TIMES JATIM, JAKARTA – Siapa yang tak kenal si bulat penuh wijen onde-onde. Kudapan ini lazim ditemukan pada berbagai hidangan kue basah. Berbahan utama tepung ketan dan kacang hijau tumbuk, sekarang isian onde-onde lebih bervariasi. Mulai rasa coklat, pandan, stroberi dan lainnya.
Terkenal sebagai jajanan tradisional Indonesia, onde-onde ternyata memiliki sejarah leluhur sejak masa Dinasti Tang di Tiongkok atau sekitar abad ke-7 sampai abad ke-10. Kue bola wijen ini disebut dengan ludeui di daerah Xian yang dulu bernama Changan.
Sejarah lain menyebut asal onde-onde jauh sebelum itu, yakni pada masa Dinasti Zhou yang berkuasa sekitar tahun 1045-256 sebelum Masehi. Dulunya dihidangkan hanya untuk kaum bangsawan.
Makanan ini kemudian dibawa oleh pendatang dari sana menuju kawasan selatan Tiongkok kuno. Salah satunya pada masa pelayaran Laksamana Cheng Ho di bawah kepemimpinan Dinasti Ming hingga berkembang luas sampai daerah Asia Timur dan Asia Tenggara. Seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Hongkong dan Vietnam. Masing-masing memiliki nama tersendiri.
Malaysia menamakan onde-onde sebagai kuih bom, biasanya dipenuhi isian parutan kelapa manis maupun kacang sampai pasta kacang merah.
Vietnam Selatan menyebutnya banh cam, Vietnam Utara menyebutnya banh ran yang diberi tambahan isi pasta kacang hijau manis dan bunga melati sebagai penguat aroma. Sedangkan di Filipina menamakan butsi.
Sementara di negara asalnya, onde-onde juga memiliki nama beken tersendiri. Misal untuk warga Tiongkok Utara menyebutnya matuan. Sedangkan daerah timur laut Tiongkok dinamakan ma yuan dan di Hainan disebut zhen dai atau kadang juga zhimaqiu.
Di era Dinasti Tang, sastrawan bernama Wang Fanzhi menulis onde-onde sebagai salah satu makanan istimewa di Kekaisaran Chang'an dengan nama ludeui.
Di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Hongkong, onde-onde dapat ditemukan pada hampir seluruh toko kue basah dan pasar tradisional.
Jika dulunya hanya untuk kalangan atas, sekarang onde-onde terutama di Indonesia telah menjadi kudapan populer yang bisa dinikmati seluruh masyarakat.
Pembuat onde-onde yang cukup terkenal berada di Mojokerto yang sudah ada sejak 1929. Semua berawal ketika para saudagar Tiongkok sering mendaratkan kapal di pesisir utara Jawa tepatnya di Wilayah Majapahit.
Onde-onde kemudian melebur secara integral dalam tradisi kuliner lokal. Tak hanya nikmat, onde-onde ternyata mengandung nilai historis dan filosofi penting dalam gastronomi hidangan Tiongkok.
Bagi warga Tionghoa, onde-onde adalah simbol keberuntungan. Warna kuning dan bentuk bulat merupakan simbol hoki. Biji wijen melambangkan kemakmuran, sehingga onde-onde juga kerap dijumpai ketika momen Imlek.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |