TIMES JATIM, MALANG – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Jawa Timur, menjatuhkan vonis pidana penjara 18 dan 20 tahun terhadap delapan terdakwa kasus pabrik narkoba terbesar di Indonesia. Putusan dibacakan pada sidang yang digelar, Senin (28/4/2025).
Humas PN Kota Malang, Yoedi Anugerah Pratama, menjelaskan bahwa tujuh terdakwa masing-masing divonis 18 tahun penjara, yakni IR, RR, HA, FP, DA, AR, dan SS. Sementara terdakwa YC divonis lebih berat, yakni 20 tahun penjara.
"Berdasarkan putusan majelis hakim melanggar Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tujuh terdakwa yang memproduksi dan menjadi perantara dipidana 18 tahun, sedangkan satu terdakwa lainnya (YC) dijatuhi pidana selama 20 tahun," ungkap Yoedi.
Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Malang, yang sebelumnya menuntut tujuh terdakwa dengan pidana seumur hidup, dan YC dengan hukuman mati.
Yoedi menambahkan, faktor yang meringankan vonis antara lain karena para terdakwa tidak mengetahui secara detail tugas yang mereka lakukan di pabrik tersebut. Beberapa di antaranya baru bekerja beberapa hari dan tidak memahami bahwa tempat tersebut adalah pabrik produksi narkoba.
"Ada yang baru bekerja beberapa hari di situ, bagian produksi secara tidak jelas pengetahuannya terhadap barang yang diproduksi," jelasnya.
Terdakwa YC diketahui berperan lebih besar karena merekrut para pegawai dan mengontrak rumah yang digunakan sebagai lokasi pabrik. Namun, menurut keterangan Yoedi, YC juga tidak mendapatkan informasi rinci tentang aktivitas ilegal di lokasi tersebut dari pihak yang kini berstatus buron (DPO).
Selain hukuman penjara, ketujuh terdakwa diwajibkan membayar denda masing-masing sebesar Rp1,5 miliar, dengan ketentuan diganti enam bulan kurungan apabila tidak dibayarkan. Sedangkan terdakwa YC dikenai denda Rp2 miliar, subsider satu tahun kurungan.
Kuasa hukum kedelapan terdakwa, Guntur Putra Abdi Wijaya, menyatakan pihaknya masih akan berkoordinasi dengan para terdakwa dan keluarga untuk mempertimbangkan langkah hukum berikutnya.
"Kami akan berunding dulu perihal upaya apa saja yang akan kami lakukan," ujarnya.
Guntur menilai, pasal yang disangkakan terhadap para terdakwa terlalu berat. Ia beralasan kliennya adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tidak mengetahui bahwa tempat mereka bekerja adalah pabrik narkoba.
"Mereka korban jaringan, saat dipekerjakan juga tidak mengetahui apa-apa kalau tempat itu merupakan pabrik narkoba," tegas Guntur.
Kasus ini bermula dari penggerebekan rumah kontrakan di Jalan Bukit Barisan No 2, Kecamatan Klojen, Kota Malang, oleh tim gabungan Bareskrim Polri dan Ditjen Bea Cukai pada Selasa (2/7/2024) lalu.
Penggerebekan ini merupakan hasil pengembangan dari kasus tempat transit ganja sintetis di Kalibata, Jakarta Selatan, pada 29 Juni 2024.
Dari lokasi di Malang, polisi mengamankan barang bukti dalam jumlah besar, termasuk 1,2 ton ganja sintetis, 25 ribu butir pil ekstasi, 25 ribu butir pil xanax, 40 kilogram bahan baku narkoba, 200 liter prekursor narkotika, serta berbagai bahan kimia dan alat produksi. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |