TIMES JATIM, SURABAYA – Tengah ramai program mengirimkan anak-anak nakal ke barak militer ala Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi. Berbeda dengannya, Pemerintah Kota atau Pemkot Surabaya punya cara sendiri dalam membentuk mental, karakter, sekaligus keterampilan anak.
Cara tersebut adalah mengedepankan pendekatan pendidikan berbasis asrama, yang sudah berjalan beberapa tahun. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebutnya sebagai “Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS)” yang berada di Kecamatan Mulyorejo dan Kecamatan Rungkut, Surabaya.
Dalam asrama tersebut, anak-anak disekolahkan dengan biaya ditanggung Pemkot Surabaya. Selain sekolah formal, anak-anak itu dibekali berbagai keterampilan. Antara lain, kewirausahaan seperti produksi makanan-minuman, ada pula olahraga seperti tinju dan sepeda, hingga wawasan kebangsaan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menceritakan, pada 2022 dan 2023, Pemkot Surabaya sudah pernah mengirimkan anak-anak Surabaya, termasuk di dalamnya anak yang terlibat kenakalan remaja, ke pendidikan ala militer di Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda.
Kala itu puluhan anak yang terjaring razia tawuran, balap liar, hingga menghisap lem dikirim ke Lanudal Juanda selama kurang lebih 10 hari. Nama programnya saat itu adalah “Sekolah Kebangsaan”.
"Waktu itu berhasil. Sepulang dari sana anak-anak itu langsung menangis sampai mencium kaki ibunya. Ibunya juga kaget, seumur-umur anaknya nggak pernah kayak gitu, biasanya kalau dibilangin nggak mau nurut," ungkap Wali Kota Eri Cahyadi, Selasa (10/6/2025).
Namun, perubahan sikap anak-anak itu ternyata tidak berlangsung lama. Sekitar tiga bulan setelah mengikuti Sekolah Kebangsaan, beberapa anak kembali ikut tawuran dan kembali terjaring.
“Saat itu, saya kaget dan akhirnya menggali lebih dalam akar masalah kenakalan remaja di Surabaya. Ternyata setelah didalami, ada masalah besar yang harusnya diselesaikan dulu. Anak-anak ini kambuh lagi ikut tawuran, salah satunya karena kurang perhatian dari orang tuanya. Kenakalan remaja itu akibat ekosistem sosial lingkungan anak tersebut," bebernya.
Wali Kota Eri Cahyadi tidak menampik bahwa faktor ekonomi keluarga turut memberi andil atas kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya. Hingga akhirnya orang tua terpaksa bekerja sampai malam, demi menghidupi keluarganya.
Dari sanalah Pemkot Surabaya kemudian berupaya memformulasikan kebijakan yang tepat sasaran untuk mendidik anak-anak tersebut. Ia menegaskan, pendidikan berbasis asrama adalah solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini.
"Pagi sampai siang anak-anak ini sekolah. Pulang sekolah mereka kembali ke asrama. Di asrama mereka kami beri kesibukan dan diarahkan, mulai wirausaha sampai olahraga. Mereka juga tetap dapat wawasan kebangsaan dan kedisiplinan, Polri-TNI kami undang ke asrama untuk mengajar. Semuanya gratis," terangnya.
Lebih lanjut, Wali Kota Eri Cahyadi menerangkan bahwa ilmu kedisiplinan-kebangsaan didapat melalui pengajar TNI-Polri, keilmuannya didapat di sekolah, dan keterampilan hidup didapat dari berbagai materi selama di asrama.
“Tentu juga ada aspek religius sesuai masing-masing agama. Anak itu di asrama sampai lulus sekolah. Jadi lulus nanti InsyaAllah sudah punya bekal, dan tak kembali lagi tawuran atau kecanduan ngelem,” imbuh Wali Kota Eri.
Lebih lanjut, dirinya mengaku tidak mau setengah-setengah dalam mendidik anak. Dia memastikan masa depan anak-anak itu akan terjamin.
"Anak-anak ini kami jamin masa depannya. Kami didik benar hingga berprestasi, baik akademik maupun nonakademik. Lulus SMA sudah tidak perlu bingung lagi kuliah di mana. Lulus kuliah, sudah ada perusahaan yang siap merekrut. Inilah bukti nyata gotong royong pendidikan di Surabaya," tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bukan Barak Militer, Eri Cahyadi Pilih Asrama untuk Bentuk Karakter Anak Nakal
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |