TIMES JATIM, BANYUWANGI – Peluang usaha dalam bidang pertanian memang cukup menjanjikan. Seperti pemuda asal Lingkungan Papring, Kelurahan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Supri Apriliyanto.
Dengan bermodalkan menyulap limbah bonggol jagung menjadi komoditas yang banyak diminati masyarakat, yaitu sebagai media tanam jamur janggel, ia banjir cuan tiap hari.
Pemuda yang baru menginjak usia ke-18 tersebut menceritakan, awalnya ia mencoba peruntungan didunia pertanian dengan membudidayakan jamur janggel dibelakang kediamanya.
Supri Apriliyanto (18) mengecek jamur Janggel miliknya. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
“Ya kami bersyukur, ternyata banyak masyarakat sini yang tertarik dan tiap hari sudah ada yang pesan jamurnya,” tutur Supri panggilanya di kampung, Senin (28/8/2023).
Meski terbilang budidaya yang ia lakukan masih cukup dini, Supri mengaku sudah banyak meraup cuan dari usahanya.
“Jadi panen itu setiap hari, sore jam 16.00 itu kita ambil jamurnya,” sahut ibu Supri yang tengah membersamai putranya.
Jamur Janggel milik Supri Apriliyanto yang tumbuh. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Terdapat sebanyak 6 kotak tempat tumbuhnya jamur janggel yang ada di belakang rumah Supri. Berukuran 4x1 meter, terbuat dari bambu dan plastik mulsa yang dibentuk menyerupai kolam dengan tutup. Kotak- kotak tersebut setidaknya menghabiskan hampir satu mobil pick up bonggol kelapa (janggel).
Lebih lanjut, Supri memaparkan jika metode dalam membudidayakan jamur janggel ini relatif sederhana, selain janggel sebagai media tanam, bahan untuk menumbuhkan jamur hanya bekatul atau dedak, ragi tape dan pupuk (urea).
Pada tahap awalnya, janggel ditebar dan di ratakan pada kotak yang telah disiapkan. Selanjutnya bekatul, ragi dan pupuk dicampur dan ditaburkan ke janggel. Tak luput setelah itu menjadikan media tanam menjadi lembab dan ditutup.
“Sebenarnya tanpa ditutup pun tidak masalah. Asal tidak terkena paparan matahari langsung dan kelembapan nya terjaga” pungkas, Supri.
Pada tiga hari pertama proses penyiraman air dilakukan setiap hari. Namun, pada hari selanjutnya penyiraman dilakukan setiap dua atau tiga hari sekali. Hal itu dilakukan untuk menjaga tingkat kelembaban media tanam.
“Jika punya kami, penyiraman menggunakan air cucian beras, supaya menambah nutrisi juga,” terang pemuda lulusan STM tersebut.
Biasanya pada hari ketiga jamur sudah mulai muncul. Tinggal hanya menunggu waktu seraya melakukan penyiraman. Kurang dari 15 hari jamur sudah dapat dipanen. Panen dilakukan setiap hari, pada sore sedangkan untuk pagi, Supri, mencabut jamur-jamur yang sudah mekar dengan warna yang berubah menjadi hitam. Langkah tersebut dilakukan agar jamur janggel lain tidak ikut menghitam.
“Media tanam akan hancur jika sudah berusia lebih dari sebulan. Nah, tugas kita merombak media tanam yang sudah lapuk,” papar Supri.
“Ukuran jamur janggel paling besar punya saya sebesar jempol-jempol,” imbuhnya.
Banyak tanggapan positif yang dilontarkan oleh pembeli jamur janggel milik Supri. Konsumen mengaku jika jamur janggel memiliki tekstur empuk dan meresap dengan bumbu.
Meskipun begitu, kendala dalam budidaya jamur janggel yaitu setelah dipanen harus segera dimasak. Karena dalam waktu 24 jam jamur janggel yang telah dipanen akan berubah menghitam.
“Kata orang malah kaya cumi teksturnya namun ada sedikit pahitnya, walau sudah layu atau menghitam jamur janggel masih bisa dikonsumsi, asalkan tidak lebih dari 2 hari,” kata Leiliya.
Jamur mini ini dapat dimanfaatkan sebagai olahan makanan yang digoreng hingga dijadikan lauk santapan seperti ditumis dan dijadikan sayur kuah. Jamur janggel sendiri adalah sumber protein hingga antioksidan yang baik bagi tubuh. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |