TIMES JATIM, MALANG – Dalam ketenagakerjaan, pengelolaan pajak penghasilan karyawan adalah salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh departemen HR di perusahaan manapun. Memastikan perhitungan pajak dilakukan dengan akurat bukan hanya mematuhi kewajiban legal, tetapi juga berperan dalam menjaga kepercayaan dan kepuasan karyawan.
Di Indonesia, aturan pajak penghasilan (PPh) terus diperbarui oleh pemerintah untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan fiskal negara.
Maka dari itu, penting bagi para praktisi HR untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru, terutama dalam hal tarif pajak dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), juga perkembangan teknologi seperti aplikasi payroll yang bisa memudahkan pembaruan perhitungan pajak dan penghitungan gaji karyawan dengan lebih akurat.
Berikut ini adalah beberapa hal yang wajib diketahui oleh HR mengenai pajak penghasilan karyawan di Indonesia, beserta informasi tentang regulasi yang masih berlaku dan rencana perubahan di masa depan.
Dasar pajak penghasilan karyawan di Indonesia
Pajak penghasilan yang dibebankan kepada karyawan atau pekerja disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Pajak ini diterapkan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. PPh 21, mengatur pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan atau pekerja.
Bagi HR, penting untuk memahami bahwa perhitungan PPh 21 tidak boleh dilakukan secara asal-asalan, karena perhitungan yang tidak sesuai aturan dapat menyebabkan perusahaan terkena denda atau sanksi administratif.
Dalam pelaksanaannya, HR harus memotong pajak dari penghasilan bruto karyawan setiap bulannya dan menyetorkannya ke negara. PPh 21 wajib dipotong dari penghasilan yang diperoleh oleh karyawan yang sudah memenuhi kriteria penghasilan kena pajak. Oleh karena itu, divisi HR harus selalu mengikuti perkembangan tarif dan aturan terbaru agar perhitungan pajak tidak keliru.
Tarif PPh 21 Berdasarkan Lapisan Penghasilan
PPh 21 di Indonesia diatur berdasarkan lapisan penghasilan per tahun. Adapun tarif yang masih berlaku hingga saat ini adalahsebagai berikut:
- Penghasilan hingga Rp60 juta: 5 persen
- Penghasilan Rp60 juta - Rp250 juta: 15 persen
- Penghasilan Rp250 juta - Rp500 juta: 25 persen
- Penghasilan di atas Rp500 juta: 30 persen
Pemerintah juga telah merencanakan adanya perubahan pada tarif PPh 21, terutama untuk karyawan dengan penghasilan tinggi.
Dalam aturan yang akan berlaku mulai tahun 2024, pemerintah berniat menambah lapisan tarif pajak untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun dengan tarif sebesar 35 persen. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak dari golongan berpenghasilan tinggi dan digunakan untuk membiayai pembangunan negara.
Bagi HR, hal ini menjadi sangat penting, terutama untuk perusahaan yang mempekerjakan karyawan dengan gaji tinggi. Perubahan ini akan memengaruhi perhitungan pajak dan akan membutuhkan penyesuaian pada sistem payroll perusahaan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (Ptkp)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah batas penghasilanyang tidak dikenakan pajak. PTKP diberikan sebagai pengurang dalam perhitungan PPh 21, sehingga hanya penghasilan di atas nilai PTKP yang dikenakan pajak. PTKP saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016, denganrincian sebagai berikut:
- Wajib Pajak Tidak Kawin: Rp54 juta per tahun
- Tambahan PTKP untuk istri yang tidak bekerja: Rp4,5 juta
- Tambahan PTKP untuk tanggungan maksimal 3 orang: Rp4,5 juta per tanggungan
Contohnya, jika seorang karyawan memiliki dua anak dan istri yang tidak bekerja, maka PTKP yang diperhitungkan adalah sebesar Rp54 juta + Rp4,5 juta (istri) + Rp9 juta (dua tanggungan), sehingga total PTKP menjadi Rp67,5 juta per tahun. Penghasilan di bawah jumlah PTKP ini tidak dikenakan pajak. PTKP ini dapat berubah sewaktu-waktu, tergantung pada kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi.
Tanggung jawab HR dalam pemotongan dan pelaporan PPh 21 Departemen HR, memiliki peran penting dalam memastikan pemotongan dan pelaporan pajak dilakukan dengan benar.
Pemotongan pajak yang salah, baik karena perhitungan yang keliru atau penerapan tarif yang salah, bisa menimbulkan denda atau sanksi bagi perusahaan. HR harus memastikan semua data terkait penghasilan karyawan telah benar dan lengkap sebelummelakukan pemotongan PPh 21.
Tidak hanya itu, HR juga bertanggung jawab dalam melaporkan pajak yang telah dipotong ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaporan ini dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-Bupot (Bukpot Elektronik), yang memudahkan perusahaan dalam proses pelaporan dan mendukung penerapan administrasi yang transparan.
Kemudahan dalam mengelola PPh 21 denganaplikasi payroll
Banyak perusahaan yang sekarang beralih menggunakan aplikasi payroll untuk memudahkan perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh 21. Aplikasi payroll yang terintegrasi memiliki beberapa keuntungan penting bagi HR, antara lain:
- Perhitungan otomatis: Aplikasi payroll dapatmengotomatisasi perhitungan pajak sesuai dengan aturanyang berlaku, sehingga mengurangi risiko kesalahan dalampenghitungan.
-Pembaruan otomatis: Sistem payroll yang andal biasanyamemiliki fitur pembaruan otomatis sesuai peraturanterbaru, termasuk tarif pajak dan PTKP, yang memudahkanHR dalam menyesuaikan perhitungan tanpa harusmengubah data manual.
- Pelaporan yang terintegrasi: Dengan menggunakanaplikasi payroll, pelaporan pajak yang terintegrasi dapatdilakukan secara langsung tanpa harus memasukkan data ulang. Ini meningkatkan efisiensi dan mengurangikemungkinan kesalahan input.
Selain itu, aplikasi payroll juga dapat membantu mengelola data penggajian secara keseluruhan, termasuk tunjangan, bonus, serta potongan-potongan lain yang berkaitan dengan pajak penghasilan karyawan. Dengan fitur-fitur ini, HR dapat bekerja lebih efektif dan menghemat waktu dalam pengelolaan pajak dan penggajian. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |