TIMES JATIM, PACITAN – Telaten. Bambang Sutejo (72), pria di Pacitan, Jawa Timur ini sukses menyulap sampah menjadi kerajinan burung garuda dan menghasilkan cuan.
Burung Garuda yang kita kenal selama ini memang kental dengan lambang Negara Indonesia, yakni Pancasila.
Ide kreatif itu muncul berkat keprihatinan Bambang Sutejo atau yang disapa akrab Mamiek, setelah melihat semakin menyusutnya sikap patriotisme pada masyarakat.
Tepatnya sekitar 2011 silam usai purna menjabat sebagai Kepala Desa Tanjungsari, Pacitan.
"Kebetulan, setelah saya melirik, ternyata saat itu banyak rumah-rumah mulai jarang memasang lambang garuda. Itu alasan untuk mulai membuat," katanya, Jumat (26/8/2022).
Terkait bahan yang digunakan, Mamiek lebih memilih styrofoam bekas pakai yang ia dapat dari para nelayan. Selain lebih awet, juga mudah untuk dibentuk sesuka hati.
"Ya, karena menurut penelitian, styrofoam termasuk sampah yang tidak bisa didaur ulang. Terus, ada tukang buah yang juga memakai. Ternyata lebih awet," terangnya.
Kerajinan tangan burung garuda bikinan Mamiek merambah kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Mamiek melanjutkan, bahan dasar pembuatan lambang burung garuda memakai kayu lapis dan tripleks. Kemudian dibentuk sesuai dengan pola. Pada lapis kedua, styrofoam ditempelkan.
"Awalnya saya memakai sterofom itu untuk properti sepeda dan mobil hias saat kegiatan agustusan, karena sisanya banyak, kemudian saya berpikir untuk apa? Akhirnya bikin lambang burung garuda," ujarnya.
Satu buah lambang burung garuda, proses pembuatannya bisa memakan waktu hingga empat hari. Alat ukirnya memakai ujung solder listrik.
"Tidak bisa cepat, lapisan tripleks dan styrofoam dikasih beban 2 kilogram biar padat dan melekat. Setelah itu dibiarkan selama tiga hari. Barulah diukir," jelas Mamiek.
Tak hanya di lokal Pacitan saja, kakek dari 12 cucu dan 4 cicit itu mengaku jika hasil karyanya pernah dibeli oleh pejabat penting, salah satunya adalah Menparekraf RI Sandiaga Uno.
"Jualnya ke Surabaya dan Jakarta. Pernah Sandiaga Uno. Nominalnya berapa gak saya sebutkan," ucapnya sambil tertawa lebar.
Ditanya terkait omzet per bulan, Mamiek belum bisa memastikan lantaran biaya operasional juga tak sebanding dengan harga yang dipatok. Bisa dibilang, harga pertemanan.
"Kalau dibanding biaya operasional selama pembuatan ya belum pas. Karena saya senang, ya udah gak apa-apa segitu," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |