https://jatim.times.co.id/
Ekonomi

BHS: Ketiadaan Crane Bongkar Muat Penyebab Pelabuhan Patimban Mangkrak

Rabu, 12 Maret 2025 - 08:51
BHS: Ketiadaan Crane Bongkar Muat Penyebab Pelabuhan Patimban Mangkrak Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono.(Dok.TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, SURABAYAPelabuhan Patimban Subang hingga saat ini belum beroperasi secara optimal untuk kapal kontainer. Itu karena pelabuhan tersebut belum memiliki crane untuk bongkar muat kontainer, dan jaraknya jauh dengan kawasan industri. 

Hal ini tentunya membuat para pelaku industri tidak ingin beralih dari Pelabuhan Tanjung Priuk ke Pelabuhan Patimban.

Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti Pelabuhan Patimban yang hingga kini belum bisa menerima kapal logistik pengangkut kontainer tersebut. 

Menurut BHS, jika disesuaikan dengan target yang disampaikan, seharusnya pada tahun 2023, Pelabuhan Patimban sudah bisa menerima 3,5 juta teus (peti kemas) per tahun.

"Masalahnya adalah pertama, Pelabuhan Patimban itu belum memiliki crane, yang digunakan untuk mengangkat peti kemas dari kapal ke dermaga penumpukan peti kemas di pelabuhan," kata Bambang Haryo, yang juga merupakan Anggota DPR RI Komisi VII dan MPR RI ini, Rabu (12/3/2025).

Ia menyatakan dengan biaya pembangunan Pelabuhan Patimban sebesar Rp43,22 triliun, seharusnya Pelabuhan Patimban sudah memiliki fasilitas crane dan kelengkapan pelabuhan lainnya. 

Sebagai bahan perbandingan, lanjutnya, Pelabuhan Kuala Tanjung Medan di Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT), yang dibangun hanya dengan nilai investasi sekitar Rp4 triliun saja, saat ini sudah bisa menerima 80.000 teus per tahun, dengan target adalah 800.000 teus.

"Karena pelabuhan tersebut juga dilengkapi dengan crane yang memadai," tandasnya.

Demikian juga Pelabuhan Makassar New Port, dibangun dengan biaya Rp5,4 triliun, dengan kapasitas 2,5 juta teus per tahun, dan saat ini sudah menampung 257.981 teus per tahun.

 Bambang menambahkan, Pelabuhan Patimban dibangun dalam tiga tahap. Dimana pada tahap pertama di 2019 harusnya bisa menampung sekitar 350.000 teus.

Kemudian tahap kedua di tahun 2023, bisa menampung 3,75 juta teus. Sedangkan penyelesaian di Triwulan III 2024, bisa menampung 7,5 juta teus, tetapi sampai dengan saat ini, tidak ada satu peti kemas (teus) pun ada di pelabuhan tersebut.

"Ya karena crane nya belum ada. Lalu bagaimana kapal bisa memindahkan muatannya kalo tidak ada crane nya di pelabuhan tersebut?," ujarnya.

Apalagi, lanjutbya, pelabuhan tersebut juga jauh dari kawasan industri. Dimana project strategis nasional, Kawasan Industri Subang Smartpolitan, yang direncakan terintegrasi.

Ditambah pula, panjang Dermaga Pelabuhan Patimban yang hanya 840 meter, tidak mencukupi untuk menampung kapal dengan target muatan 7,5 juta teus. Karena untuk menampung muatan 21.000 teus per hari, dibutuhkan panjang dermaga sekitar 4 kilometer. 

"Kapasitas dermaga saja sudah tidak sesuai dengan target teus yang diinginkan," tegasnya.

Masalah kedua, adalah tidak terkoneksinya jalur logistik, antara kawasan industri dengan pelabuhan atau bandara.

Bambang menyatakan, jarak antara Kawasan Industri Subang Smartpolitan dengan Pelabuhan Patimban sekitar 50 kilometer dan dengan Pelabuhan Internasional Kertajati juga juga berjarak sekitar sekitar 50 kilometer.

"Kawasan industri itu dibangun kan untuk terintegrasi dengan Pelabuhan Patimban. Tapi ternyata, jaraknya 54,3 kilometer dengan Pelabuhan Patimban. Seharusnya, kalau kawasan industri yang dibangun untuk terintegrasi dengan pelabuhan, jaraknya tidak sejauh itu. Maksimal dalam radius 5-10 kilometer. Seperti Kuala Tanjung itu, jarak pelabuhan dengan industri kurang dari 2 kilometer sehingga, biaya logistiknya menjadi murah," kata legislator dari Fraksi Partai Gerindra ini.

Ia menegaskan skema pembangunan ini sudah salah sejak awal. Karena kawasan industri Subang dan Pelabuhan Patimban itu dibangun secara bersamaan untuk menurunkan traffic di Tanjung Priok dan menurunkan biaya logistik.

"Jadi pembangunan ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan arus logistik dari Bekasi, Karawang atau kawasan industri lainnya ke arah Tanjung Priok. Tapi kalau jarak dan fasilitas pelabuhannya tidak memenuhi ekspektasi pelaku industri, bagaimana bisa pelaku industri memindahkan jalur logistik hasil industrinya ke Patimban? Ini kan yang membuat harga logistik mahal. Jarak industri jauh dari pelabuhan," ungkapnya.

Bambang menegaskan, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kajian pembangunan kawasan industri dan jalur transportasi ke depannya.

"Seharusnya kawasan industri ini sudah beroperasi. Pelabuhan juga sudah berjalan. Kalau belum beroperasi, artinya ada yang salah. Dan pemerintah harus secepatnya mengambil langkah yang dianggap penting, untuk membantu pengembangan industri kita, dalam rangka mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional," ucapnya.(*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.