Berita

Yayasan Reef Check Indonesia Identifikasi Ikan Pari Manta di Perairan Raja Ampat

Kamis, 25 November 2021 - 22:08
Yayasan Reef Check Indonesia Identifikasi Ikan Pari Manta di Perairan Raja Ampat Tim penyelam dari Yayasan Reef Check Indonesia berhasil memotret identifikasi ikan pari manta di dasar laut Perairan Raja Ampat, Papua, Kamis (25/11/2021). (Foto: Lely Yuana/ TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, SURABAYA – Speed boat berputar di perairan tenang. Batuan karang dan ragam biota laut nampak mempesona dan langsung terlihat oleh mata telanjang. Hari beranjak sore sekitar pukul 16.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). Perairan Manta Sandy di Raja Ampat bergolak pelan karena air mulai pasang.

Empat orang master divers atau penyelam berpengalaman mempersiapkan tabung oksigen dan fin katak sesuai ukuran.

Dua di antara mereka berasal dari Yayasan Reef Check Indonesia yang memimpin proyek penelitian. Riyan Heri Pamungkas merupakan Manajer Project Yayasan Reef Check Indonesia. Dia memiliki keahlian selam yang mumpuni. Satunya Daud. Lainnya merupakan penyelam lokal setempat.

Mereka memiliki waktu 30 menit untuk terjun ke dasar laut dan memotret ikan pari manta sebelum senja mulai tenggelam. Agenda ini merupakan project penelitian identifikasi yang telah berlangsung selama tujuh bulan terakhir sejak pemasangan tag pada tubuh ikan pari manta.

Perairan Raja Ampat Kabupaten Sorong, Papua merupakan kawasan agregasi ikan pari manta terbesar di dunia setelah Maldives. Jumlah populasinya mencapai 1.500 ekor.

Dulu orang menyebutnya dengan Manta alfredi, Manta birostris, Pari Manta Karang, dan Pari Manta Oceanic.

Namun setelah penelitian terbaru, Pari Manta masuk dalam klasifikasi Genus mobula. Sehingga terbagi menjadi dua jenis Mobula birostris dan Mobula alfredi.

Kumpulan manta terbesar terdeteksi di tiga titik kawasan konservasi. Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Dampier, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, dan SAP Waigeo Sebelah Barat.

Kajian manta terbagi menjadi beberapa aktivitas berupa survey pendataan atau sensus populasi dan pola pergerakan pari manta yang terdapat di perairan Raja Ampat. Kemudian melakukan foto ID atau foto identifikasi untuk membandingkan dengan data base yang telah ada sebelumnya.

Foto ID pada ikan pari manta layaknya sidik jari pada manusia. Mereka juga memiliki ID berbeda setiap individu. Maka, butuh penyelaman dan foto bawah laut untuk menangkap momen saat manta membuka lebar siripnya.

Tim juga menggunakan drone selama pemantauan ketika manta beratraksi di permukaan. Tujuannya untuk mengidentifikasi manta yang pernah terekam sebelumnya. Bahkan jika mungkin ditemukan individu baru.

Selanjutnya tim juga memantau pola pergerakan melalui pemasangan tag atau penanda berupa tag akustik dan tag satelit pada tubuh ikan manta guna mengetahui pergerakan mereka di perairan Raja Ampat.

Tag satelit telah terpasang pada 5 ekor manta. Tiga dewasa dan dua baby manta. Pemasangan dilakukan sejak Mei 2021 lalu secara bertahap. Sepanjang April-Mei telah terpasang 5 tag satelit dan 5  tag akustik.

Yayasan Reef Check masih memiliki sisa 1 unit tag akustik dan target terpasang pada baby manta di Kawasan Pulau Wayag.

Ada beberapa konservasi ikan pari manta di Perairan Raja Ampat. Yaitu Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Dampier di bawah naungan pemerintah provinsi. Sedangkan kawasan konservasi di bawah nasional atau pemerintah pusat adalah Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat dan SAP Waigeo Barat.

"Tiga kawasan konservasi itu lokasi target kita," ujar Riyan, Kamis (25/11/2021). 

Di tiga lokasi tersebut, Yayasan Reef Check Indonesia fokus untuk melakukan survei populasi dan pemasangan tag.

"Pemasangan tag itu sebenarnya sudah pernah dilakukan teman-teman sebelumnya. Ada NGO (Non Governmental Organization, red) di sini, juga kerja sama dengan pemerintah lokal," ujar Riyan.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Triangle Initiative atau COREMAP - CTI World Bank - Indonesia Climate Change Trust Fund Kementerian PPN/Bappenas menggandeng Yayasan Reef Check Indonesia sebagai mitra pelaksana dengan nilai total dana hibah penelitian sebesar USD 967.000 sepanjang Agustus 2020 - Februari 2022.

Yayasan Reef Check Indonesia melakukan Project COREMAP CTI Paket 3 yakni kajian tentang manta dan pengembangan wisata berbasis sains di Raja Ampat. Target lokasi berada di TNP Laut Sawu, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat, KKPD, dan Selat Dampier.

Yayasan Reef Check mengerjakan Paket 3 untuk mengisi gap atau celah kekosongan data yang belum tersentuh dari penelitian sebelumnya. Yaitu data pergerakan pari manta yang kecil atau baby manta berukuran sekitar di bawah 2 meter atau sekitar 1,6 meter.

"Karena kan manta itu kalau baru lahir, ukurannya kurang lebih 1,6 meter. Nah kita coba pasang tag. Kemarin yang sudah terlaksana ada beberapa baby yang kita pasang tag, tapi ada juga yang dewasa. Dari sini harapannya kita tahu bahwa ada tidak spot-spot baru yang belum terindikasi. Entah itu spot untuk pembesaran, atau kawasan spot penting (habitat penting),’’ ucap Riyan.

Ia menjelaskan, dari hasil analisa sementara terdapat beberapa temuan menarik. Karena sebelumnya beberapa manta belum teridentifikasi. Temuan tersebut berasal dari transmisi data tag satelit yang terpasang. Ia akan membagikan temuan itu pada akhir perjalanan penelitian.

Sedangkan data tag akustik tidak memancarkan sinyal ke satelit namun memancarkan frekuensi tertentu yang kemudian diolah oleh receiver penangkap sinyal.

"Sama seperti tag satelit, tag akustik juga sudah pernah dilakukan di sini, sudah beberapa receiver kita pasang, di project ini kita juga pasang 3 lagi receiver di mana itu lokasi yang belum ada receivernya," tandas Riyan.

Receiver tersebut telah terpasang di Holgam atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai teluk yang berlokasi di Pulau Gam. Receiver juga terpasang di Pulau Yefnabi Besar dan Pulau Wayag.

Pertimbangan utama pemasangan receiver di lokasi itu, kata Riyan, karena memang sebelumnya belum pernah ada. Sehingga diharapkan bisa mengisi data sebelumnya.

"Karena di Pulau Yefnabi Kecil, ada reciever juga. Sehingga agar pergerakan pari manta bisa menyambung. Di tag itu nanti bisa dilihat, bahwa ada reciever yang menangkap sinyal. Nanti akan ketahuan tag mana yang lewat. Karena semua tag itu punya ID sendiri,’’ ujarnya.

Penelitian Manta

ikan-pari-manta-2.jpg

Yayasan Reef Check memulai rangkaian penelitian manta di tiga titik. Hari pertama mereka mengitari Kawasan Manta Sandy, Rabu (24/11/2021).

Namun tim belum beruntung. Tak nampak seekor ikan manta di sekitar perairan. Biasanya tempat tersebut merupakan titik kumpul favorit. Berkejaran dengan matahari tenggelam, tim segera berputar arah kembali ke base camp.

Hari kedua, Kamis (26/11/2021) tim melanjutkan pencarian di Pulau Yefnabi Kecil. Penyelam menemukan dua ekor baby manta dan berhasil memotret dari bawah laut. Rupanya arus kuat menjadi magnet bagi pari manta karena membawa segerombolan plankton, makanan mereka.

Perjalanan kemudian berlanjut ke Manta Ridge. Butuh jarak tempuh sekitar satu jam dari Yefnabi Kecil. Tujuh ekor manta dewasa terlihat berenang di permukaan.

Kawasan ini menjadi cleaning spot bagi manta untuk membersihkan diri. Ekspedisi hari kedua tuntas membawa hasil foto ID.

Namun masih ada dua lokasi lagi. Pulau Wayag. Perjalanan akan berlanjut hingga tiga hari mendatang.

Pengembangan Wisata

Ryan menyebut terdapat kajian lain mengenai cara pengembangan wisata berbasis sains. Mengingat Raja Ampat merupakan agregasi pari manta terbesar kedua di dunia. Kendati juga terdapat beberapa spesies mamalia laut lain seperti paus, lumba-lumba dan hiu.

Penyusunan panduan berdasarkan dari penelitian sebelumnya di tingkat lokal. Karena beberapa daerah memiliki panduan lokal yang sudah ditetapkan. Walaupun secara umum maupun internasional juga terdapat panduan berdasarkan kajian oleh peneliti.

Contohnya seperti mendekati manta dengan maksimal jarak 3 meter.

"Artinya pada saat kita mendekati, cukup di 3 meter. Harapannya supaya nanti kita tidak perlu mengganggu aktivitas mereka,’’ imbuh Riyan.

"Panduan laku lokal ini sebenarnya juga ada di Raja Ampat. Ada yang namanya No Go Zone," tandasnya.

No Go Zone merupakan zona di mana penyelam tidak boleh masuk ke area tersebut. Karena di lokasi itulah tempat sebuah batu atau karang besar. Manta kerap berenang di atasnya untuk membersihkan badan.

Standar operasional prosedur (SOP) di perairan ini mewajibkan penyelam untuk diam di area tertentu. Ada semacam garis yang tersusun dari batu-batu sebagai pembatas di dasar laut. Ini merupakan panduan lokal.

Yayasan Reef Check kemudian mengembangkan panduan laku yang nantinya dapat direkomendasikan sebagai panduan laku ranah nasional. Panduan laku ini juga bisa diterapkan di seluruh area Indonesia.

"Baru nanti dari panduan laku nasional ini implementasinya di lokal akan disesuaikan dengan daerahnya. Karena kan tiap daerah mungkin punya karakter berbeda, perairannya. Lalu kemudian dengan kondisi perairan atau panduan lokal yang sudah ada. Tapi yang kita coba kembangkan adalah secara nasional,’’ terangnya.

Pengembangan Wisata Spesies Kharismatik

Yayasan Reef Check ingin mengembangkan penelitian sebagai bekal panduan wisata spesies di Raja Ampat. Wisata ini memanfaatkan hewan-hewan kharismatik seperti hiu, pari manta atau ikan paus.

"Pengembangan wisata ini supaya hewan-hewan kharismatik ini bisa dimanfaatkan bukan untuk ditangkap, tetapi bisa dinikmati untuk bisa melihat mereka," kata Riyan.

Dia menilai saat ini pariwisata diving mulai berkembang. Tak sekedar water spot lagi. Namun beberapa penyelam ingin melihat hewan-hewan laut tertentu.

Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat setempat selaku pengelola untuk mendapatkan edukasi.

"Jadi masyarakat setempat lokal yang mengelola, mengembangkan, mengawasi, jadi semuanya itu dari masyarakat dan untuk masyarakat juga. Nanti hasil dari bisnis wisata ini nantinya akan kembali ke masyarakat lokal tersebut,’’ tambahnya.

Pelatihan edukasi wisata spesies telah menyasar warga Desa Meosmanggara. Tempat Pulau Yefnabi kecil berada.

Tim telah melakukan edukasi selama tiga minggu terakhir. Mulai dari penyiapan kapasitas sumber daya, kepemanduan wisata, dan memaksimalkan potensi yang ada. Seperti mempercantik spot foto Instagramable.

Implementasi Rencana Aksi Nasional

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan kuat Reef Check Indonesia untuk terjun dalam agenda tersebut.

Populasi hiu, pari manta dan cetacea aaat ini sedang mengalami tekanan karena kegiatan perikanan dan pariwisata yang belum dilakukan secara bertanggung jawab, serta polusi di laut yang terus meningkat. Perikanan (ditargetkan maupun bycatch) memainkan peranan langsung terhadap penurunan populasi hiu, pari manta, dan cetacea.

Sementara, kelalaian pengelolaan wisata dan polusi dapat menyebabkan ketidak-sesuaian atau degradasi habitat yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dari spesies tersebut.

Untuk itu, penguatan kajian dan pengelolaan spesies terancam punah seperti hiu, pari manta, dan cetacea sangat dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan populasi mereka di alam.

Yayasan Reef Check Indonesia telah melakukan rangkaian kajian dan penyusunan panduan laku wisata untuk memperkuat kebijakan nasional tentang hiu, pari manta, dan cetacea.

Kemudian peningkatan pemahaman dan kapasitas para pemangku kepentingan dalam pengelolaan hiu, pari manta, dan cetacea, pengembangan bisnis wisata species berbasis masyarakat yang berkelanjutan, kapasitas internal pelaksana, pelaporan, monitoring dan evaluasi proyek.

Ryan berharap penelitian ini dapat meningkatkan efektivitas konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan Hiu Karang, Pari Manta, dan Cetacea melalui penerapan kebijakan berbasis sains dan peran aktif masyarakat. 

Capaian program quartal ke-2 sendiri berupa 2 buah website dan aplikasi versi beta beserta panduannya. Kemudian data hasil tangkapan elasmobranchii di Papua Barat, panduan dan laporan uji coba penggunaan LED serta mitigasi bycatch.

Selanjutnya SOP pemasangan  penanda (tag) pada pari manta, 5 penanda satelit dan 5 penanda akustik terpasang pada pari manta, 3 reciever akustik terpasang di perairan Raja Ampat.

Reef Check Indonesia juga telah mendokumentasikan 12 photos ID pari manta, 8 sampel cetacea dari kejadian mamalia terdampar dan pasar-pasar lokal terkumpul serta desain riset survei kemunculan cetacea di TNP Laut Sewu.

Ryan berharap hasil penelitian ilmiah ini mendapat dukungan pelaksanaan peran aktif dari masyarakat lokal dan otoritas setempat serta pemangku kepentingan terkait lainnya.

Sehingga hasil kajian bisa dijadikan sebagai referensi dalam pengelolaan kawasan.

Namun ia tak menampik jika Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat karena pandemi Covid-19 mengakibatkan terhambatnya penyelesaian beberapa aktivitas. Misalnya pelatihan-pelatihan dan survei sehingga perlu dipikirkan beberapa skenario agar aktifitas-aktifitas tersebut dapat selesai pada waktunya. Yayasan Reef Check Indonesia juga mengandalkan data dan informasi dari masyarakat lokal karena sangat penting untuk mendukung kajian ilmiah yang lebih komprehensif. (*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.