah digariskan oleh Allah Ta'ala, dan kita sebagai manusia hanya bisa berusaha menerima dan menjalani hidup dengan penuh tawakal," ujar beliau, mengutip pelajaran dari Mbah Moen.

Begitulah adanya. Kadang kita terlalu sibuk menggugat hidup, bertanya ini-itu pada Tuhan, lupa bahwa takdir sudah tersusun rapi sejak azali. Nabi Adam saja tak bisa mengubah nasib anak-cucunya satu per satu, apalagi kita.

Nabi Musa dan Urusan Shalat Lima Waktu

Perjalanan Mi’raj terus berlanjut. Di langit berikutnya, Rasulullah bertemu Nabi Musa AS. Dan di sinilah terjadi negosiasi besar-besaran yang kemudian kita syukuri sepanjang hayat.

Awalnya, shalat yang diwajibkan berjumlah 50 kali sehari. Ya, betul, lima puluh kali. Bisa dibayangkan? Tapi Nabi Musa, dengan pengalamannya mengurus umat Bani Israel yang kepala batu, tahu bahwa jumlah itu bakal sulit dijalankan.

Rasulullah SAW pun naik-turun memohon keringanan kepada Allah. Akhirnya, shalat yang semula 50 kali dipangkas menjadi lima kali sehari—tanpa mengurangi pahalanya.

Gus Baha, dengan gaya khasnya, mengambil hikmah dari kejadian ini.

"Dalam hidup ini, kita tidak perlu merasa malu untuk meminta keringanan atau pertolongan, karena Allah Ta'ala Maha Mengetahui keadaan kita dan suka jika kita memohon kepada-Nya," ujar beliau.

Betul juga. Kadang kita gengsi minta tolong, sok kuat, padahal Allah sendiri suka kalau kita berdoa, memohon, dan menyadari bahwa kita ini makhluk yang lemah.

Pertemuan dengan Nabi Ibrahim: Ikatan Emosional yang Kuat

Di langit ketujuh, Rasulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim AS. Ini bukan pertemuan biasa. Bukan sekadar jumpa kangen antar-nabi. Ada satu detail menarik di sini.

Nabi Ibrahim melihat Rasulullah SAW sebagai cucunya yang paling mirip dengannya. Ada kebanggaan, ada kedekatan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Nabi Ibrahim melihat Rasulullah sebagai cucu yang paling mirip dengannya. Ini menunjukkan bahwa ikatan spiritual antara para nabi sangat kuat, bahkan melampaui dimensi waktu dan ruang," tutur Gus Baha.

Ini bukan hanya soal hubungan nasab. Ini tentang kelanjutan perjuangan. Seorang kakek yang melihat bahwa cucunya akan meneruskan risalah besar yang dulu ia bawa.

Allah Tidak Terikat Waktu dan Ruang

Di penghujung pengajiannya, Gus Baha mengajak kita merenungi satu hal besar: Allah itu tidak seperti kita. Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu.

"Oleh karena itu, kita diajarkan untuk selalu mengingat keagungan-Nya dengan membaca 'Subhanallah,' yang berarti Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang kita alami sebagai makhluk-Nya," pungkas beliau.

Begitulah Gus Baha, selalu berhasil mengemas kisah klasik dengan perspektif segar. Isra Mi’raj bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan makna. Dan beruntunglah kita, ada ulama seperti beliau yang rajin mengupas sisi-sisi yang selama ini luput dari perhatian. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.