TIMES JATIM, JEMBER – Penulis buku dan pemerhati sejarah nasional Zainul Milal Bizawie ikut mengomentari terbitnya Keppres 1 Maret yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Februari 2022 lalu.
Untuk diketahui, Keppres 1 Maret yang terkait dengan peristiwa sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Zainul menerangkan, terbitnya Keppres tersebut menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
Pasalnya, di dalam Keppres itu disebut telah meniadakan nama Soeharto, Presiden Kedua RI, sebagai pelaku sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.
“Polemik sentral berasal dari kritik sebagian masyarakat terhadap hilangnya nama Soeharto dalam Keppres ini," kata Zainul saat menjadi materi seminar nasional bertajuk Polemik Keppres 1 Maret: Penegakan Kedaulatan Negara dalam Narasi Sejarah yang diadakan oleh Pusat Studi Pancasila, Hukum dan Konstitusi (PUSHPASI) Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, beberapa waktu lalu.
Zainul menjelaskan bahwa tidak ditemukannya nama Soeharto di dalam Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara (Keppres 1 Maret) itu bukan berarti menghilangkan peran penting Soeharto di dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Menurutnya, Soeharto hanya satu di antara banyak tokoh penting yang terlibat langsung dalam perjalanan peristiwa tersebut.
"Banyak sekali para pihak yang terlibat dalam perang ini, bapak Harto (Soeharto, Red) hadir sebagai bagian dari satu unit saja, sementara perang 1 Maret dilakukan dari berbagai penjuru," jelas Zainul yang dijuluki penggali gorong-gorong sejarah Nusantara tersebut.
Penulis buku Jajaring Ulama Diponegoro tersebut menambahkan bahwa hal tersebut merupakan hasil dari penelitian paara pakar sejarah.
"Hal ini merupakan hasil dari penelitian ahli sejarah pada perumusan Keppres itu," imbuhnya.
Direktur PUSKOD UIN SATU Tulungagung Dian Ferricha menjelaskan bahwa Keppres 1 Maret yang diteken Presiden Jokowi hanya memasukkan tokoh sentral yang terverifikasi sebagai penggagas atau penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Hanya tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimasukkan dalam bagian konsideran Keppres No. 2/2022 ini," ujarnya.
"Namun, penegakan kedaulatan negara tidak hanya disokong satu atau dua orang, tetapi juga atas gotong royong," sambung Dian.
Menambahkan, Direktur PUSHPASI Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Qurrotul Uyun mengatakan, meski nama Soeharto tidak tercantum di dalam Keppres 1 Maret, namun tetap ada di dalam naskah akademik dan buku-buku sejarah.
Menurutnya, masyarakat harus dapat membedakan isi naskah akademik dan isi Keppres sebagai produk hukum.
"Kalau berbicara naskah akademik, maka akan melihat pada landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis sehingga nama Soeharto pun sudah dijabarkan dalam naskah akademik. Ketika berbicara produk hukum, kita tidak berbicara tentang nama A, B atau sebagainya melainkan pada muatan materi dari produk hukum tersebut," terang dia.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. mengatakan bahwa pembahasan mengenai Keppres 1 Maret merupakan hal yang positif dalam kehidupan akademis, khususnya di kampus.
“Di tengah kondisi bangsa saat ini, perlu dibangun kesadaran kritis untuk senantiasa berdiskusi dan berdialektika. Karena itu kita hadirkan para ahli untuk mencerahkan kita dalam diskusi kritis kali ini ini,” ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) itu.
Seminar nasional tentang Keppres 1 Maret yang dibuka langsung oleh Rektor UIN KHAS Jember Prof. Dr. Babun Suharto, S.E., M.M itu digelar secara daring dan diikuti sekitar 300 peserta. (*)
Pewarta | : Dody Bayu Prasetyo |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |