TIMES JATIM, SIDOARJO – Kehamilan usia remaja berpotensi terjadinya pendarahan dan membahayakan diri sendiri serta janin yang berada dalam kandungannya, hingga mengakibatkan kematian pada remaja perempuan. Hal itu diungkapkan dr. Ery Yuliana, Sp.OG, dokter spesialis kebidanan dan kandungan kepada TIMES Indonesia, Rabu (1/2/2023).
Menurut Ery Yuliana, belum matangnya organ reproduksi pada remaja perempuan yang belum siap untuk dibuahi menjadi faktor utama yang membahaya remaja perempuan saat hamil.
"Remaja perempuan yang masih berusia belum siap menikah organ reproduksinya belum matang untuk dibuahi, jadi jika hamil maka akan membahayan janin dalam kandungan maupun nyawa bagi sang Ibu," kata dr. Ery Yuliana.
Lulusan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Universitas Brawijaya, Malang ini mengungkapkan jika anak perempuan diumur 10 hingga 13 tahun sudah menstruasi atau mens pertama, tetapi apakah mereka sudah siap untuk hamil, tentu tidak.
Ibu empat orang anak ini melanjutkan jika organ reproduksi perempuan dikatakan masuk usia matang dan masa terbaik untuk reproduksi atau hamil dari sisi medis adalah perempuan berusia 20 tahun hingga 35 tahun. Sedang kehamilan yang terjadi di usia kurang dari 20 tahun atau kehamilan yang terjadi di usia lebih dari 35 tahun memiliki resiko yang sangat tinggi.
"Hamil pada usia remaja memiliki resiko keguguran yang lebih tinggi. Kemudian resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan atau Eklampsia, resiko terjadinya kelainan kongenital atau cacat bawaan pada bayi.
Ery Yuliana menyampaikan proses persalinan fisologisnya jauh lebih sukar karena bentuk rahim agak beda, kemungkinan persalinan melalui operasi cesar dan resiko selanjutnya yakni prematuritas juga sangat tinggi.
Ery Yuliana menambahkan ukuran dan bentuk rahim yang belum sempurna pada remaja perempuan juga salah satu penyebab resiko bagi remaja hamil.
"Resiko tertinggi bila terjadi eklamsi atau hipertensi dalam kehamilan adalah kematian, baik itu kematian pada ibu maupun kematian pada sang jabang bayi," kata Eny Yuliana.
Eny Yuliana juga menyampaikan bila pada kehamilan pertama proses persalinan dilakukan secara operasi Caesar, maka pada kehamilan berikutnya juga berpotensi Caesar lagi.
Lebih jauh dr. Ery Yuliana menegaskan, jika ada potensi terjadinya morbiditas atau derajat kesakitan lebih besar terjadi pada kehamilan di usia remaja, hal ini karena organ reproduksi yang belum matang.
"Apalagi dalam kehamilan itu, pernah dilakukan percobaan mengugurkan kandungan. Maka sangat berpotensi terjadinya pendarahan dan infeksi dengan resiko atau mengakibatkan kematian bagi sang Ibu," tegasnya.
Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan yang praktek di sejumlah Rumah Sakit di Sidoarjo ini menambahkan jika tak kalah penting adalah peran orang tua dalam menghadapi anak remajanya yang sedang mengandung atau hamil, sebab sisi emosional yang masih labil pada remaja perempuan harus mendapat perhatian khusus dari kedua orang tua atau keluarga.
"Emosi labil remaja saat hamil harus diawasi, mendapat perhatian lebih dari lingkungan keluarga untuk menghindari kejadian tidak diinginkan yang akan dilakukan remaja hamil tersebut," pesanya.
Pentingnya Peran Orang Tua dan Lingkungan Pendidikan
Ery Yuliana menegaskan jika peran Orang Tua dan peran Guru juga menjadi garda terdepan dalam menanggulangi kasus yang sedang viral dalam pemberitaan media saat ini yakni banyaknya remaja perempuan yang meminta dispensasi nikah akibat hamil duluan.
"Orang tua harus menjadi sahabat, menjadi tempat pertama mereka mencurahkan atau tempat curhat segala permasalahan sang buah hati," kata Eny Yuliana.
Tak kalah penting kedua orang tua dalam mendampingi dan mendidik putra- putrinya diusia remaja juga harus menyelipkan pendidikan seks dan bahas seks bebas, selain itu mengawasi sang buah hati dalam lingkungan pergaulan pertemanan mereka juga harus dilakukan orang tua.
"Dilingkungan pendidikkan pun sama, peran guru atau pengajar dalam pengawasan dilingkungan lembaga pendidikan juga harus ditingkatkan," sambung Eny Yuliana.
Eny Yuliana menyampaikan pendidikan formal, Siswa-siswi yang menginjak remaja juga harus dibimbing, diberi pemahaman bagaimana menjaga diri, menjaga pergaulan serta bagaimana dampak negatif sek bebas dan pergaulan bebas yang nantinya akan merenggut cita-cita mereka serta dampak negatifnya.
"Peran alim ulama di lingkungan masyarakat," pesan Ery Yuliana.
Ery Yuliana menegaskan jika pendidikan agama dalam kehidupan sehari-hari juga harus di terapkan baik dalam keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Peran serta orang tua, guru dan ulama untuk selalu memberikan pemahaman tentang baik buruk, mana yang boleh dilakukan dan tidak melanggar aturan agama dalam pergaulan menjadi hal yang tak kalah pentingnya untuk di ajarkan pada generasi remaja.
"Terutama generasi milenial yang dengan mudahnya mengakses informasi apapun melalui gadget, dengan pendampingan keluarga, guru dan alim ulama," kata Ery Yuliana.
Ery Yuliana juga berharap dapat menekan angka kehamilan usia remaja dan salah pergaulan di kalangan generasi muda yang nantinya akan membawa penyesalan di kemudian hari.(*)
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Imadudin Muhammad |