TIMES JATIM, BATU – Sindikat penjualan bayi yang berhasil ditangkap oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Batu menjerat korbannya lewat konsultasi di grup facebook AA (Adopsi Anak) dan Bumil (Ibu Hamil).
DN, seorang ibu berusia 26 tahun yang belum dikaruniai anak menjadi mangsa sindikat ini. Curhatan seorang ibu merindukan seorang anak ini dibaca sebuah peluang oleh sindikat ini untuk menjerat dini.
Ia pun dibujuk untuk mengadopsi seorang bayi laki-laki, namun ia diminta memberikan sejumlah uang yakni sebesar Rp19 juta oleh anggota sindikat yang tidak ia kenal sebelumnya. Mereka pun janjian ketemu di dekat Kantor Lurah Songgokerto.
Saat itu DN ditemui oleh dua orang laki-laki dan seorang perempuan yang mengendarai sebuah mobil putih. Penyerahan bayi pun dilakukan dan DN pun mentransfer uang sebesar Rp19 juta ke rekening milik penjual bayi AR, 32 tahun warga Waru Sidoarjo.
Dengan hati girang penuh kebahagiaan DN membawa pulang bayi laki-laki ini, namun kebahagiaan ini sesaat karena petugas unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Batu menjemputnya karena DN diduga telah melakukan proses adopsi bayi secara illegal.
Hari ini, Jumat (3/1/2025) DN harus berdiri berjejer dan tangannya terikat borgol dengan tangan anggota sindikat penjualan bayi yang ditangkap oleh Satreskrim Polres Batu.
Kelima orang anggota sindikat ini adalah AR, 32, penjual bayi warga Waru Sidoarjo bersama suaminya AI yang selalu menemani AR saat menjual bayi.
KH berusia 45 tahun dan RS berusia 21 tahun, keduanya sopir yang disewa oleh AR dengan imbalan Rp1,5 juta juga diamankan petugas karena ikut serta mengantarkan dalam lima kali penjualan bayi dibeberapa daerah di Indonesia.
Selain AR, ada satu lagi pelaku yang menjadi sentral kejahatan penjualan bayi ini yakni KK, 46, warga Jakarta Utara. Jika AR bertugas mencari pembeli, KK bertugas mencari ibu hamil yang mengalami kesulitan ekonomi dan membelinya.
“Dari pemeriksaan yang kita lakukan, tersangka AR telah melakukan penjualan bayi sebanyak lima kali yakni di Kab. Gresik, Kab. Karawang, Kab. Lumajang, Gilimanuk Bali, dan Kota Batu. Keuntungan yang didapatkan kurang lebih Rp15 juta dari setiap penjualan bayi,” ujar Wakapolres Batu, Kompol Danang Yudanto SE SIK.
AR membeli dari KK senilai Rp8 juta, kemudian menjual bayinya ke orang lain senilai Rp18 juta untuk bayi perempuan dan Rp19 juta untuk bayi laki-laki.
Dalam kasus yang menyeret DN ini, menurut Wakapolres sebenarnya tidak perlu terjadi kalau DN memahami bahwa ada prosedur adopsi resmi yang gratis tidak berbayar.
“Karena itu teman-teman wartawan tolong dipublikasikan ke masyarakat, bahwa ada proses adopsi yang resmi tidak berbayar melalui Dinas Sosial,” ujar Danang.
Lebih lanjut Danang menjelaskan bahwa syarat orang tua calon pengadopsi adalah berusia minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun memiliki kondisi fisik, mental dan ekonomi baik, telah menikah selama 5 tahun dan belum memiliki anak dan memiliki izin dari Pengadilan Negeri dan Dinas Sosial.
“Calon pengadopsi mengajukan ke Dinas Sosial setempat, melengkapi dokumen administrative seperti surat nikah, kartu keluarga, Akta kelahiran calon anak, Surat keterangan penghasilan, Surat keterangan sehat, Surat pernyataan kesanggupan mengasuh anak,” ujar Plt Kepala Dinas Sosial, MD Furkon.
Ketika ada pengajuan adopsi, Dinas Sosial akan melakukan penilaian dan uji kelayakan terhadap calon orang tua dengan melakukan kunjungan rumah. Ketika dianggap memenuhi syarat, Dinsos memberikan rekomendasi kepada Pengadilan Negeri.
Rekomendasi ini dilanjutkan dengan menggelar sidang adopsi dan jika disetujui akan dikeluarkan penetapan pengadilan.
“Selama proses itu, Dinsos tidak diam, akan tetap kita dampingi,” ujar Furkon. (*)
Pewarta | : Muhammad Dhani Rahman |
Editor | : Imadudin Muhammad |